Kenangan 15: Pacar Baru

27 0 0
                                    

Satu bulan berlalu semenjak kejadian di kantor polisi. Ketika itu tanggal 2 Oktober, hari batik. Pemerintah kecamatan mengadakan acara khusus di hari itu, dan melibatkan beberapa sekolah di Cicurug, dari SD sampai SMA. Acaranya mulai dari apel pagi sampai dengan lomba dan bazar.

Aku yang ketika itu ikut asyik-asyikan euforia perayaan tersebut di alun-alun tanpa memedulikan acara intinya, duduk di sebuah warung tenda bersama dengan teman-teman sekolahku. Hal asyik lainnya ketika itu adalah, yang berada di sana bukan hanya murid-murid sekolahku, melainkan juga murid-murid dari sekolah lain. Dan aku bisa bertemu dengan banyak teman-teman SMPku di sana. Aku pun akhirnya mengajak Jay dan Ratih untuk ikut duduk bersamaku ketika itu, sampai akhirnya, Jay menyikut lenganku dan menunjuk satu sudut di alun-alun dengan dagunya.

Aku menoleh, dan mendapati Iqbal yang tengah duduk di undakan tangga bersama dengan anak perempuan seusia kami berambut pendek sebahu. Dari seragam batik yang ia pakai, aku tahu gadis itu bersekolah di tempat yang sama dengan Iqbal. Dan aku pun yakin bahwa ketika itu hubungan di antara keduanya bukan hanya sekedar teman, apalagi ketika itu aku yakin sekali, melihat lengan gadis itu yang terus melingkar di lengan Iqbal dan Iqbal sendiri, berinteraksi cukup intim dengan gadis itu.

Lalu bagaimana perasaanku ketika itu? Jujur saja, sakit hati, cemburu. Tapi sejak dulu aku memang orang yang pintar memasang persona. Aku selalu mengatakan bahwa aku merasa biasa saja melihat mereka berdua. Dan rahasia itu selalu aku simpan setidaknya sampai sekarang, sampai aku menceritakan cerita ini pada Jay dan pada kalian semua.

Ketika itu, jujur saja, ketika memutuskan Iqbal satu bulan sebelumnya, aku masih sayang padanya, masih menyimpan rasa suka dan cinta sama seperti ketika kami masih menjalin hubungan dulu. Dan melihat dia yang dalam waktu sesingkat itu setelah putus denganku bisa memacari gadis lain, jujur rasanya sakit sekali. Terlebih ketika aku melihat dirinya ketika itu yang sudah mulai terlihat lebih rapi dan lebih baik dari sebelumnya, membuatku berpikir bahwa pacarnya yang sekarang lebih bisa menggiring dirinya ke arah yang lebih baik. Iqbal ketika itu lebih berisi, rambutnya dicukur pendek dan wajahnya terlihat lebih cerah.

Beberapa hari setelahnya, aku kemudian mendapat berita bahwa ternyata memang benar Iqbal mengencani teman satu sekolahnya. Berita itu aku dapat dari Putra yang memiliki teman yang bersekolah di sekolah yang sama dengan Iqbal. Seperti yang pernah aku ceritakan, meskipun kami berbeda sekolah, namun ketika SMA dulu Putra masih sering bermain ke rumahku bersama dengan Ratih dan Jay. Nama gadis itu Dinda, dan katanya ia sudah mengejar-ngejar Iqbal sejak lama, bahkan ketika waktu itu Iqbal masih berpacaran denganku. Selebihnya aku tidak tahu banyak, karena malas juga kalau harus ngorek-ngorek pacar barunya mantan.

Semenjak saat itu aku memutuskan untuk tidak mau tahu lagi informasi-informasi yang menyangkut Iqbal, juga keluarganya. Aku tahu itu tidak baik, memutuskan silaturahmi bukan hal bagus, dan justru malah membuatku beberapa tahun ini merasa sangat menyesal. Di saat aku sudah bisa berdamai dengan masa lalu, dan rindu pada orang-orang yang pernah kutemui di masa laluku, aku tidak bisa menemui mereka. Aku tidak bisa menemui Iqbal dan keluarganya yang selama ini selalu memperlakukanku dengan baik sampai sekarang.

Iqbal sendiri, setelah aku memutuskan untuk menjauhinya, secara kebetulan ia pindah dari sekolahnya ketika kami masuk kelas sebelas SMA. Keluarganya pun pindah entah ke mana. Hal inilah yang membuat aku kehilangan jejaknya sampai sekarang. Nomor ponselnya sudah tidak lagi aktif, akun Facebooknya juga sudah hilang. Berkali-kali aku mencari akun Facebooknya, dari mulai mengetikkan nama lengkapnya di kolom pencarian, mengecek grup angkatan SMP, mengecek daftar teman-teman SMPku di Facebook, hasilnya nihil.

Di kelas sebelas inilah aku mulai merasa beban yang ditinggalkan Iqbal pada diriku setelah kami putus mulai sedikit demi sedikit berkurang. Aku mulai banyak berkomunikasi lagi dengan teman-teman SMPku dulu, termasuk Dion, si ganteng blasteran yang ketika itu masih saja mengejar-ngejar kakak kelasnya, yang aku nilai seolah-olah hanya mempermainkan dirinya.

Since Feeling Is FirstWhere stories live. Discover now