"Nyet...!!! Ini gimana berhentinya...!!!"
Teriaknya panik yang membuat Arga langsung bangkit.
Dia membuang rokok dan korek api di tangannya.

"Rem Gar...!!"
Teriak Arga yang segera berlari mengejar Linggar.

"Remnya yang mana...!!!???"

"Di bawahnya handlebar...!!!"

"Anjing, lo apaan itu...???!!"
Pekik Linggar kalangkabut, tampak sepeda yang di kendarai Linggar  mulai jalan zikzak gara-gara pemuda itu tidak fokus ke jalan dan malah mencari letak rem sepedanya.

"Di setangnya...!!"
Teriak Arga yang sudah dekat dengan Linggar.
Pemuda itu berusaha menyahut bagian belakang sepeda tersebut akan tetapi Linggar keburu menubruk pembatas trotoar hingga membuatnya jatuh tersungkur ke atas aspal.

Arga langsung berhenti sambil melotot dengan mulut ternganga.
Dia melihat Linggar merintih kesakitan dan berusaha duduk.

"Aduuuuhhh sakiiiitttt...!!!"

Arga mendirikan sepeda Linggar dan menyandarkannya ke tiang lampu sebelum mendekati Linggar.
"Elo ga' apa-apa...?"

"Ga' apa-apa matamu, ini sakit nyet.
Haduh...berdarahkan...!!"
Dengus Linggar melihat siku dan lutut kanannya.

Bukannya bersimpati Arga malah tertawa terbahak.

"Sialan lo, malah di ketawain...!!"
Protes Linggar sambil melempar sendalnya yang lepas sebelah karena insiden jatuhnya tadi ke arah Arga.
Walaupun bisa menghindar, Arga membiarkan Linggar melakukan itu.
Dia segera membungkuk dan mengambil kembali sendal Linggar.

"Sakitkan kalau jatuh, udah dibilang disuruh hati-hati ga' mau dengar"
Ujar Arga sambil memasangkan sendal Linggar ke kaki pemuda itu.

"Berisik lo...!"

Arga tersenyum melihat Linggar kesal.
"Bisa berdiri...?"
Tanya Arga yang berjongkok di depan Linggar.

"Ini sakit Arga...!! Gue ga' mau jalan"

"Manjanya..."
Arga mendesah, pemuda itu segera berputar balik hingga membuatnya memunggungi Linggar.
"Naik, gue gendong"

Senyum lebar tersungging di bibir Linggar, pemuda itu segera memeluk Arga dari belakang.
Dan tanpa kesulitan, Arga berdiri perlahan sambil menggendong Linggar.
"Kita balik, bakal gue obati luka lo"

"He'em"

"Pegangan"
Pinta Arga karena pemuda itu berjalan menuju rumah Linggar sambil menuntun sepeda hingga dirinya hanya bisa menahan tubuh Linggar dengan satu tangannya saja.

Lagi-lagi aroma khas tubuh Arga mampu membuai Linggar.
Pemuda itu tidak perduli meski tubuh Arga basah karena keringat.
Tapi aroma khas itu malah semakin kuat.
Hingga membuat Linggar semakin erat memeluk Arga, dia meletakkan kepalanya ke bahu pemuda itu.

"Sekarang elo mau gue panggil siapa...?"

"Heh...?"
Tanya Linggar bingung.

"Tadi elo bilang jangan panggil gue Linggar kalau jatuh dari sepeda ini.
Karena elo udah jatuh makanya gue tanya elo minta di panggil dengan nama apa...?"

Linggar mengercipkan matanya.
"Emang siapa yang bikin gue jatoh...??"

"Elo sendiri..."

"Bukanlah, gue ga' bakal jatoh kalau elo tadi ngasih tau gimana caranya ngerem"

"Elonya ga' nanya, makanya gue ga' kasih tau.
Elo sih kebanyakan gaya, jadi jatohkan..."

Linggar memukul bahu Arga dengan ekspresi kesal.
"Elo tau ga' dari awal gue ketemu sama elo, gue pengen nabok mulut lo.
Sekarang gue inget, mulut elo itu kalau bicara suka bikin gue kesel"

Truth or Dare (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang