23-Tak Disangka

35 4 6
                                    

"Halo, Tha?"

"Halo, iya Ra? Kenapa malem-malem telpon?"

"Si Keanu, sama lo nggak?"

"Iya nih katanya mau pulang tapi malah ketiduran dikamar gue. Kenapa?"

"Enggak, tadi nyokap gue nanyain kenapa si bocah belum pulang. Terus ponselnya nggak aktif akhirnya gue nelpon lo."

"Oh gitu, iya dia katanya capek banget abis rapat organisasi katanya."

"Lo nggak ikut rapar juga, Tha?"

"Gue aja tadi nggak ke kampus, Ra."

"Kenapa? Lo sakit?"

"Enggak, nggak papa kok gue. Emang tadi dosennya nggak ada dan kebetulan gue belum berangkat yaudah nggak kesana."

"Oh yaudah, Tha, gue cuma mau bilang satu hal."

"Apa, Ra?"

"Kalo lo lagi sedih pokoknya lagi nyari orang buat tempat cerita, gue bisa lo andelin. Jangan ngerasa lo sendiri, masih ada gue Tha."

"Iya, Ra. Makasih lo udah perhatian sama gue. Emang lo teman yang paling ngerti dan paling baik."

T-e-m-a-n.

"Yaudah, kalo si bocah udah bangun bilangin ya pulang besok pagi aja sekalian. Karna portal depan udah ditutup. Good night, Tha. Sleep well."

Dhyra menutup sambungan telpon sesudah Astha menjawab ucapan selamat malam dari Dhyra. Dan Dhyra beranjak tidur terlelap dalam mimpi indahnya.

Esok paginya, Dhyra mengajak teman-temannya untuk belajar bersama di rumah Dhyra. Jam 10 pagi, keempatnya sudah sampai di rumah Dhyra.

"Eh Sha, lo kalo parkir mobil agak sonoan dikit dong. Mobil gue nggak bisa masuk nih." Ujar Rio protes.

"Ini udah mepet tembok anjir, Yo, mau gue gaplok ye?"

"Duh dari tadi ribut nggak selese-selese. Ini rumah gue nggak muat buat parkir 4 mobil sekaligus bambang! Apalagi mobil lo tuh, Yo, gede banget. Ngapain sih make bawa fortuner segala? Mobil cimit lu mana?" Ujar Dhyra.

"Mobil cimit gue di bengkel abis ditabrakin sama adek gue."

"Rasain dah tuh." Ujar Marsha sambil tertawa. Nino dan Syafira hanya bisa menggelengkan kepala mereka.

Mereka berlima berkumpul di gazebo belakang rumah Dhyra, dengan sisi kanan yang ada kolam renangnya.

"Rumah lo sepi banget, Ra? Pada kemana emang?"

"Adek gue sekolah, Papa kerja, Mama gue ke pasar sama Mba Ina."

"Abang lo?"

"Abang gue nginep dirumah temennya."

Dari jam setengah 11 sampai jam 3 sore mereka menghabiskan waktu untuk belajar bersama karena materi yang akan diujikan besok sangatlah banyak.

"Gue udah nggak sanggup lagi nih, ngafalin segini banyaknya." Ujar Syafira menyerah.

"Udahlah pasrah aja gue, yang penting gue belajar." Imbuh Nino.

Ditengah-tengah keluhan teman-temannya, satu panggilan masuk dari Astha.

"Halo? Kenapa?"

"Halo, Ra? Ada yang mau gue omongin. Bisa ketemu?"

"Gue masih belajar sih sama anak-anak buat ujian praktikum besok."

"Lo besok ujian? Yaudah nggak jadi, lo belajar aja."

"Eh tapi abis gini anak-anak pulang kok. Udah dari tadi banget juga belajarnya."

"Bener nih nggak papa?"

"Iya, lagi capek belajar guenya juga."

"Yaudah setengah jam lagi gut otw ke rumah lo."

Setelah ponsel tertutup, Rio berpamitan pulang karena ia disuruh Ibunya untuk pergi ke bandara menjemput saudara sepupuny, disusul dengan ketiga teman yang lain. Dan tepat ketika Astha sampai di rumah Dhyra, mereka berempat sudah pulang. Sebelum Nino pulang, Dhyra bercerita bahwa Astha akan menjemputnya. Nino hanya bisa memberi Dhyra semangat.

Setelah Astha sampai didepan rumah Dhyra, Dhyra segera masuk ke dalam mobil Astha. Mereka berdua pergi ke kafe terdekat.

"Ra, gue mau cerita."

"Apa? Vania lagi?"

"Enggak. Mantan gue."

"Emang kenapa mantan lo?" Dhyra penasaran mantan Astha mana yang akan dibicarakannya saat ini. Apakah Arci?

"Gue dulu punya mantan pas SMP. Pacaran nggak sampek setahun putus karena dia selingkuh sama cowok lain. Terus tiba-tiba dia pindah ke Surabaya dan lusa kemaren dia bilang kalo dia di Jakarta dan mau ngasih gue undangan."

"Undangan? Nikah maksud lo?"

Seperti yang dibayangkan oleh Dhyra, bahwa Astha menceritakan tentang Arci karena kronologisnya sama seperti yang diceritakan Nino kepadanya.

"Iya. Tapi kemaren dia bilang mau ke rumah gue. Tapi sampe sekarang dia belum ke rumah gue, undangan itu belum sampek ke gue."

"Lo udah coba hubungin dia? Atau tanya temen lain mungkin?"

"Udah, gue udah tanya temen yang lain dan jawabannya nihil."

"Emang dia mau nikah kapan?"

"Kata temen gue, 3 minggu lagi."

Sigh.

"Terus intinya lo khawatir kalo terjadi apa-apa sama dia?"

Astha mengangguk.

Sebenarnya Dhyra ingin sekali memberitahu Astha kalau Arci sedang dirawat dirumah sakit, tapi entah kenapa Dhyra susah untuk melakukannya. Setelah pertemuan dengan Astha itu, Dhyra menelpon Nino untuk menceritakan semuanya.

Awalnya Nino kaget karena Arci mau menikah dan yang paling penting Arci mau ke Jakarta sendiri buat ngasihin undangan itu ke Astha dan teman-teman lain.

"Iya nih, Ra, gue juga barusan dikirimin foto undangan yang temen gue udah dapet." Ujar Nino disela-sela percakapan di video call.

"Gimana nih? Kita bilang aja kalo Arci di rumah sakit? Eh bentar-bentar ada yang nelpon gue nih."

Dhyra mengangkat dari nomer tak dikenal itu.

"Halo?"

"Halo. Ini dengan mbak yang nolongin saya waktu kemaren. Mbak Adhyra ya?"

"Iya betul. Ini Arci?"

"Iya mbak, ini saya Arci. Saya sudah agak lebih baik dari kemaren. Boleh nggak saya minta buat mbak Adhyra ke rumah sakit? Saya mau ketemu."

"Boleh sih."

"Jam jenguknya jam 4 sore mbak."

"Yaudah saya akan kesana."

"Terimakasih ya mbak."

Setelah mengangkat telpon dari Arci Dhyra melanjutkan video callnya dengan Nino.

"Dari siapa, Ra?"

"Dari Arci, gue disuruh kesana. Lo mau ikut nggak?"

HerWhere stories live. Discover now