3. Pisah kelas

52 9 0
                                    

Tak terasa ujian akhir semester dua pun tiba tinggal menghitung hari. Semakin dekat semakin banyak tugas yang menumpuk, mulai dari pengecekan buku catatan, ulangan harian, sampai tugas-tugas untuk tambahan nilai raport.

Sama halnya dengan Adel dkk, mereka sibuk belajar dan melengkapi catatan-catatan mereka yang masih kosong karena ketinggalan. Bukan karena membolos, namun karena malas mencatat.

"Bentar lagi ujian, tugas numpuk." ucap Sarah.

"Trus kenaikan kelas. Di acak gak sih kelasnya?" Adel bertanya serius.

"Di acak, tiap tahun di acak. Gitu sih kata kakak gue." ucap Finda.

"Lah. Nanti gue gak bisa satu kelas sama Sarah dong." keluh Elsa yang memang sudah terbiasa dengan Sarah.

"Udah gak papa. Kan bisa ngerjain tugas dikost an bareng." ucap Sarah menenangkan Elsa.

"Jadi gue juga gak bisa satu kelas sama lo, Del?" Sarah yang agak keberatan apabila berpisah dengan sahabatnya, terutama Adel.

Memang Sarah cenderung dominan pada Adel. Semua apa yang dia rasakan, apa yang dilakukan selalu diceritakan pada Adel. Namun berbeda dengan Adel yang lebih nyaman cerita apapun kecuali masalah keluarga kepada Finda. Sedangkan Elsa lebih terbuka terhadap Sarah. Kalau Finda memang sosok cewek agak pendiam, jarang sekali bercerita.

"Iya mungkin. Semoga aja kita bisa satu kelas." ucapnya lesu karena sejujurnya Adel juga tak menyukai apabila harus berpisah walaupun itu pisah kelas.

"Amin. Semoga aja."

"Kan kita masih bisa sama-sama kalo istirahat, duduk-duduk dan bincang-bincang di depan kelas. Trus kalo tugas kan bisa sharing. Ya gak?" ucap Finda memberi solusi. Dia tau kalau sahabat-sahabatnya akan bersedih bila sampai pisah kelas.

"Iya bisa sih. Jangan lupain semua kenangan kita dikelas sepuluh ini ya teman." Adel menatap satu persatu wajah sahabat-sahabatnya.

"Gak kok, Del. Lo jangan lupain gue juga kalo gue pisah sama lo." ucap Sarah dengan nada yang sedih.

"Gak kok. Semoga kita bersama sampai lulus."

"Amin." ucap mereka bersamaan. Mereka saling memandang satu sama lain. Mengingat semua kekonyolan, kelucuan, kepolosan dan keseriusan yang dibuat mereka pada saat bersama. Setelah itu mereka berpelukan.

Hari yang ditunggu pun tiba, hari ini dilaksanakan ujian. Semua murid datang lebih awal untuk belajar sebelum ujian dimulai. Sama halnya Adel, dia sudah mempersiapkan dengan matang untuk menghadapi ujian.

"Gimana udah belajar?" tanyanya pada Finda. Setelah mereka memasuki ruang kelas.

"Udah. Cuma baca." ucapnya santai.

Adel hanya geleng-geleng kepala. Finda memang terlalu santai dalam menghadapi ujian. Entahlah, walaupun tidak bisa menjawab soal, Finda tetap bisa menjawabnya. Entah dengan cara apa, dengan menghayal atau gimana. Dia tidak mengerti.

"Yang penting lo belajar." ucapnya singkat.

Di percepat aja ya, ujiannya. Anggap aja udah dilaksanakan.

Satu minggu pun berlalu, dan ini hari terakhir ujian dilaksanakan. Hanya satu mata pelajaran. Namun, satu mata pelajaran itu lah yang tidak disukai Adel.

Matematika, ini jadwal terakhir ujian. Mata pelajaran ini adalah musuh bebuyutan Adel sejak SMP. Dia angkat tangan kalau sudah mengerjakan Matematika.

Ujian pun dilaksanakan. Adel terlihat tenang, namun bukan tenang karena dia yakin bisa mengerjakan. Lebih tepatnya dia pasrah mendapat nilai berapapun, yang terpenting bukan nilai sepuluh kebawah.

FAKEDär berättelser lever. Upptäck nu