Bad Boy's Library -26- Keheningan Mencekam

6.9K 504 6
                                    

Written by Shireishou

Dicopy sama persis ke:
💖 THE BAD AND THE NERD 💖
💖 POSSESSIVE BAD BOY AND MY NERD GIRL 💖
💖 MY STALKER BADBOY 💖
💖 BADBOY'S LOVE 💖

Written by ShireishouDicopy sama persis ke: 
💖 THE BAD AND THE NERD 💖 
💖 POSSESSIVE BAD BOY AND MY NERD GIRL 💖 
💖 MY STALKER BADBOY 💖 
💖 BADBOY'S LOVE 💖

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua panekuk yang masih mengepulkan uap telah terhidang di meja. Axel dengan santai mulai menyiram sirup maple ke atas hidangannya.

“Ayo makan, nanti dingin.” Axel mengacungkan pisau makannya ke arah Aria dengan tatapan penuh intimidasi.

Aria memandangi panekuknya setengah hati. Ia tak terbiasa sarapan berat. Gadis itu sering hanya menghabiskan segelas susu, atau setangkup roti mungil di waktu pagi. Namun, membuang makanan jelas bukan bagian dari gaya hidupnya. Aria pun mengatupkan tangan dan mulai berdoa.

Saat itu, Axel terpana melihat bagaimana Aria begitu khusyuk mengucapkan doa pada Sang Maha Pemberi Rezeki. Ah, berdoa. Kapan terakhir kali dia melakukannya? Ia hampir tak bisa mengingat. Mom dan Dad rajin berdoa dan acap kali mengajaknya ke gereja. Namun, dia selalu tak peduli. Pemuda itu merasa, kedua orang tuanya hanya berpura-pura beriman demi status sosial.

Tak berapa lama, Axel lebih dulu menyelesaikan makannya. Beberapa potong penekuk tersisa di atas piring. Pikirannya yang sedikit terusik, membuat nafsu makannya turun drastis.

“Habiskan!” Kali ini Aria yang menunjuk piring Axel dengan pisau makan.

Pardon me?” Axel merasa ia salah dengar.

“Habiskan makananmu. Kau tak sopan pada makanan jika tidak menghabiskannya.” Gadis itu menatap tak suka pada sisa makanan di piring Axel. “Kau tak tahu betapa beruntungnya dirimu bisa makan enak setiap hari. Masih banyak orang yang bersedia berebut makanan sisa seperti itu di luar sana.”

Axel tak bisa berkata-kata melihat betapa seriusnya Aria saat itu. Mata yang menatap penuh ketegasan, bibir yang terus menjelaskan tentang betapa ia harusnya lebih bersyukur. Pemuda itu tak bisa memungkiri betapa ia membenci hidupnya sendiri karena lahir dari orang tua yang sama sekali tak peduli.

Pemuda itu tak menjawab dan hanya menyambar garpu dan menyuapkan sisa panekuk ke mulut. Aria pun tampak puas kala melihat piring pemuda itu kini licin tandas.

Baru saja Aria menerangkan sedikit tentang materi yang akan mereka kerjakan, ada banyak lirikan maut dan bisik-bisik dengan volume cukup keras dari pengunjung di sekitar mereka. Gadis itu mulai terusik meski Axel tampak benar-benar tak peduli. Apa pemuda di hadapannya sudah biasa diperlakukan seperti itu? Aria justru merasa jengah saat kadang-kadang matanya bersirobok dengan pengunjung yang seolah menilainya sebagai gadis yang tidak layak bersanding di sisi Axel.

“Ada baiknya kita pergi dari sini.”

Axel mendongak dan menekuk alisnya tak senang. “Why?”

My Stalker Badboy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang