Aku kira cuma mau berjabat tangan doang, ternyata aku salah. Tanganku malah di tarik dan om Anton menubrukan dadanya ke dadaku, tangan kanannya yang terlepas kini menepuk-nepuk bahu kiriku. Cuma sebentar sih. Tapi jelas bikin aku melotot setelahnya, lebih tepatnya setelah om Anton membisikan kata "Kangen~" disusul meniup telingaku bikin sensasi geli-geli semriwing.

"Om pulang dulu ya, Dim." Pamitnya padaku, lalu berganti menjabat tangan Om Rendra.

"Rend."kata Om Anton.

"Yo, kapan-kapan main lagi kerumah." Ucap om Rendra tulus yang dibalas anggukan.

Memang sih pamitan dengan Om Anton cuma sebentar dan gak sepelik yang aku bayangkan, syukurlah. Om Rendra sampai menyeret-nyeret tanganku karna aku sempat gak mau keluar.

Kemudian semua kembali beraktifitas seperti biasa, sama denganku yang langsung capcus ke dapur melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Kalau tehnya gak jadi buat tamu, mending buat aku aja.

Ping! Ping! Ping! Ping! Ping! Ping!

Sebuah notifikasi BBM membuatku merogoh saku, mengecek chatt dari siapa sih itu dari tadi nyepam mulu.

Aku mendadak malas melihat id yang tertera, 'Om Anton'.

'Apaan si!' aku mengetikan balasan.

'keluar bentar, om masih di mobil'

'Gak mau ah, males!'

Selanjutnya aku memilih mengabaikan chatt dari om Anton, ku aktifkan mode hening di hp ku. Bodo amat ah!

Tanpa terasa hari kian beranjak malam, Tante Nila sudah sedari tadi kembali kerumah dengan sebungkus makanan ringan untuk tamu. Biasalah di kulkas banyaknya diisi sama bahan masakan dan es batu aja, gak ada cemilan. Kulihat dia sedikit kecewa, terus mau diapakan lagi kalau tamunya aja sudah pergi.

Om Rendra dan Tante Nila sudah berada dikamar mereka, sedangkan aku harus menemani Ega- Oga, memastikan mereka mengerjakan tugasnya sampai selesai, sekalian kalau mereka menemui kendala aku bisa membantu mereka menjelaskan.
Baru setelah semuanya selesai, si kembar kembali ke kamar mereka begitupun denganku.

Cklak!

Begitu membuka pintu kamar, mataku refleks membelalakkan melihat sosok yang sekarang sudah berbaring di tempat tidur ku, buru-buru aku masuk dan menutup pintu takut Ega-Oga melewati pintu kamarku.

"Ngapain om disini?!" Aku kesal banget sama orang itu, gimana bisa dia yang baru aja Dateng terus pamit, sekarang balik lagi kesini- ke kamar aku lagi. Huh.

"Tidur, lagian tadi kamu gak mau keluar nemuin om si, jadi om yang ngalah kesini. Kamu tau gak om tuh kangen banget ama kamu, om gak bisa tidur kalau gak liat wajah Dimas." Ucapnya lebay, aku menggertakan gigi kesal. Orang tua ini terlalu berani!

"Sekarang maunya apa biar om pergi dari sini?! Kalau ada orang rumah yang lihat gimana! Kita kan kelihatan belum begitu dekat, terus gimana kalau ada yang curiga!" Aku sudah putus asa ngadepin sikap orang tua satu ini.

"Cium."

Fiks-tanpa buang waktu aku langsung nyium dia di bibir.

"Yang lama."

See? Ngeselin kan?! Oke-oke masih aku turutin demi dia buru-buru pergi.

Ketika air liur sampai meluber ke dagu, barulah aku menyudahi ciuman itu. Om Anton tersenyum atas kemenangannya, coba tebak apa yang dia katakan selanjutnya setelah aku menuruti syaratnya.

"Om berubah pikiran." Katanya membuatku bercakak pinggang, ngeselin~

Dia melepas kemeja yang melekat ditubuhnya, membuatnya topless. "Om mau tidur disini aja, nemenin Dimas."

"Kan udah aku cium! Katanya mau pergi kalau udah di cium!" Raungku kesal.

"Om perginya nanti pagi aja." Ucapnya, lalu menarik tanganku secara tiba-tiba, membuatku kehilangan keseimbangan dan jatuh tertidur dipelukannya, tubuhku langsung di dekap jadi gak bisa banyak bergerak.

"Lepasin!"

Cup. Om Anton malah mengecup keningku coba, tambah bikin kesal aja! "PERGI SANA!!" Gondokku.

"Dimas? Dimas? Kamu kenapa di dalam?"

Shit

Itu suara Tante Nila, sekarang mengetuk pintu kamarku. Huft...untung tadi sudah aku kunci. Aku menatap orang didepanku sinis, lalu menstabilkan suara, "Gak papa kok, Tante. Ini ada kucing masuk kamar lewat jendela!" Aku menjawab dengan berteriak, menyindir Om Anton. Tapi yang di sindir malah nyengir kaya kuda.

"Oh ya udah tinggal diusir aja. Kirain kenapa." Suara Tante Nila kini terdengar samar-samar, langkah kakinya ikut menjauhi pintu.

Sekarang? Aku sudah menyerah dengan Om Anton, terserah lah dia mau ngapain juga. Aku capek ngeladeninnya, makin di respon malah makin berani jadinya.

Aku berbalik badan memunggunginya, sampai tegang urat leherku sedari tadi marah-marah mulu. Tangan Om Anton melingkar di sepanjang perutku, aku menghembuskan nafas lelah.

"Kamu cuma milik om seorang, Dimas." Ucapnya di belakang tengkuk ku, hambusan nafasnya membuatku merinding.

"Tidur!" Kataku.

Cup. Cup. Cup. Cup. Cup. Cup.

"?!!"

Bersambung....

Dimas(ManXBoy)Where stories live. Discover now