Chapter 1

161 55 22
                                    

"Kalau sudah berani jatuh, ya harus nyiapin hati untuk siap menerima ending."
-Renata Aquila-

💦💦💦

Alan tampak gusar melihat tingkah sang adik yang hanya duduk diam sambil memandangi buku-bukunya yang berserakan di atas meja ruang tengah dengan tatapan tak berniat.

"30 detik buku lo juga belum masuk ke dalam tas, gue tinggal lo!" ucapnya dengan tatapan tajam.

"Abang jangan galak-galak ih, inikan hari pertama sekolah" balas sang adik dengan wajah memelas andalannya.

"Ma! Alin gak buruan siap-siap, abang udah capek nunggu nih" teriak Alan pada sang mama yang sedang merapikan majalah favoritnya.

" Alin cepetan sana! Abang enggak suka nunggu tuh" ucap Bu Hana sambil melirik jahil ke arah anak sulungnya, Alan.

"Halah. Abang enggak suka nunggu tapi suka buat nunggu ya,Lin" timpal pak Anton-sang papa, sambil menahan tawanya meminta persetujuan, Alin menyemburkan tawanya mendengar ucapan sang papa. Alan memutar bola matanya malas, lalu menatap sang adik dengan tatapan tajam.

"Gak usah sok laku, enggak ada yang mau sama lo" ucap Alin sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Selagi belum dapat restu berarti belum laku ya, Lin?" sahut pak Anton lagi, Alin mengangguk antusias, Bu Hana tertawa sambil memukul lengan suaminya, sementara Alan hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar.

"Berangkat yuk,bang. Nanti telat loh!" ucap Alin masih dengan menahan tawanya, lalu berpamitan pada orang tua mereka.

💦💦💦

Alan Orcello Mahendra, putra sulung dari pasangan Antonio Mahendra dan Yohana Orinta. Mempunyai seorang adik bernama Alin Orcilla Mahendra. Wajahnya yang tampan didukung dengan perawakannya yang tinggi dan badan atletis, rahang yang tegas dan hidung yang mancung serta tatapan tajamnya dan tak ketinggalan prestasinya yang memukau membuat siapa pun akan tersihir dengan pesonanya, seolah memang diciptakan Tuhan dengan paket komplit. Tapi ini bukanlah kehidupan seperti dalam novel-novel yang langsung tertuju pada seorang cowok yang banyak penggemar fanatik atau semacamnya dan terkenal dengan sikap dinginnya. Tidak! Alan tidak seperti itu, ia menang memiliki pengagum tapi mereka tetap bersikap biasa saja dan ia terkesan ramah pada siapapun.

💦💦💦

Alan memarkirkan mobilnya, lalu mengambil tas di kursi belakang dan bersiap untuk keluar mobil. Tapi pergerakannya terhenti saat melihat sang adik yang tak bergerak sedikit pun dari posisinya.

"Ada apa?" tanya Alan sambil memegang bahu adiknya, Alin menoleh ke arah Alan.

"Gue takut enggak punya temen, bang. Kemarin kan enggak ikut ospek, jadi gue belum tahu" jawab Alin sambil memainkan kukunya menandakan bahwa ia sedang gelisah.

"Kan ada Agam sama Renata" kata Alan mencoba menenangkan sang adik.

"Kalian sekelas juga 'kan, kata Agam kemarin" kata Alan lagi.

"Ah, iya. Ya udah, ayo bang!" Ucap Alin dengan cengiran khasnya lalu keluar dari mobil diikuti Alan.

"Pagi Kak Alan, pagi Alin" ucap sebuah suara ketika Alan dan Alin hendak melangkah meninggalkan parkiran.

"RENATA!" teriak Alin bersemangat, lalu menabrak sang empunya nama dan memeluknya, sementara Alan hanya tersenyum menanggapi hal itu.

Renata Aquila, seorang gadis cantik yang sangat menjunjung tinggi keelokan penampilan, tampil anggun dan menawan adalah ciri khasnya. Sahabat Alin-adik Alan, sejak mereka sama-sama duduk di bangku sekolah menengah pertama, gadis yang jatuh hati pada pandangan pertama kepada seorang Alan. Yang selalu berusaha mencuri perhatian Alan supaya juga jatuh hati padanya. Tapi sampai detik ini belum ada tanda- tanda akan hal itu.

" Bang, nanti sore gue ke rumah lagi ya, main ps kita" kata Agam yang berada di samping Renata, Alan mengangguk menyetujui.

"Abang ke kelas dulu, ya? Lo jangan buat aneh-aneh" ucap Alan berpamitan seraya menepuk puncak kepala sang adik.

" Gue juga mau dong,kak. Kayak Alin" ucap Renata malu-malu, Alan terkekeh sebentar lalu menepuk puncak kepala Renata, lalu beralih menepuk bahu Agam dan berlalu, Agam pun berpamitan untuk bergabung bersama teman barunya.

Renata memandangi punggung Alan yang kian lama kian menjauh dengan wajah berona merah. Alin memperhatikan semuanya.

"Renata, jangan terlalu berharap dengan abang gue ya" ucap Alin, Renata mengalihkan pandangannya lalu menatap Alin.

"Tapi sayangnya gue udah terlalu berharap" jawab Renata dengan santainya.

"Jangan,Re" kata Alin dengan nada mebyaratkan kekhawatiran.

"Lo itu selalu bilang jangan tanpa pernah kasih tahu alasannya. Itu semua buat gue tambah semangat buat deketin Kak Alan"

"Gue takut lo bakalan sakit hati"

"Alin dengerin gue ya! Kalau udah berani jaruh cinta itu ya kudu nyiapin hati buat sakit atau bahagia" kata Renata sambil memegang ke dua bahu Alin. Alin diam di tempatnya tak ingin melanjutkan perdebatan ini.

" Ya udah ayo ke kelas. Gue udah pilihin bangku buat lo" kata Renata lagi sambil menggandeng tangan Alin. Keduanya berjalan dalam diam.

💦💦💦

Metro, 14 April 2019
(11.27 WIB)

Salam sayang,

Rosalina💗💗💗

CHOOSEWhere stories live. Discover now