13

40.6K 1.3K 59
                                    

Sore harinya sekitar jam 16:30 WIB, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya kalau aku dan Om Rendra akan berkunjung kerumah Kakek dan nenek yang ada di Haurgeulis.

Aku sendiri tak tau dimana itu Haurgeulis, ini baru pertama kalinya aku kesana bersama Om Rendra.

"Ayo, Dim. Bentar lagi keretanya dateng." Ajak Om Rendra saat kami berada diruang tunggu stasiun, aku mengikutinya berdiri di sisi rel bersama penumpang lainnya.

Aku dan Om Rendra kali ini mendapat tempat duduk rangkap 2.

Sepanjang perjalanan, kami saling mengobrol dan bergurau. Harus kuakui, setelah malam itu sikap Om Rendra jauh lebih ramah dan perhatian padaku, aku suka ketika dia selalu memperhatikan hal kecil tentangku. Semua itu membuat hatiku berdesir, tapi yang jadi pertanyaan adalah...Apakah Om Rendra suka sama aku? Hubungan apa yang terjalin antara aku dan dia?

Terkadang semua itu membuatku terdiam, setelah direnungkan sampai sekarang aku belum tau bagaimana perasaan Om Rendra padaku.

"Om?" Panggilku membuatnya yang yang berada disampingku menoleh. "Aku mau tanya sesuatu, boleh?" Tanyaku sambil meremas jari jemariku resah.

Om Rendra menaikan sebelah alisnya, bingung atas sikapku yang tiba-tiba saja murung.

"Apa ada masalah? Kamu mau tanya apa?"

"Aku mau tau, gimana perasaan On Rendra sama aku sekarang. Tolong jawab jujur." Pintaku membuatnya menghembuskan nafas lelah. Kulihat ia kini menyenderkan kepalanya kebelakang, membuatku semakin takut mendengar jawaban yang mungkin saja menyakitkan untuk kudengar. Jika hal ini buruk, aku belum siap mendengar semuanya.

"Om gak tau, Dim." Ucapnya membuatku hampa, "Om sayang kamu. Om tau kalau kamu cinta sama Om, tapi--" ucapnya terhenti.

Aku menatapnya lama, tak sabar menunggu kalimat selanjutnya.

"Itu gak mungkin."

Satu kata itu. Satu kata itu mampu membuatku sedih, rasanya seperti banyak ribuan jarum yang menusuk hatiku. Seharusnya aku tau ini akan terjadi, seharusnya aku tau batasanku dan inilah resiko yang harus kutanggung karna mencintai seorang straight.

"Tapi Om udah--." Aku tak mampu untuk protes, aku ingin sekali berteriak didepan wajahnya, meminta penjelasan seharusnya dari awal ia menyatakan penolakan terhadapku. Aku merasa dipermainkan disini. Aku benci Om--

"Om juga punya rasa sama kamu."

Aku menatapnya tak mengerti semya perkataanya, beberapa menit yang lalu dia bilang kalau dia tak tau jawabannya, sekarang dia bilang punya rasa sama aku.

"Aku gak ngerti." Jawabku parau. Aku mengalihkan wajahku kejendela, tak mau menatapnya.

"Untuk saat ini, biarkan semuanya mengalir dulu Dim." Ucapnya menggenggam tanganku, dia mengaitkan jarinya denganku. Membuatku kembali menatapnya, aku benar-benar takut tersesat didalamnya dan tak bisa menemukan jalan keluar untuk semua ini.

Kurasakan pegangan Om Rendra semakim kuat, mengisyaratkan kepercayaan bahwa suatu saat nanti semuanya akan jelas. Tapi sampai kapan? Sampai aku tau kalau pada akhirnya antara aku dan Om Rendra tak mungkin bersatu?

Aku benar-benar takut memikirkannya, perlahan aku tersenyum. Apapun keputusannya, pada akhirnya aku harus tetap menerimanya. Sekarang, biarlah kami menikmati perasaan yang tumbuh ini.

Tak lama, terdengar pengumuman kalau kereta sebentar lagi akan sampai ditempat tujuan.

Aku dan Om Rendra turun di stasiun Haurgeulis bersama beberapa penumpang lain yang satu tujuan.

Dimas(ManXBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang