5. Kebetulan yang Ditakdirkan

7.1K 910 202
                                    

Selamat membaca! 🐨

   “Re, aku sakit, hlo. Kamu nggak mau nengokin?”

Kolokan banget sih, Dy. Paling juga demam,” cibir Regan. Tapi sudah bisa dia tebak jika pagi ini Ody akan demam, seperti yang sudah-sudah. Suaranya di telepon terdengar serak.

Apa lagi kalau bukan karena kena hujan kemarin sore?

“Aku kemarin udah pakai mantel. Tapi tetap aja pagi ini haaaciiihhh!”

“Ody! Makan di kamar. Bandel banget sih! Ingus lo sampai ke piring gue! Jorok tahu nggak?”

Regan tertawa pelan. Suara Maya yang mengomel ikut terdengar.

“Bentar, Re. Aku pindah tempat dulu, singa betina lagi ngamuk.” Terdengar langkah kaki yang berderap, disusul dengan kerit pintu yang terbuka.

“Obat yang sebelum makan udah lo minum, ‘kan?” Kemudian terdengar suara Kinan.

“Udah, Mas.”

  “Eh, eh, lo mau ngapain?”

“Numpang sarapan bentar doang, Mas. Mau ngusir juga?”

“Kali ini, gue mau jahat. Sana keluar. Virus lo nanti nempel di kamar gue. Minggu ini kerjaan gue padat, Dy. Jangan ngajak temen sakit.”

Regan terkekeh. “Dy, halo? Lo masih di situ?”

“Masih.”

“Pindah ke mana jadinya?”

“Ini di teras samping, di sebelah kolam ikan. Aku sarapan sama mereka aja.”

“Hari ini nggak kuliah berarti?”

“Nggak. Kenapa? Kamu mau pulang?”

Regan diam. Hingga berisik lalu-lalang orang di koridor gedung fakultasnya terdengar.

“Kok berisik? Lagi di kampus, ya?”

“Iya.”

“Re.”

“Kenapa?”

“Ari ternyata manis juga, ya.”

“Manis gimana?”

“Manis, sikapnya.”

“Bukannya kamu nggak suka dimanisin?”

“Aku masih biasa aja, Re. Nggak yang gimana-gimana. Tapi aku perempuan, Re.”

   Kemudian diralat sendiri. “Eh, lupain aja. Aku masih waras buat nggak bikin Rana ngamuk lagi.”

“Tapi tiap jalan sama kamu, aku merasa kamu laki-laki, Dy. Gimana dong?” Regan mencoba bercanda. Mencoba juga tertawa. Meski ekspresi di wajahnya berbeda. Toh, Ody tidak lihat.

“Astaga, Re. Ternyata kamu nggak hanya pedofil, tapi homo juga.”

“Apa sih?”

Ody semakin melantur. “Tapi aku terima kamu apa adanya, kok.”

“Dih. Aku tutup, ya?”

“Bentar. Temenin aku sarapan dulu.”

“Kamu belum selesai sarapannya?”

“Ngomong mulu, mana bisa ngunyah.”

Regan kemudian diam. Ody juga sepertinya sedang mengunyah.

J A R A K [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang