3

64.2K 2K 51
                                    

Pagi harinya seperti yang sudah direncanakan, aku berangkat bareng Om Rendra ke kantornya. Meski baru pertama kali masuk kerja, tapi aku sudah sering keluar masuk kantornya membuatku tak merasa gugup sama sekali.

Om Rendra memperkenalkanku pada beberapa staff kantor, diantara mereka ada yang sudah aku kenal, misalnya saja Bu Silvy, Pak Ambar, dan Pak Hendrik.

Pak Ambar selaku kepala HRD, menjelaskan tugas-tugasku sekaligus apa yang harus aku kerjakan selanjutnya, beliau juga mengajariku macam-macam operasional kantor itu.

Selama beliau berbicara, aku hanya mengangguk paham. Ini bukanlah pekerjaan yang sulit, aku hanya disuruh merekap pengeluaran perusahaan bla bla bla, tapi apa mungkin karna aku masih anak bawang, jadi diberi tugasnya mudah ya? Ah entahlah.

Pak Ambar menuntunku kesebuah ruangan yang lumayan luas, aku melihat banyak karyawan disana, masing-masing dari mereka disekat oleh sebuah kubikel. Aku menyapa mereka-ramah-saat pak Ambar memperkenalkanku di depan semuanya.

Aku berjalan kearah kubikel yang ditunjuk Pak Ambar, selanjutnya ikut sibuk mengoperasionalkan komputer yang ada memulai pekerjaan. Pertama-tama, aku akan membuat daftar keperluan kantor, setelah itu menghitung setiap anggaran yang dikeluarkan, mencocokan dengan laporan keuangan yang ada, selanjutnya merekap ulang data dan yang terakhir adalah melaporkannya pada Om Rendra-ups-Maksudku Pak Rendra.

Dilingkungan kantor, aku tetap harus bersikap profesionalisme, sekiranya itu yang dijajarkan Om Rendra.

"Hey, Dimas. Gue Andri."

Saat aku sedang mencocokan data keuangan, seseorang menepuk pundakku, memaksaku menoleh kearahnya.

"Hey juga."  Balasku meliriknya sekilas, lalu kembali menatap layar komputer.

"Break dulu aja, ini udah masuk jam istirahat." Beritahunya, aku memeriksa arloji dipergelangan tanganku. 12:30 WIB.

Tak terasa aku sudah duduk selama 5 jam dikursi ini, mataku pun sedikit perih karna terlalu fokus menatap layar komputer, maklumkan saja orang baru pertama kerja, jadi harus sangat teliti. Tak mau ada kesalahan kedikitpun.

"Aduh, pegel banget." Keluhku memegang pundak yang terasa sakit.

"Hahaha, baru juga 5 jam, masih ada 3 jam lagi, bro." Ucapnya membuatku meringis. "Dideket kantor ada restaurant cepat saji, mau kesana bareng?" Tawarnya yang tak mungkin juga aku tolak. Aku tersenyum sambil menganggukan kepala, takut dikira sombong.

Aku dan Andri berjalan ke luar kantor untuk mencari makanan, tapi sebelum itu aku sempat melirik pintu ruang kerja pak Rendra yang sedikit terbuka. Ketika aku hendak menghampirinya, Andri merangkulkan tangannya di leherku sok akrab dan menbawaku pergi.

"Mau pesan apa?" Tanya seorang pelayan, setelah kami sampai di sebuah restoran cepat saji.

"2 porsi nasi pake ayam panggang." Pesan Andri tanpa meminta persetujuanku lebih dulu.

"S-sebentar." Cegahku ketika pelayan itu hendak pergi. "Saya pesan nasi kotaknya 2 dengan lauknya, lengkap." Ucapku dan pelayan itu mengangguk sebelum pergi.

"Lho, kok di bungkus? Gak makan disini?" Tanya Andri, aku menggeleng.

"Aku makan dikantor aja, ada beberapa file yang harus aku cek. Selesai makan, rencananya mau langsung lanjutin kerjaan biar cepet kelar."

"Yah, gue makan sendirian doang. Tega bener." Ucap Andri kecewa.

