19

31.8K 1K 54
                                    

"Dimas, itu siapa?" Suara Om Rendra  tiba-tiba muncul di belakangku. Aku refleks melihat Om Anton yang ada di hadapanku, dan Om Rendra di belakangku secara bergantian.

Situasi macam apa ini? Bagaimana selanjutnya aku harus bersikap didepan keduanya, sedangkan aku jelas tau keduanya punya rasa peka jika ada hal yang tidak beres.

Om Anton kan  cabul, kalau ada  waktu lengah tangannya yang nakal punya kebiasaan grepe-grepe badan aku, gimana kalau Om Rendra gak sengaja ngeliat? Atau Om Rendra kan sekarang sikapnya agak mulai lembut-lembut gak wajar gitu ke aku suka banget ngasih perhatian sekarang mah, Nah, gimana kalau Om Anton sadar akan hal itu? Dia kan orangnya cemburuan ditambah posesif banget. Salah sedikit hal ini bisa jadi bumerang buatku sendiri dan  pertemanan yang sudah lama terjalin itu bisa hancur hanya karna aku.  Aduh, aku mendadak pusing.

"Ini aku." Om Anton menjawab pertanyaan barusan, aku menggeser sedikit tubuhku agar Om Rendra bisa melihat sendiri siapa yang datang.

Reaksi Om Rendra jelas berbanding terbalik denganku, ia nampak senang melihat teman sekaligus bos nya itu berkunjung kerumah.

"Kenapa gak bilang kalau mau datang?" Om Rendra menyambutnya ramah, dipersilahkannya si tamu masuk dengan merangkul bahunya layaknya sahabat dekat.

"Aku ingin memberimu sedikit kejutan sekaligus pujian. Orang seperti kamu memang bisa diandalkan untuk mewakili nama perusahaan." Setelah mengatakan itu, Om Anton mengerlingkan matanya ke arahku tanpa sepengetahuan Om Rendra tentu saja.

Aku melotot ke arahnya, awas saja kalau berani macam-macam! aku gigit  penisnya biar gak bisa ngaceng lagi. Huft..Tapi yang lebih penting sekarang, apa yang harus kulakukan? Apa aku pura-pura ada janji dengan teman saja ya biar bisa pergi sebentar--

Selagi aku berfikir, suara Ega menggema memenuhi gendang telingaku. "Mas Dimas di panggil Mama."

Ah-Kayanya pergi juga bukan solusi yang tepat. Apapun yang terjadi kedepannya aku harus menghadapinya sendiri. Setelah mengunci pintu kembali aku melangkah ke arah dapur dan kutemui Tante Nila sedang berkutat disana.

"Dimas, bantu Tante buat teh ya. Tante mau beli cemilan dulu. Kalau airnya sudah masak kamu tuangkan langsung ke teko dan bawa ke depan ya." Pesan Tante Nila yang kutanggapi dengan anggukan kecil.

Hal seperti ini sudah biasa kulakukan, selagi menunggu airnya mendidih aku menyibukkan diri dengan bernyanyi pelan me-rileks kan diri dari perasaan dag dig dug, apa aku sendiri yang harus nganter tehnya? Padahal tadi aku sempat berencana mengunci diri di kamar dan pura-pura tidur. Haaaaah~~~

Cup.

Saat sedang asyik-asyiknya mengaduk teh yang hampir jadi, sebuah kecupan ku dapat di pipi kiri, dan pelakunya adalah Om Rendra. Apa? Seriusan ini om Rendra mulai berani nyipok-nyipok di rumah sendiri. Padahal tadi aku kira Om Anton yang menyelinap masuk dapur.

"Tante kamu mana?" Tanya Om Rendra.

"Katanya keluar bentar mau beli cemilan!" Jawabku ketus, aku masih kesal pas tadi liat dia rangkulan dan mengabaikan aku. Teganya~~~

"Oh, padahal om mau bilang gak usah beli. Om Antonnya juga udah mau pulang lagi, nih, mau pamitan." Ucapan Om Rendra membuatku sedikit lega.

"Eh, langsung pulang?" Aku mengulang, berharap tidak salah dengar.

"Iya. Makanya om kesini niatnya nyusul kalian berdua buat keluar bentar, menghormati tamu yang mau pamitan." Akunya, aku meringis tapi tetap mengikuti kata om Rendra.

"Ega, Oga, om pamit pulang dulu ya." Ucap om Anton dijawab cengiran khas dari si kembar, lalu om Anton menjulurkan tangannya mengajak ku bersalaman yang refleks aku sambut.

Dimas(ManXBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang