6

54.2K 1.6K 34
                                    

Kereta berhenti di Stasiun pemberhentian terakhir. Bandung. Aku, Om Rendra dan sisa penumpang lainnya tujuan Bandung pun bergegas turun karna kereta takkan berhenti lama.

"Akhirnya sampai juga." Ucapku setelah kami keluar stasiun, tak dapat dipungkiri kalau hawa dan udara di kota Bandung lumayan juga ketimbang Jakarta. Bukan maksud membedakan atau menjelekkan daerah sendiri, tapi memang seperti itu kan kondisinya, hawa dan udara di Jakarta sangat panas dan berpolusi.

Om Rendra memukul pundakku pelan, "Ayo." Ajaknya terus berjalan beberapa meter dari stasiun, aku berusaha menyamai langkahku dengannya.

"Kita Jalan terus Om?" Tanyaku, Om Rendra menghentikan langkahnya, melihatku dengan salah satu alis yang terangkat.

"Maunya?"

"Seriusan?" Hebohku, meski di kereta cuma duduk-duduk doang tapi aku malas banget kalo harus berjalan jauh. "Pegel banget Om." Tambahku sambil membenarkan ransel, agar Om Rendra peka sedikit.

Om Rendra hanya geleng-geleng kepala, melihat kelakuanku yang merajuk seperti anak kecil. Tak lama, dia memberhentikan taxi konvensional membuatku girang karna itu artinya aku tak harus jalan terus-menerus.

Om Rendra membantu abang supirnya memasukkan barang bawaan ke bagasi, kasihan banget supir taxinya udah tua. Aku sendiri lebih memilih langsung duduk di jok belakang, menyenderkan punggungku merasa capek. Aku bukan orang lemah kok, aku sebenarnya mau ikut membantu tapi penyakit lamaku suka kambuh, mager (males gerak).

Tak lama, taxipun melaju kearah tujuan Om Rendra yaitu hotel XxX.

"Orang mana, Pak?" Tanya Abang supir pada Om Rendra saat diperjalanan.

"Jakarta, pak." Ucap Om Rendra ramah, "Bapak sudah lama bekerja jadi supir taxi?"

"Iya, sudah 40 tahun Pak."

'Busyet, udah lama banget' batinku mengomentari meski tak ikut nimbrung obrolan itu.

Makin kesini obrolan bapak-bapak itu membuatku bosan, terlalu berpengalaman dan banyak topik yang tak aku pahami sama sekali. Aku lebih memilih memasang headset dan mendengarkan lagu romantis di hp ku dari pada mati kebosanan.

Mataku tak henti-hentinya melihat pemandangan setiap jalan yang dilalui, semuanya bagus dan asri, aku suka. Jalan yang kami lewati pun semakin menanjak, sesekali ada tikungan tajam tapi aku menikmati semua ini. Seru.....

Citttttt.....

Suara gesekan ban mobil dengan aspal terdengar saat abang supir menginjak pedal rem, itu artinya kami sudah sampai di depan hotel XxX.

Om Rendra langsung cek in dimeja resepsionis, dan kami mendapat kunci kamar 12.

"Ayo, Dim." Ajak Om Rendra, menaiki untaian anak tangga. Aku celingak-celinguk mencari lift tapi di hotel ini tak ada liftnya, aku terpaksa membawa beban berat di pundakku ini dengan menaiki tangga.

Setelah sampai dikamar, aku langsung membanting tubuhku kekasur king size, Om Rendra sendiri tadi keluar lagi untuk menerima panggilan. Mataku terpejam damai, aku mau istirahat sebentar.

Jam sudah menunjukan pukul 17:00 WIB ketika aku bangun, aku melihat sekeliling tapi tak menemukan keberadaan Om Rendra.

Cklak!

Suara pintu kamar mandi terbuka, dan Om Rendra keluar dari sana dengan handuk kecil yang melilit dipinggulnya. Aku hanya melongo, melihatnya tanpa berkedip.

Tanpa sepengetahuan Om Rendra, aku meremas penisku yang semakin tegang. Aku horny melihat pemandangan dihadapanku ini, tubuh Om Rendra sangat sempurna untuk ukuran seorang pria. Dia terlihat macho sekali, aku jadi makin cinta sama dia.

Mataku melihat kebagian selangkangannya, burungnya masih tidur ternyata.

"Udah bangun, Dim?" Tanya Om Rendra saat melihatku sudah mengambil posisi duduk. "Mandi gih."

"Em. Eng. Iy-ya Om." Aku sangat gugup dan langsung berlari kearah kamar mandi, takut Om Rendra tau kalo burungku udah ngaceng liat bentuk badannya saja.

Didalam kamar mandi, aku terdiam cukup lama memikirkan rezeki yang aku terima hari ini. Hatiku berdesir jika mengingatnya, membuatku senyum-senyum sendiri.

Sebelum mandi aku menuntaskan hasratku yang sempat menggebu, aku menggosokan sabun ditanganku setelah itu melakukan coli dengan menurut penisku perlahan.
Mataku terpejam, membayangkan kalau Om Rendra tangah mengulum penisku ini.

"Ahh....terushhh..ommmhh..hisapp..yang..kuathhh."

"Iyahh...ommm....enakkk...ah.ah...nghhhh."

Tangan kananku yang sudah licin karna sabun, bergerak cepat mengurut penis dan tangan kiriku kini bergerak liar menggerayangi tubuhku sendiri agar semakin terangsang.

"Ahhh....ahhhhhh...i..amm..cum..cum..cummm..babyhhhhh..ahh."

Crot crot crot....

Pancuran spermaku keluar dari lubang kencing dengan cukup deras, membuatku lega sekaligus puas. Tak lama, aku menyalakan shower dan mandi dengan benar.

Malam harinya aku resah menunggu kedatangan Om Rendra, karna sejak tadi sore beliau pergi tapi sampai sekarang belum kembali juga, padahal ini sudah jam 21:00 WIB.

Karna lelah menunggu, aku mencoba berbaring di kasur dan memejamkan mata berniat tidur. Beberapa menit kemudian, mataku refleks terbuka lagi saat mendengar suara jeplakan pintu.

Aku menoleh dan disanalah aku melihat Om Rendra berjalan kearahku, aku langsung mengambil posisi duduk.

"Kamu belum tidur, Dim?" Tanya Om Rendra sambil melepas sepatu dan jas yang dikenakannya.

"Eng. Gak bisa tidur Om." Jawabku asal. "Udah makan Om?"

Mendengar pertanyaanku, Om Rendra menetapku lama membuatku salah tingkah sendiri.

"Kamu belum makan?" Tanyanya panik.

"Udah. Tadi Dimas pergi keluar." Jawabku membuatnya tenang.

"Tadi om makan malam sama client sambil membicarakan bisnis."

"Ohh~"

"Ya udah, tidur udah malem." Ucap Om Rendra, aku mengangguk.

Aku lekas berdiri dan menggelar kasur lantai yang disediakan, membaringkan tubuhku diatasnya.

"Eh, Dimas?"

"Iya, Om?"

"Kamu ngapain tidur di bawah, sini bareng sama Om."

'Bareng sama Om?' Batinku seolah tak percaya. Aku terus mengulang kalimat itu berkali-kali dalam hati.

"Em. Enggak deh Om. Dimas dibawah aja, takut om ke sempitan." Jawabku.

"Loh? Om sengaja pesannya double bed biar kamu tidur diatas, kamu ini gimana sih? Udah buru naik!" Perintahnya sambil menepuk sisi ranjang di samping kirinya.

Aku masih diam membatu, siapapun  tolong cubit tanganku, sadarkan aku kalau ini jelas nyata dan tidak hanya mimpi indah semata.

Aku benar-benar tak percaya, kalau aku kini tidur disamping Om Rendra. Rasanya aku mau teriak kegirangan, tapi tak berani. Yang ada aku hanya cekikikan tak jelas.

Cukup lama aku memandang langit-langit kamar, tepat saat aku menoleh kesamping, aku dapat melihat wajahnya dengan jarak yang sangat dekat. Matanya sudah terpejam damai dan dengkuran halus terdengar, menandakan kalau Om Rendra sudah jatuh kealam mimpi.

Ini sudah jam 2 malam, tapi mataku tak mau terpejam. Masih asyik memandangi wajah bapak dari dua orang anak ini, tanpa jemu.

Perlahan, mataku kini tertuju kearah selangkangannya.

Bersambung..........

Dimas(ManXBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang