9. Senja Tanpamu

6.6K 932 195
                                    

Minggu pagi memang sudah menjadi takdir Ody untuk diganggu, digedor-gedor pintu kamarnya, lalu dipaksa bangun.

Kalau tidak Mas Kinan ya Mbak Maya. Namun kali ini irama ketukan di pintu kamarnya terasa berbeda.

Ody meraih bantal dan melemparnya ke pintu. Berharap siapa pun yang menggedor pintu menyerah saja.

“Dy, gue masuk ya! Lo nggak lagi ganti baju, ‘kan?”

Ganti baju? Dirinya masih tidur. Dan masih akan tidur sampai nanti jam sepuluh kalau saja suara di pintu berhenti.

“Oke, gue masuk!”

Ody menyesal lupa mengunci pintu semalam. Dia menenggelamkan kepalanya di balik selimut.

Rana lompat ke atas kasur. Menindih Ody yang meringkuk di bawah selimut.

“Lo nggak baca Whatsapp gue?”

Dengan kesal Ody menyingkap selimut, membuat Rana yang berada di atasnya terjengkang. “Gue ‘kan udah bilang kalau gue nggak ikut!”

Rana berdiri sambil mengusap pantatnya yang sakit. Dia ingin marah, mencekik Ody tapi suara klakson dari luar terdengar. Mereka pasti sudah tidak sabar menunggu.

  “Nggak, ya. Lo kalau nggak ikut harus ada alasan.”

“Gue pengin tidur sampai siang!”

“Itu bukan alasan!” Rana melangkah ke lemari besar di dekat jendela. Dia membuka lebar kedua pintu lemari. “Lo mau pakai baju apa?”

Ody masih duduk di atas kasur sambil mengacak rambut panjangnya. Beberapa anak rambut mencuat tidak keruan.

“Biarin gue tidur, Na.” Ody merengek setelah Rana memutuskan sendiri baju dan celana yang akan Ody pakai.

Tapi Rana tidak peduli. Dia merangsek ke atas kasur. “Mau gue mandiin atau mandi sendiri?”

“Gue nggak mandi!” Ody akhirnya bangkit dari kasur dengan malas-malasan, merebut kasar baju dan celana di tangan Rana. Kemudian menghilang di kamar mandi.

Rana berbaik hati menata kasur Ody. Sambil menunggu Ody selesai mandi. Tapi baru semenit, Ody sudah membuka pintu. Baju tidurnya sudah berganti dengan kaus panjang dan celana robek-robek di bagian lututnya.

“Udah mandinya?” Rana segera mengganti pertanyaannya. “Lo nggak mandi?”

Ody menggeleng malas di ambang pintu kamar mandi.

“Gue tungguin. Anak-anak juga bakal nungguin kalau lo mau mandi dulu. Gue bisa bilang ke mereka—”

“Jadi berangkat apa nggak?!”

“Jadi!” Rana berdiri sigap sebelum Ody berubah pikiran lagi.

Ody melangkah malas ke meja, meraih kucir rambut dan tas selempang. Rana perlu mendorong Ody agar berjalan lebih cepat karena klakson kedua sudah terdengar.

Sampai di depan pintu utama. Ody menatap sedih ke Kinan yang sedang mencuci mobil di halaman rumah. “Mas, gue mau diculik nih. Tolong dong!”

Kinan menatap Ody, kemudian ke Rana. “Bawa aja, Na. Pulang utuh, ya.”

“Siap, Mas!”

“Mbak, gue mau diculik. Pegangin!” Sampai di gerbang, mereka berpapasan dengan Maya yang baru saja pulang dari membeli bubur ayam.

Maya menatap Ody, lalu Rana, dan mobil hitam yang ada di depan gerbang. “Culik aja. Nggak usah dipulangin.”

Ody sudah tahu akan dijawab begitu.

J A R A K [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang