"Mas Linggar mimpi buruk ya...?"
Tanya Anya yang berdiri dengan tegak di dekat tempat tidur Linggar.

Linggar mengusap-usap wajahnya,
"Iya dek, Mas mimpi buruk"

"Mimpiin Mas Arga...?"

Linggar menatap Anya sambil mendesah, ia mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu.

"Mas Linggar itu kecapean, makanya jadi mimpi yang aneh-aneh.
Baiknya Mas istirahat aja lagi"

"Nggak dek, Mas mau pulang ke rumah aja.
Maaf, Mas sampai ketiduran di sini"

"Ga' apa-apa Mas, Anya tau Mas Linggar udah kerja keras dan bahkan kurang istirahat.
Makanya tadi Anya biarin aja Mas Linggar tidur di kamarnya mas Arga"

Linggar menyunggingkan senyumnya, pemuda itu segera bangkit seraya meraih jaket dan memakainya.
"Mas pamit ya, kalau ada apa-apa langsung aja telfon mas"
Imbuhnya seraya melihat ponselnya yang dia ambil dari dalam saku jaketnya.
Ada beberapa kali panggilan tak terjawab dari Ibunya.

Anya mengangguk kala mendengar perintah itu.
Memang siapa yang bisa ia harapkan dapat membantu keluarganya sekarang kalau bukan Linggar.

Linggar pula yang bolak-balik datang untuk mengurus Ibunya.
Bukan hanya menggantikan peran Arga, Linggar bahkan masih harus mengurus Arga di rumah sakit.
Dia juga masih punya tanggungan untuk mengurus butiknya.
Hingga membuat pemuda itu jadi jarang di rumah bahkan kurang tidur.

Itu sebabnya tadi Linggar sampai ketiduran di kamar Arga.
Pemuda itu di telfon untuk mengantar ibu Arga melakukan medical control ke Rumah Sakit.

Arga, entah kenapa dia belum sadar juga sampai sekarang.
Padahal kata Dokter kondisi pemuda itu semakin hari semakin membaik.
Linggar sudah ingin berkomunikasi lagi dengan orang yang dia cintai.
Tapi nyatanya Arga masih belum siuman hingga sekarang.

Anya mengiringi langkah Linggar yang berjalan keluar rumah dan menuju ke mobilnya.
"Makasih Mas, hati-hati pulangnya"
Pesan Anya sambil melambaikan tangannya.

Linggar menjawab dengan mengangkat tangannya sekilas, pemuda itu menghela nafas panjang sebelum melajukan mobilnya.
Sekarang sudah pukul 7 malam, orang tuanya sudah pulang dari Singapura kemarin.

Tapi sampai sekarang Linggar belum bertemu dengan mereka karena sejak kemarin pemuda itu tidak pulang ke rumah.
Ibunya tadi juga menelfon Linggar beberapa kali, tapi karena pemuda itu ketiduran dia tidak mengangkat panggilan tersebut.

Linggar melajukan mobilnya dengan pelan sambil menelfon ibunya.

"Linggar, kamu kemana aja.
Kenapa Mama telfon ga' di angkat"
Tanya suara yang terdengar khawatir itu.

"Maaf Ma, Linggar ketiduran tadi"

Ibu Linggar terdengar menghela nafas lemah.
"Yadah, kamu pulang sekarang ya...
Mama kangen nih, masak mama pulang kamu ga' ada di rumah.
Memangnya kamu tadi ketiduran di mana...?"

"Di rumah temen ma, Linggar ini masih di perjalanan.
Linggar mau pulang, Linggar matiin telfonnya ya"

"Yadah, hati-hati...beneran lo...kamu harus pulang"

"Iya Ma..."
Linggar mendesah lemah.
"Linggar pulang sekarang"
Katanya sebelum memutus sambungan telfon itu.

Selalu saja ada rasa sesak yang membuat dada Linggar seperti di hantam benda keras kala melewati jalan ini.
Jalan di mana Arga mengalami kecelakaan beberapa hari lalu.

Bahkan sampai sekarang pihak kepolisian belum bisa menemukan titik terang perihal mobil yang menabarak Arga.
Karena kunci dari kasus ini hanya ada pada Arga.
Sedangkan pemuda itu belum juga sadar.

Adam juga tidak mendapat informasi apa-apa dari teman-temannya sebab tidak ada mobil warna merah yang datang ke bengkel dengan kondisi body seperti yang di perkirakan oleh Adam.

Semakin lama laju kendaraan Linggar semakin kencang, pemuda itu menginjak pedal gasnya semakin dalam.

Dia ingin ke rumah sakit setelah pulang ke rumah untuk menemui orang tuanya.
Mau bagai manapun Linggar tidak ingin membuat Ibunya cemas karena anak semata wayangnya tidak ada di rumah dari kemarin.

Hingga akhirnya Linggar masuk ke pemukiman elit, pemuda itu membelokkan mobilnya tepat di depan pagar hitam yang menjulang tinggi.

Seorang satpam segera membukakan pintu gerbangnya lebar-lebar.
Tapi Linggar keburu keluar dari mobil dan berjalan melewati pintu gerbang itu.

"Ga' perlu di buka pintunya, karena nanti Linggar mau keluar lagi"
Ujar Linggar seraya menepuk bahu orang di depannya.

"Iya mas"
Jawab pria setengah baya dengan tubuh tinggi tegap itu.
Linggar melewatinya dan berjalan dengan langkah cepat masuk ke rumah besar milik keluarganya.

"Ma....!!"
Linggar berteriak dengan suara keras, hingga Mamanya yang ada di lantai dua mendengar teriakan itu.

"Iya...!!"
Ibu Linggar nampak berjalan dengan cepat menuruni tangga di ikuti sang suami di belakangnya.

Linggar memicingkan mata melihat penampilan ibunya yang saat ini memakai gaun pesta warna merah marun.
Serasi dengan Ayahnya yang juga memakai jas dengan kemeja yang sama dengan warna gaun ibunya.
"Mama sama Papa mau kemana...??"
Tanya Linggar yang di sambut dengan kecupan di kening pemuda itu.
"Astaga...sudah berapa kali Linggar bilang jangan cium Linggar kayak gini"
Protes Linggar pada Ibunya yang membuat wanita itu tersenyum.

"Mama sama Papa mau pergi ke pestanya Tante Dona.
Katanya hari ini Galang mau berangkat keluar negeri lagi.
Makanya Mama nyuruh kamu cepet pulang biar kita bisa sama-sama ke sana"

Linggar menghela nafas panjang,
"Linggar males"

"Ah...jangan gitu dong sayang..."
Ibu Linggar meraih wajah putranya.
"Galang tadi minta langsung ke Mama buat ngajak kamu juga"

Linggar sudah membuka mulutnya untuk protes lagi tapi ucapan Ayahnya membuat Linggar terdiam.

"Udah, sekali-kali nurutin Mama kamu ga' apa-apakan...?"

Linggar memandang Ayahnya sebelum akhirnya dia beralih menatap Ibunya.
"Yadah, Linggar mau mandi dulu kalau gitu"

"Ok, makasih sayang ya...
Mama sama Papa nunggu kamu di mobil"
Ujar sang Ibu seraya mengusap kepala putranya.
"Kemarin mama bawa oleh-oleh buat kamu.
Mama taruh di atas meja lampu"

Linggar mengangguk, dengan langkah malas ia menaiki tangga menuju kamarnya.
Pemuda itu benar-benar tidak ingin bertemu dengan orang yang bernama Galang.
Tapi karena ini perintah dari Ayahnya, Linggar jadi tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantahnya.

Langkah pemuda itu berhenti seketika kala dia mendengar dering ponselnya, itu panggilan dari Irwan.
Buru-buru Linggar mengangkat telfon itu.

"Hallo, ada apa, apa terjadi sesuatu sama Arga...??"
Tanya Linggar kalang kabut karena dia teringat lagi mimpi yang di alaminya beberapa saat lalu.

"Elo sekarang datang ke rumah sakit ya..."

Mata Linggar melebar dengan pandangan mata tak percaya, pemuda itu segera mematikan ponselnya.
Dia berlari dengan cepat menuruni tangga.
Linggar sampai melompati dua anak tangga sekaligus karena dia terlalu buru-buru.
Hampir saja pemuda itu terjatuh kelau saja dia tidak berhasil menyeimbangkan diri.

Linggar keluar rumah dan masih terus berlari.
Ibunya yang baru saja membuka pintu mobil menghentikan niatnya begitu meluhat putranya tergesa-gesa pergi.

"Linggar...!! Kamu mau kemana...??!!"
Tanya Ibunya.

"Maaf ma, Linggar ada keperluan...!!!"
Jawab Linggar yang masuk ke dalam mobilnya dan mengundurkan kendaraan tersebut.
Pemuda itu membating setir dengan buru-buru.
Dan melajukan mobilnya dengan cepat.

Truth or Dare (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang