BAB 18

7.2K 396 2
                                    

Don't forget for vote and comment.. 

Enjoy the story :)

________________________________

Tangan itu saling menggenggam satu sama lain, memberikan kehangatan pada dinginnya udara kota paris pada pagi hari. Orang-orang berlalu lalang, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Puluhan restoran yang berjajar bahkan sudah di penuhi oleh pengunjung yang meminta mengisi perut. Beberapa turis ada yang tengah mengabadikan momen, dan ada pula yang kebingungan mencari arah.

Setelah tiga bulan lebih berkutat dengan kesibukan pekerjaan yang mengharuskan untuk berkeliling Eropa, akhirnya Rayyan dapat menikmati waktunya untuk bersantai di kota kelahirannya, Paris. Selama waktu yang cukup lama itu dia selalu bekerja dan bekerja, berpindah dari satu negara ke negara lainnya dengan urusan yang sama. Tidak ada waktu baginya untuk beristirahat sejenak menikmati suasana negara yang didatanginya. Namun untung saja dia selalu mengajak istrinya kemanapun dia pergi, sehingga semua lelah yang dirasakannya akan hilang hanya dengan melihat wajah istrinya yang selalu tersenyum hangat.

Rayyan menatap hangat wanita di sampingnya dengan senyum mengembang. Tak henti-hentinya dia bersyukur karena diberikan istri sepertinya. Istri yang selalu ada untuknya, dan mengingatkannya apabila dia salah. Selalu bersikap sabar dengan kekerasan kepalanya, dan yang selalu mengerti akan kewajiban seorang istri.

Selama ini istrinyalah yang selalu menjadi pengingatnya. Membantunya untuk kembali bersama sang maha Pencipta yang selama belasan tahun dilupakannya. Istrinya adalah cahaya penerang yang menuntunnya dari kegelapan kelam yang bernama amarah itu, yang selalu menyelubunginya dengan rasa sakit masa lalu. Tapi sekarang dia sadar, semua itu hanyalah kesia-siaan.

"Rayyan, ada apa?" Anan menatap wajah suaminya yang tersenyum dengan heran.

Rayyan menggelengkan kepalanya, "Tidak, memangnya kenapa, dear?""

"Kau sedaritadi tersenyum sendiri, apa ada yang lucu?"

"Aku hanya ingin tersenyum, apa itu salah?"

"Tidak, hanya saja kau membuatku bingung."

"Apa maksudnya dengan kata bingung itu?"

"Kau aneh."

Rayyan tertawa kecil, "Kalau begitu, tersenyumlah bersamaku agar kau tidak menganggapku aneh."

"Tidak mau. Nanti aku akan aneh sepertimu." balas Anan tanpa bisa menahan senyum.

"Kau selalu cantik bila tersenyum. Maka tersenyumlah untukku, karena itu adalah obat yang dapat menghilangkan semua bebanku."

Anan menatap Rayyan hangat, "Iya, suamiku. Aku akan selalu tersenyum untukmu, karena kau adalah bagian terindah yang Allah berikan kepadaku dan aku harus senantiasa mensyukurinya dengan selalu tersenyum untukmu."

Rayyan menarik Anan kedalam pelukannya, melingkupinya hingga menimbulkan sebuah kehangatan, "Betapa aku sangat mencintaimu, istriku."

"Aku juga mencintaimu, suamiku." Anan membalas pelukan Rayyan, merasakan kenyaman yang selalu ada pada pelukan suaminya.

Rayyan melepaskan pelukannya, kemudian mencium kening istrinya sesaat. "Kau ingin melihat menara Eiffel?"

Anan mengangguk semangat, "Aku selalu ingin melihatnya."

"Kalau begitu, ayo kita ke Eiffel." Rayyan menggenggam tangan istrinya dan kembali melangkah.

Udara dingin terasa semakin menusuk. Rayyan dapat merasakan genggaman istrinya yang semakin mengerat. Awalnya dia berencana menunda jalan-jalan hingga matahari setidaknya muncul sedikit. Tapi Anan bersikeras untuk pergi pagi ini juga, padahal suhu disini sedang sangat rendah.

Light in The Darkness - #1  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang