28 - Sebuah Akhir yang Mengawali

Start from the beginning
                                    

Dengan raut menahan tangis, Feliz menyerahkan ponselnya pada Bu Resti karena tak sanggup lagi berkata-kata.
"Astaga. Ya Tuhan. Kenapa bisa begini?" Bu Resti tampak tak percaya pula. Feliz mulai sesenggukan. "Pak, Pak Sudi. Tolong diumumkan, Pak." pinta Bu Resti, sementara beliau berusaha menenangkan Feliz yang sedang terguncang.

***

Di kelas, Gasta duduk termenung. Ya, sebagaimana siswa lainnya yang baru sembuh dari sakit. Saat ini seharusnya waktunya bahasa Indonesia, tapi entahlah Bu Resti tidak kunjung datang. Sehingga Gasta hanya duduk di tempatnya, sambil menatap Aimee diam-diam.

Perlahan, didekatinya Aimee, setelah mengumpulkan segenap keberanian dan kekuatan. Gasta duduk di bangku sebelah Aimee, bangku Stella, yang mana pemiliknya sedang asyik ngerumpi di belakang kelas bersama cecan-cecan kelas 8A yang lain. Aimee terhenyak saat melihat Gasta duduk di sebelahnya.

"Hey." sapa Gasta lirih, tak lupa senyum menghiasi bibirnya.
Aimee tampak dingin. Namun dadanya terasa hangat. Serasa ada yang sedang menggenapi dirinya. Ditatapnya Gasta melalui sudut matanya dengan bibir terkatup rapat.
"Masih marah? Udah lama banget lo. I miss you." ungkap Gasta, jujur. Aimee masih diam, namun hatinya terperangah.
"I'm really sorry. Bener kata kamu Mee. Aku yang egois." ujarnya lagi. "Mee?" tegurnya, karena menyadari bahwa Aimee diam saja.
"Mau kamu apa?" akhirnya Aimee buka suara. Entah kenapa, saat itu Gasta merasa bahwa semua mata di kelas tersebut tertuju kepadanya.
"Aku? Mmm..." Gasta gugup.
"Iya, kamu." ucap Aimee. "Setelah kamu bongkar semuanya ke Deon."
"Ha?"
Aimee menarik napas panjang.
"Udahlah, Gas. Aku... Hash. Nggak perlu dibahas lah. Semuanya udah selesai."
Gasta tertunduk dengan gejolak kerisauan dalam dada.
"Sorry, Mee. Deon bilang ke kamu berarti?"
"Nggak. Tapi aku tau kalo kamu emang bilang ke dia waktu itu, dari cara dia ngomong." dusta Aimee, lagi-lagi.
"Lantas?"
"Lantas apanya? Aku ama Deon? Putus lah. Kan aku udah bilang."
"Kata Deon, kalian bel..."
"Udaaah!! Udah selesai Gas, kita. End."
"Kita?"
"Aku ama Deon. Aku... ama kamu."
"Ama aku?" seru Gasta. Disapukannya pandangan ke seluruh kelas. Sebagian besar temannya memperhatikan mereka berdua dari tadi.
"Ck. Udah ah. Nggak ada yang perlu dibahas. Aku mau..." Aimee hendak beranjak dari bangkunya, namun Gasta menahan lengannya.
"Mee, tunggu! Kita? Jadi selama ini... Ada 'kita'?"
"Ck. Ah..." Aimee berusaha melepas genggaman tangan Gasta.
"Duduk dulu Mee!" bentak Gasta.
"Ak..."

Ucapan Aimee terhenti oleh speaker kelas yang berbunyi gemerisik. Aimee dan Gasta, serta beberapa siswa lain spontan menoleh ke arah speaker.

"Kabar duka pagi ini. Telah meninggal dunia, saudara kita, teman kita, keluarga kita..." suara Pak Sudi menggaung dari speaker yang gemerisik itu. Semua siswa saling pandang, tak terkecuali Gasta dan Aimee.

"Ananda... Deon Grenadi Waluyo, kelas 8H, pagi ini pukul 7.30... di rumah sakit..."

Kedua mata Aimee dan Gasta melebar perlahan dengan kecepatan yang sama, diiringi desahan, pekikan, dan seruan bersahut-sahutan dari siswa kelas 8A.

Aimee masih berdiri dengan lengan kanan dalam genggaman Gasta. Gasta sontak melepasnya. Ucapan Pak Sudi melalui speaker kelas tersebut seakan tak lagi dapat diartikulasikan oleh telinga Aimee maupun Gasta. Aimee masih menatap Gasta, begitu juga sebaliknya. Pandangan mereka terkunci kuatnya syok yang mereka rasakan akibat mendengar kabar dari Pak Sudi tersebut.

Telah meninggal dunia?
Pandangan Aimee mengabur. Bukan oleh kunang-kunang, namun oleh airmata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Nirma, Shaci, Stella, dan Rinka, yang tadi bergosip ria kini bungkam seribu bahasa, dan langsung menatap ke arah Aimee.

Perlahan, mereka satu per satu menghampiri Aimee. Gasta masih membeku di kursinya. Matanya tak lepas dari raut Aimee. Perlahan, Aimee terduduk dan langsung disambut pelukan dari belakang oleh Rinka.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now