Aku diam, bagaimana bisa sampai melupakan hal itu, mataku beredar sekeliling berharap menemukan teman 1 kantor juga untuk menemani Andri nantinya.

Ah, kebetulan aku melihat Bu Silvy baru saja memasuki restaurant. Aku langsung melambaikan tangan  kearahnya, dan Bu Silvy berjalan menghampiri meja kami. Aku dan Andri tersenyum hormat, karna jabatan Bu Silvy adalah senior kami dikantor.

"Ada apa, Dimas?" Tanya Bu Silvy, aku dan Bu Silvy memang sudah saling kenal sebelumnya.

"Ibu duduk disini aja, bareng kita." Ucapku, Andri menatapku tak percaya."Sudah dipesankan nasi juga kok sama Andri."

"Wah, oke deh kalo gitu." Ucap Bu Silvy senang. Dibawah meja saja, kaki Andri menyenggol kakiku, ketika aku menoleh Andri langsung memasang wajah memelas tanpa sepengetahuan Bu Silvy.

Aku ingin tertawa, tapi tak berani yang ada hanya cekikikan tak jelas, ekspresi Andri lucu banget. Aku tau Andri tak mau duduk berdua dengan Bu Silvy nantinya, tapi aku hanya mencari teman untuk Andri agar dia tak makan sendirian. Maksud aku baik kok.

Pelayan itu mengantar pesanan ke arah meja kami, dihidangkannya 2 piring nasi dengan ayam panggang, dan 2 nasi kotak seperti yang aku pesan.

Aku merogoh dompet, dan memberikan uang Rp. 50.000 langsung ke pelayannya, selanjutnya pamit pada Andri dan Bu Silvy untuk balik ke kantor.

"Lho, kamu gak makan disini?" Tanya Bu Silvy heran, "Oh, jadi rencananya saya sengaja dipanggil kesini untuk nemenin Andri makan ya." Tebaknya membuatku tersenyum.

"Kalo gitu saya duluan ya semuanya." Ucapku pamit dan bergegas kembali kekantor.

Sesampainya di kantor, aku langsung berjalan  keruang kerja Pak Rendra, seperti biasa aku masih melihatnya sibuk dengan beberapa tumpukan berkas yang ada di meja kerja.

Aku mengetuk pintu ruangan bermaksud sopan, tepat saat Pak Rendra menengok kearahku aku tersenyum.

"Oh, Dimas. Masuk-masuk." Ucap Om Rendra.

Aku berjalan perlahan kedalam ruangan.

"Om lupa kalo kamu udah kerja disini, om tadi sempet mikir kok kamu lama banget ya nganterin bekalnya hahaha maklum udah kebiasaan. Tau gini, om tadi makan diluar bareng yang lain." Ucapnya sambil membereskan tumpukan berkas itu, setelahnya kembali duduk dimeja.

"Om gak usah khawatir, nih Dimas bawain nasi kotak buat Om Rendra." Ucapku sambil mempersiapkan alat makannya untuk Pak Rendra.

"Kamu pengertian banget, Dimas. Makasih ya." Ucap Om Rendra sambil tersenyum cerah ke arahku. Aku tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia ini, jantungku terasa dag dig dug gimana gitu.

Kami  makan bersama seperti hari-hari sebelumnya, saat dulu aku mengantar bekal untuk Om Rendra. Oh iya, aku panggil 'Pak' kalo didepan karyawan aja ya, udah kebiasaan manggil 'Om', jadi rasanya sedikit aneh. Tapi kalo kerjaan mah tetap profesional kok.

"Oh iya, besok Om ada meeting diluar kota. Kamu ikut ya, mau gak?" Tawar Om Rendra jelas membuatku senang.

"Mau om." Balasku cepat.

Kami berdua sempat saling pandang cukup lama, setelahnya Om Rendra tertawa melihat ekspresi yang aku tunjukan.

"Ya udah, nanti Om aja yang bilang sama tantemu. Ayo lanjutin lagi makannya."

"Iya om."

Asyik, aku gak sabar nunggu besok.

Bersambung~~~~

Dimas(ManXBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang