TOD 23

14.9K 1.6K 253
                                    


Linggar menjatuhkan diri ke atas tempat tidur, pemuda itu pulang ke rumah dengan tubuh kepayahan.
Ia mendesah lemah kala rasa sesak menekan dadanya dengan kuat.

Untungnya sekarang orang tuanya sudah berangkat ke Singapura jadi dia tidak perlu mencari alasan untuk menjelaskan soal kenapa dirinya sampai seperti itu.

Linggar tampak menangis terisak-isak di atas tempat tidur dengan suara pelan.
Pemuda itu mengambil ponselnya yang sedari tadi berdering tanpa henti dari dalam sakunya.

Akhirnya Linggar mengangkat panggilan suara tersebut setelah dari tadi mengabaikannya.

"Hallo Ren"

"Gar...yatuhan...!!!
Elo akhirnya ngangkat telfon gue..."
Pekik Rendi dengan nada suara yang begitu lega.
"Elo ga' apa-apakan...?"

"Iya, gue ga' apa-apa"

Rendi terdiam beberapa saat sebelum kembali bertanya.
"Sekarang elo ada di mana...?"

"Gue di rumah"

"Ok, gue ke situ sekarang ya"
Ucap Rendi.

Linggar hanya diam, lagi-lagi rasa sakit hati membuat suara isaknya terdengar, buru-buru pemuda itu membekap mulutnya sendiri.

"Gar, tahan bentar.
Gue dateng ke tempat lo sekarang"
Rendi segera mematikan hubungan telfonnya.

Dan benar saja, tidak lama kemudian Rendi datang.
Pemuda itu meminta Irwan untuk pulang dan meninggalkannya setelah ia mengantarnya sampai di depan rumah Linggar.
Dia tidak mau ada konflik lagi ketika Irwan bertemu dengan Linggar.
Bisa jadi dirinya nanti yang akan kesusahan jikalau kedua orang yang dia sayang bertengkar karena masalah Arga.

Rendi berjalan masuk ke rumah besar itu dengan sedikit berlari.
Bik Sum sampai bingung kala melihat wajah gusar Rendi.

"Mas Rendi nyari Mas Linggar...?"

"Iya Bik, Linggar di kamarkan...?"

"Iya, Mas Linggar langsung masuk ke kamar tadi habis datang dan ga' keluar dari sana"

"Yadah, makasih Bik.
Kalau begitu Rendi langsung ke kamar Linggar"
Pemuda itu segera melangkahkan kakinya setelah sempat berbincang dengan pembantu rumah tangga keluarga Linggar.
Dia menaiki tangga ke lantai dua dengan tergesa.

"Gar, ini gue Rendi...gue masuk ya"
Ucap Rendi sambil mengetuk pintu.
Pemuda itu tidak mendengar sahutan dari dalam.
Tapi dia tanpa ragu membuka pintu kamar Linggar.

Hati Rendi seperti teriris melihat Linggar duduk di tengah tempat tidur dengan punggung bersandar di head board ranjang.
Pemuda itu tampak memeluk kedua kakinya yang di tekuk dan membenamkan wajahnya di sana.

Rendi menutup pintu kamar itu dan mulai berjalan mendekati sahabat baiknya.
Pelan dia duduk di sisi ranjang dan beringsut mendekati Linggar.
"Gar...jangan bikin gue ikutan nangis"
Pinta Rendi dengan mata yang berkaca-kaca.
Pemuda itu mengusap kepala Linggar dengan sayang.

Suara isak Linggar tak pelak membuat hati Rendi ikut sakit.

"Apasih Ren salah gue, kenapa Arga sampai giniin gue.
Padahal sebenarnya kita berdua itu temen dari kecil lo..."

"Apa...??"
Pekik Rendi tidak percaya.
Dadanya di penihi amarah yang membuat Rendi berniat menghajar Arga saat dirinya bertemu lagi dengan pemuda itu.
"Dia temen lo...??"
Rendi memcoba mendongakkan wajah Linggar.
Dia melihat mata Linggar yang merah karena terlalu banyak menangis.

Dan tiba-tiba saja Linggar mendekap Rendi erat-erat.
"Gue ga' kuat Ren, dada gue sakit banget.
Rasanya kayak ada yang nusuk, ini lebih sakit dari saat lihat Galang ngentot sama cewek"
Tangis Linggarpun pecah, pemuda itu meremas kemeja bagian belakang Rendi kuat-kuat.

Truth or Dare (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang