After He's Left

318 38 19
                                    

Aku tidak bisa membayangkan rasanya jadi wanita itu...

*

*

*
Hari ini aku menemani mama ke rumah salah satu sahabatnya. Bukan untuk berkunjung, tetapi untuk melayat. Anak bungsu sahabat mama baru saja meninggal dunia. Aku tak mengerti jelas apa penyakitnya. Yang ku tahu pasti sudah enam bulan yang lalu ia mulai sakit. Kasihan sekali, meninggal di usia yang masih muda. Padahal ia juga cukup tampan 'hihihi' kikik ku dalam hati.

Suasana sendu terasa sekali di kediaman Tante Ite -panggilanku pada sahabat mama- yang sekarang sedang bersalaman dengan mama. Air matanya kembali mengucur deras ketika mama memeluk tubuh kurus wanita itu.

Setelah bersalaman aku pun duduk di samping pintu, agak jauh dari mama. Beliau duduk di antara tante Ite dan seorang gadis muda -mengenakan seragam PNS*- yang kulihat sedang membaca Yasin sambil sesekali menghapus buliran air mata di pipinya.

Aku juga ikut membacakan Yasin untuk almarhum. Aku memang tidak terlalu memgenalnya. Kabar yang ku dengar, ia sedang merencanakan pernikahan. Apakah gadis di samping mama itu calon nya? Kalau benar kasihan sekali dia. Di tinggal dengan keadaan yang menyedihkan seperti ini. Kulihat mama sedang bercakap dengannya.

Beberapa saat kemudian seorang gadis bersama ibu nya memasuki ruangan. Gadis kedua ini menangis agak histeris -mendengar dari isakan yang keluar dari mulutnya-, ia mencuri perhatian semua pelayat yang berada di ruangan itu.

Ia dan ibunya juga menyalami tante Ite. Tangisan si gadis semakin menjadi ketika memeluk tubuh tante Ite, ibunya mencoba menenangkan sebelum mereka akhirnya duduk di sampingku. Gadis ini masih menangis tersedu sambil bersandar di bahu ibunya.

Gadis yang duduk di samping mama bereaksi. Ia yang sedari tadi hanya tertunduk, sekarang menatap tajam ke arahku. Bukan, lebih tepatnya di gadis yang berada di sampingku. Sebelum beranjak keluar ruangan.

"Tadi pagi dia masih tersenyum padaku ma," isak gadis di sebelahku.

"Sabar sayang, sabar," jawab ibunya.

Aku sungguh bingung dengan keadaan ini. Jadi gadis ini yang sebenarnya calon istri si pria yang meninggal? Lalu gadis di luar siapa?

Rasa penasaran membuatku memberanikan diri bertanya pada gadis berperawakan kurus namun tinggi semampai yang ada di sampingku.

"Mba pacar almarhum?"

Ia menatapku sesaat sebelum menjawab.

"Iya mba, sudah setahun kami pacaran. Aku tidak tahu kalau lambaian tangannya tadi pagi sebelum kerumah sakit adalah salam perpisahan untukku."

"Jadi mba calon istrinya ya?"

Ia hanya mengangguk lemah tanpa menatapku. Dan kembali menangis tersedu di bahu ibunya.

Beberapa pria masuk, dan menghampiri jenazah. Seorang lainnya berbicara kepada tante Ite. Ternyata kain kafan pada jenazah akan di tutup. Pemakaman akan segerai laksanakan.

Beberapa keluarga berkumpul, untuk mencium jenazah, sebagai salam perpisahan terakhir. Seorang pria yang ku duga kakak tertua almarhum berjalan ke arah pintu dan memanggil nama seseorang.

"Rahma.. Rahma.. Kafannya mau di tutup. Sebaiknya kamu melihat dan menciumnya terakhir kali. Tapi ingat jangan menangis dan jangan menyentuh kulitnya."

Gadis yang tadi duduk di samping mama kembali masuk, ia lalu duduk menghadapi jenazah. Barulah aku melihat keseluruhan wajahnya yang tampak sangat terluka. Kesedihan mendalam terlihat pada tatapan matanya. Ia mengambil napas panjang sejenak sebelum mengecup pelan tangan dan dahi jenazah cukup lama lalu kembali duduk tegak.

"Sudah?" Anak tante Ite yang tertua kembali bertanya.

"Iya," suara lemah gadis itu menyahut.

Setelah itu kafan di tutup sempurna. Para pria bersiap-siap untuk melakukan sholat jenazah. Aku kembali di hadapkan pada kebingungan. Kenapa gadis di sampingku ini tidak di panggil? Dia kan pacarnya?

Ku lihat gadis di sampingku keluar dengan wajah cemberut menatap Rahma dan menyenggol ibunya.

"Sudahlah sofi!" Ucap ibunya.

Setelah selesai, akhirnya jenazah dimasukan kedalam keranda dan di angkut ke ambulance. Kembali ku lihat Sofi menangis tersedu. Sedangkan gadis bernama Rahma hanya menatap nanar ambulance yang beranjak pergi.

Mereka berdua rupanya tidak ada yang ikut ke kubur. Perhatianku sekarang hanya berputar antara Rahma yang sedang berkumpul bersama pemuda dan pemudi yang ku pikir teman almarhum, serta sofi yang masih bergelayut manja pada sang ibu sambil asyik mengobrol dengan ayah almarhum. Aku sangat penasaran dengan kisah dua wanita itu dan hubungan mereka dengan pria yang meninggal.

Dalam perjalanan pulang ke rumah. Aku yang masih dalam mode penasaran bertanya pada mama, apa yang ia perbincangkan dengan Rahma tadi.

"Ma, tadi nanya apa sama mba Rahma?"

"Yang mana?" tanya mama bingung.

"Itu gadis muda yang pakai seragam pegawai di samping mama tadi?" jelasku detail.

"Oh, Rahma itu, dia pacar mas Satria, kasian sekali dia. Padahal sudah berencana mau menikah." mama menggeleng sendu.

"Ah! yang bener ma! Bukannya pacar mas Satria itu yang di sampingku, dia bilang sudah setahun pacaran!" sangkalku.

"Bukan Lia, itu rekan kerjanya Satria. Kata Ite dia memang baik sekali, sering ke rumah nganterin berkas-berkas dari kantor selama Satria sakit."

"Serius ma?!"

"Serius lah sayang, Rahma itu sudah 3 tahun pacaran sama Satria!"

Terjawab sudah semua. Kenapa Rahma menatap Tajam Sofi, kenapa Rahma yang di panggil untuk melihat wajah jenazah mas Satria terakhir kali, kenapa wajah Sofi tidak suka saat melihat Rahma mencium jenazah Satria.

Jika Ia tidak pergi, entah apa yang selanjutnya terjadi. Jika ia tidak pergi akan selalu ada hati yang tersakiti. Jika ia tidak pergi, aku tidak akan pernah tahu ada kisah yang seperih ini.

END

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Yang kangen tulisan ku, baca drabble dulu ya! Maaf kisah Ai dan dokter Hide nya ke-pending. Hehehe..

Kali ini aku nyoba nulis cerita sedih, semoga feel nya dapet ya! Xixixi

Btw, that's story based on true story loh! Hehehe..

Oke, semoga suka, happy reading all reader's

Maaf english aku belepotan 😂😂😂

With love,

Tika mener 😘

The DrabbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang