Creepy pasta: Hotel Room's (Part 2)

80 13 2
                                    

Masih di kota yang sama.
Acara workshop dan seminar nasional telah usai. Masih ada waktu beberapa hari untuk rombongan kami menikmati keindahan kota Yogya. Berburu kulinernya, mengunjungi wisata serta mempelajari sejarahnya.

Kami pindah tempat menginap. Tujuannya hanya agar lebih dekat dengan tempat belanja. Di mana lagi kalau bukan malioboro.

Hotel ini memiliki tampilan lebih modern. Lukisan dan pajangan abstrak menghiasi lobby serta ada spot untuk para penggila swafoto. Sama nyamannya, dengan hotel pertama. Namun, aku berharap tidak ada kejadian yang aneh lagi.

Tetapi harapanku sepertinya tidak menjadi kenyataan, karena aku dan dua orang rekan sekamarku-lah yang mengalami kejadian creepy lainnya.

Sehari sebelumya kejadian di kamar kami. Salah satu pria dirombongan mengakui bahwa ada keanehan di kamarnya. Ia ingat sekali membiarkan televisinya dalam keadaan menyala malam itu, saluran yang ditonton menyiarkan aktivitas umroh di Arab Saudi lengkap dengan lantunan ayat suci Al-quran.

Dan dengan yakin mengatakan bahwa sembari tertidur, dirinya menggunakan selimut. Namun, ketika terbangun pagi harinya, televisi telah mati dan selimut yang ia gunakan telah rapi menempel pada seprai di bawah tubuhnya.

Banyak diantara kami yang menertawakn cerita tersebut.

"Tivinya mati otomatis, kan bisa tuh di program."

"Mas ngelindur kali. Rapiin selimut terus tidur lagi."

Begitulah respon kami, mengingat tidak ada saksi karena pria itu tidur sendiri di kamarnya.

Cerita itu terlupakan begitu saja, saat kami disuguhi panorama indah khas hutan pinus bukit becici, reruntuhan keraton Ratu Boko, juga candi Prambanan yang menakjubkan. Kami juga puas berbelanja hingga kembali ke hotel pukul sebelas malam.

Dan kejadian 'horor' tersebut dimulai.

Kamarku dan dua orang rekan memang terletak di ujung koridor lantai enam, dengan lampu penerangan yang mati. Salah satu lampu dalam kamar juga ada yang mati, tetapi kami sudah meminta petugas hotel memperbaikinya. Hanya lampu di depan kamar, tidak terlalu gelap, tidak akan ada masalah, begitulah pikir kami.

Selepas mandi, salah seorang teman yang kebetulan melanjutkan kuliah di Yogya menghubungiku dan menyampaikan bahwa ia mengirimiku cemilan via ojek online dan dititipkan di reseptionist.

Aku sempat menegur kedua rekanku yang tidak kunjung membersihkan diri, sebelum turun ke lobby. Terlalu lelah dan mengantuk, mereka memutuskan untuk berganti baju saja. Aku juga menawarkan mereka untuk ikut bersama ke bawah, tetapi hanya satu orang yang memutuskan ikut, sedangkan yang lain ingin segera tidur.

Sepertinya tidak sampai setengah jam kami meninggalkan rekan yang tertidur tersebut. Sekembalinya kami menuju kamar, terlihat rekan kami yang memutuskan untuk tidur tadi berdiri gemetar di depan pintu kamar, mengenakan daster dengan wajah nampak pucat.

"Kak, tolong mintain kunci kamar ke bawah ya? Kamarnya kekunci," ujar wanita itu.

Saat aku dan rekanku yang satu lagi ingin kembali masuk lift, sang wanita kembali berkata.

"Kakak sendiri aja nggak apa ya? Biar dia nemenin aku!"

Mendengar hal itu, terbersit pikiran aneh dalam benakk. 'Pasti ada yang tidak beres, aku yakin sekali!'

Saat kami sudah kembali memasuki kamar, mulailah rekanku itu menceritakan kronologi sebelum ia berdiri terkunci di depan kamar.

Ia mengaku setengah tertidur saat mendengar suara ketukan. Diabaikannya suara itu karena berpikir suara tersebut datang dari tamu di kamar sebelah. Namun, makin lama suara ketukan itu semakin nyaring dan intens. Datangnya juga bukan dari arah pintu, tetapi dari sudut kamar berupa celah-dari bahan gypsum, saat aku memeriksanya pagi esok harinya.

Rekanku itu bangun dan tersadar akan dua hal. Kamar kami berada di ujung, serta tidak ada ruangan lagi selain tembok dari arah datangnya suara. Ia beregas melompati ranjang untuk keluar, tidak sempat memikirkan fakta bahwa akan terkunci di luar jika menutup pintu kamar.

Aku tentu saja mencoba menenangkan dan memutuskan untuk beristirahat alih-alih memilirkan hal tersebut. Aku juga Tidak mencoba meragukan ceritanya dengan mengatakan, 'mungkin itu cuma mimpi'.

Selang beberapa waktu. Saat suasana kembali tenang dan hendak memejamkan mata. Kami bertiga serempak bangun dan tersentak. Semua merasakan hawa yang berbeda serta menyadari. Suara ketukan kembali terdengar. Samar, tetapi cukup jelas dalam keheningan. Datangnya dari sudut kamar seperti yang aku ceritakan. Tepat di ujung ranjangku.

Ceritakan pengalamanmu???

Aku tidak terlalu takut dengan sosok yang kita kenal dengan sebutan hantu. Hanya sedikit gentar, karena mereka tidak terlihat. Oh, benar. Aku percaya dengan adanya Jin.

Hal yang aku lakukan malam itu, setelah mendengar cerita dari rekanku adalah berbicara pada hawa. Yaps, mereka bisa mendengar kita. Aku mengatakan untuk tidak mengganggu, karena kami hanya pendatang.

Ternyata, sosok kasat mata tersebut malah melanjutkan keisengannya saat kami mulai tenang. Entah kenapa hal tersebut membuatku naik pitam. Aku membanting sesuatu dan berteriak marah pada hawa-itu refleks.

Gila mungkin, aku tidak peduli. Hanya percaya pada sebuah nasihat, jika kamu takut pada sesuatu hal-apalagi yang tak terlihat-ketakutanmu adalah kekuatannya. Lawan, biarkan 'ia' gentar. Tuhan kalian sama.

Benar, Allah memberi perlindungan. Selepas kemarahanku, suara ketukan tak lagi terdengar. Namun, aku tidak dapat tidur nyenyak, kedua rekanku masih mengigau ketakutan. Entah-masih-terhadap suara itu atau kemarahanku hahaha.

Aku tidak tahu suara itu berasal dari luar atau di dalam kamar. Aku tidak bisa melihat 'mereka' hanya saja, hawa terasa berbeda dengan keberadaan 'nya'.

Apakah ini ada kaitannya dengan hari (saat itu jum'at malam) atau tempat yang telah kami kunjungi seharian, dengan dua rekan yang tidak mandi dan kami sedang menstruasi?

Wallahu 'alam

The DrabbleWhere stories live. Discover now