Extra Part-Isyarat

10.5K 886 54
                                    

Suara decitan ban karena dipaksa berhenti, terdengar. Beberapa penumpang mengomel. Mereka hampir terjungkal jika tidak cepat-cepat meraih pegangan tadi. Masalahnya, ini bukan yang pertama. Kemarin, kemarinnya lagi, kemarin kemarinnya lagi juga seperti ini. Pak sopir terpaksa menginjak pedal rem dan membuat penumpangnya yang mayoritas perempuan, mengomel seperti lebah.

“Lain kali kalian janjian dululah, jangan gini. Bisa senam jantung ini kalau kamu minta ngerem mendadak setiap hari. Penumpang lain juga ngomel.”

Regan hanya meringis sambil menggumam maaf.

Pak sopir menoleh. “Pacarmu?”

“Bukan, Pak.”

“Terus apa?”

Orang yang digosipkan sudah muncul di depan pintu dengan napas terengah. Regan menatap dengan alis terangkat. “Lo naik sendiri apa perlu didorong kayak kemarin?”

Sambil menggerutu Ody naik sebelum kena dorong kasar seperti kemarin.

Di halte selanjutnya, seorang lelaki dewasa naik. Bus semakin penuh. Ody terlihat risi. Dia semakin tersudutkan di dekat pintu. Entah sengaja atau tidak, lelaki dewasa itu berdiri menghadap Ody.

“Mas, maaf bisa tukar tempat?”

Ody mendongak ke Regan yang berdiri di tengah bus.

“Kenapa tukar?”

Regan berpikir sebentar. Lantas menempelkan kedua jari di depan bibir. Ody mengernyit tidak mengerti. Tapi lelaki di depannya paham.

“Buruan, Mas. Sebentar lagi nyampai di sekolah nih.” Regan sengaja memburu-buru.

“Ck! Anak zaman sekarang. Belum becus kerja udah bakar-bakar duit.” Dia menggerutu sambil bertukar tempat dengan Regan.

Sekarang Regan berdiri persis menghadap Ody. Dia merogoh kantung terdepan ranselnya, mengeluarkan sebungkus rokok lengkap dengan korek. Mata Ody membesar. Dia siap melayangkan protes karena ada yang berani merokok di dekatnya. Tapi dia justru memerhatikan bagaimana Regan dengan santai menyelipkan sebatang rokok di sela bibir. Satu tangannya terangkat, mendekatkan nyala api ke ujung rokok. Sementara tangan yang lain menaungi agar api tidak padam kena angin.

Ujung rokok sudah menyala, Regan memiringkan tubuhnya menghadap luar. Dia tahu, dari tatapan saja, Ody sudah akan membunuhnya. Satu hisapan dan dia mengembuskan napas yang membawa kepulan asap yang langsung terbang terbawa angin. Dia mengabaikan tatapan yang terhunus ke arahnya. Rokoknya tandas ketika bus merapat di halte sekolah. Selama itu pula Ody harus menahan diri untuk tidak memaki atau mencakar.

“UHUK!”

Bus sudah meninggalkan halte. Regan menepuk dadanya yang sesak. Asap rokok seperti masih tertahan di tenggorokan dan meronta keluar. Dia sampai terbungkuk-bungkuk menahan batuk yang membuat matanya pedih.

“Syukurin! Nggak usah belagu makanya.” Ody mencibir dan melangkah lebih dulu ke gerbang.

Setelah batuknya reda, Regan membuang bungkus rokok ke tong sampah di halte. Membuang serta koreknya. Nanti kalau Adit mengomel, akan dia ganti lima kali lipat. Jadi, ceritanya kemarin ketika ada razia rokok, Adit menyelipkannya ke ransel Regan. Di sanalah rokok itu akan aman. Di kalangan para guru maupun OSIS, meskipun Regan suka membuat masalah, dia dikenal bersih dari rokok. Makanya ketika razia, ransel Regan terkadang dilewati begitu saja.

Tapi sungguh sepertinya nasib sial Regan pagi ini. Saat sampai di depan gerbang, barulah dia melihat Bu Ida berdiri di sana dengan penggaris kayu. Ada dua anak lelaki di depannya. Sedang disidak karena baju seragam yang dikeluarkan, juga celana yang sengaja dibuat skinny.

Regan mencoba tetap tenang. Ketika melewati Bu Ida, dia mengangguk sesopan mungkin sambil tersenyum lebar. Tapi yang dia lakukan justru memancing kecurigaan Bu Ida.

“Tunggu! Berhenti di situ, Regan.”

Kaki Regan yang sepertinya mengenal baik instruksi itu, otomotis terhenti. Dua anak tadi sudah berlalu setelah mendapat ancaman hukuman kalau besok seragam mereka masih seperti itu.

“Pagi, Bu Ida.” Regan meringis.

Bu Ida mendekat dan dengan kekuatan mengendus yang luar biasa, wajahnya seketika memerah. “KAMU HABIS MEROKOK?”

Suara menggelegar Bu Ida sampai di tangga koridor. Ody yang baru naik beberapa langkah, menoleh. Tidak hanya Ody. Tapi semua orang di lantai satu. Bahkan Pak Satpam yang sedang menyeruput kopi hitamnya sampai tersedak.

“Ibu ‘kan tahu kalau—uhuk! Uhuk!”

Batuk sialan. Regan kira batuk itu sudah selesai. Nyatanya malah kumat lagi di depan Bu Ida.

“Lari lapangan!”

“Tadi itu saya naik bus, Bu. Kebetulan berdiri di dekat Mas-mas yang merokok. Jadi saya—Uhuk!”

“Lima kali!”

Regan berusaha berkelit. “Sebentar, ini nggak seperti yang Ibu sangkakan—”

“Sepuluh kali!”

“Oke, saya memang merokok, Bu.”

“Bagus!”

“Tapi ‘kan cuma sekali aja, Bu. Besok nggak akan saya ulangi. Merokok sekali aja batuk gini, saya udah kapok.”

Bu Ida menahan bibirnya yang hendak tertarik ke atas. Anak bandel ini memang menyebalkan, suka membuat darah tinggi dan vertigo. Tapi dia tahu, anak bandel ini memang tidak berbakat merokok.

“Sana! Lari lima putaran.”

“Tadi katanya sepuluh putaran?”

“Kamu salah dengar, kali! Udah! Sana! Ibu nggak mau dengar kamu telat masuk kelas.”

Ketika hendak berbelok ke lapangan, Regan melihat Ody yang bengong di tangga. “Apa lo lihat-lihat?”

“Siapa yang lagi ngelihatin lo?”

“Turun! Lo harus ikut lari lapangan sama gue. Ini semua gara-gara—”

“Enak aja! Makanya—”

Regan balas memotong dengan sebal. “Makanya kalau naik bus jangan mepet! Lo jadinya nggak dapet tempat duduk!”

“Kenapa jadi galakan lo sih?!”

“Astaga. Jangan ngedrama pagi-pagi! Bikin baper!!!” Kiki yang baru datang, berseru kesal.

***



Jarak sampai di sini, ya.
Bisa aja aku lanjut terus sampai 50+ bab utk sampai ke ending. Tapi nggak tahu kenapa, aku belum rela cepat-cepat mengakhiri kisah Regan-Ody.

Karena niat awalnya memang pengin bikin trilogi 😂 *banyak gaya*

Bab ini kuketik 21 Juli 2018, lebih dulu dari bab-bab konflik penuh badai 😂
Ketahuilah, untuk aku, atau sebagian penulis di luar sana, kebanyakan udah kepikiran ending dan males bikin konflik 😂
Jadi begitu bab ini terlintas di kepala, aku cepet2 ketik.

Terima kasih yg sudah baca sampai di sini ❤🙏
Utk segala dukungan—vote dan komen.
Kalian bikin aku semangat nulis. Meski banyak yg masih nyiderin aku. Gakpapa. Zomblo terbiasa menghadapi kerasnya hidup~

Saran dan kritik, silakan tulis di sini.

Selasa, 13/11/2018

J A R A K [2] ✓Where stories live. Discover now