TOD 26

14.8K 1.6K 234
                                    


Linggar buru-buru turun dari mobil milik Adam.
Pemuda itu segera berlari ke lobi rumah sakit.
Dia menerjang pintu IGD yang berada di samping lobi.
Semua mata menatap ke arahnya, tapi pemuda itu malah sibuk mencari sosok Arga.

Ada beberapa laki-laki nampak berdiri mengerumuni salah satu tempat tidur.
Arga, itulah yang di pikirkan Linggar, tanpa ragu dia menyelip di antara orang-orang itu.

Matanya melebar, pemuda itu melihat Arga terkapar di atas tempat tidur itu dengan darah segar meleleh dari sela bibirnya.
"Arga...!!"
Pekik Linggar seperti tertahan di tenggorokannya.

"Mas keluarganya ya...??"
Tanya salah satu dari mereka.

"Iya"
Jawab Linggar yang sudah tidak kuat membendung air matanya.
Kedua kakinya seperti tidak bisa dia gunakan untuk berdiri.
Untungnya Rendi dengan sigap menahan tubuh Linggar dengan cara merangkulkan tangannya ke leher.

"Elo nggak apa-apa...?"
Tanya Rendi.

"Arga, Ren... Arga..."
Linggar membuang muka dan merengkuh Rendi seraya menenggelamkan wajahnya ke dada sahabatnya itu sambil menangis terisak.
Orang-orang tidak ada yang merasa aneh atas hal itu mengingat situasi saat ini.
Linggar tengah terguncang melihat kondisi Arga yang tak sadarkan diri.

"Maaf permisi, mohon untuk keluar dulu.
Kami harus menangani pasien ini"
Seorang perawat wanita datang bersama seorang dokter dan seorang lagi perawat laki-laki membawa alat-alat medis.

"Siapa yang bertanggung jawab di sini...?"

"Saya"
Adam berkata seraya maju ke hadapan orang yang bertanya.

"Kalau begitu anda tetap tinggal, tolong untuk yang lain keluar"
Ujar perawat wanita itu lagi.

Semua orang segera keluar dari ruangan tersebut, sedangkan Linggar tetap bertahan di sana.

"Gue ga' mau keluar, gue tetep mau tinggal di sini"
Ucap Linggar yang menatap wajah pucat Arga.

"Maaf Mas, tolong jangan mempersulit kami, tolong tinggalkan tempat ini dulu"

Adam mendekati Linggar seraya menepuk bahu pemuda itu.
"Udah, elo tenang aja biar gue yang urus di sini.
Elo keluar dulu ya, kasihan Arga kalau ga' cepet di tanganin"

Linggar menatap Adam sekilas sebelum pemuda itu mengangguk.
Dengan berat hati Linggar meninggalkan tempat itu.

Iya masih sempat melihat Adam bicara dengan perawat tadi sebelum menandatangani sesuatu.

"Elo yang kuat Gar..."

"Gimana caranya Ren...???"

Rendi membantu Linggar untuk duduk di kursi di lorong ruangan itu.
"Tadi gue acuhin dia, kalau aja gue mau nemuin dia.
Ga' mungkin dia di sini Ren, ini semua salah gue"

Rendi segera merengkuh kepala Linggar.
Pemuda itu berdiri di depannya seraya mengusap tengkuknya.
"Ini namanya takdir Gar, bukan salah elo"

"Permisi Mas"
Seorang pemuda menghampiri Linggar dan Rendi.

"Iya Mas...?"

"Ini barang-barang Masnya yang kecelakaan tadi"
Ucap pemuda itu sambil mengulurkan obat, hp dan juga dompet di dalam kantung plastik bening ke arah Linggar.

Linggar menerima pemberian itu dengan perasaan hancur melihat ada obat di sana.
Sudah bisa dia tebak, itu pasti obat yang Arga beli untuk ibunya.
"Makasih Mas ya..."

"Iya, kalau gitu saya sama temen-temen pamit dulu"
Pemuda itu bergegas berjalan pergi menuju beberapa orang laki-laki yang bergerombil di sudut lobi.

Truth or Dare (Selesai)Where stories live. Discover now