"Iya Ma, Papa cuma mau lihat seperti apa orangnya.
Kamu taukan, temen anak kita itu bisa di hitung dengan jari.
Papa aja cuma kenal sama Rendi dan Galang.
Dan satu lagi, temen Rendi yang kadang nganterin Rendi ke sini"

"Irwan maksudnya...?"

"Nah...itu...!"
Sorak Ayah Linggar sambil menjentikkan jarinya.
Pria itu menoleh ke arah Linggar.
"Lalu kapan kamu itu mau bawa pacar kamu ke rumah...?"

Pertanyaan itu membuat mulut Linggar bersungut kesal.
Ayahnya memang suka menggodanya soal pacar wanita.
Dia hanya tidak tau kalau Linggar udah ngajak pacarnya ke rumah.
Siapa lagi kalau bukan Galang, tapikan itu orang udah jadi mantannya sekarang.
Dan saat ini Argalah kekasihmya, dan dia dalam perjalanan ke rumahnya.
Tapi kedua orang tuanya tentu tidak tau status Arga yang sebenarnya.
Sampai saat ini Linggar belum cerita perihal orientasi sexnya.

"Linggar belum mau pacaran Pa, takut entar bakal hamilin anak orang"
Elaknya

Mata Ayah Linggar langsung melotot.
"Haissss....apa-apaan itu, ya...jangan di sentuh dianya sebelum kalian nikah"

"Nanti kalau ga' di sentuh Linggar di katain impoten"

Ibu linggar tertawa.
"Udahlah Pa, Linggar itu masih muda.
Biarin lah dia seneng-seneng sama temen-temennya dulu.
Nanti kalau udah pacaran, dia jadi ga' fokus ke segala hal"

Ayah Linggar menatap Istrinya dengan senyum jahil.
"Mama takut ya kalau Linggar jadi ga' merhatiin Mama lagi setelah dia punya pacar...?"

"Husss bukan itu, Mama cuma ga' mau anak kita salah jalan.
Papa sendiri tau pergaulan anak jaman sekarang.
Baru pacaran aja udah berani pegang-pegang.
Cowoknya ga' mau, ceweknya yang maju"
Seloroh Ibu Linggar.

"Wah...kalau itukan mirip sama Mama"
Ujar Ayah Linggar sambil tertawa dan sebuah bantal kursi di lempar Ibu Linggar langsung ke tubuh tegap suaminya.

"Papa itu, ada anaknya ngomong kayak itu"

Ayah Linggar serta merta merangkul Linggar.
"Ini anak udah gede Ma, ga' apa-apa kita bicara begitu di depan dia.
Linggar pengen punya adek ga...?"

Linggar memutar bola matanya, baru saja ayahnya bilang kalau dia sudah besar.
Tapi cara bicaranya ke dia malah seperti anak kecil umur 10 tahun.
Pemuda itu segera melepas rengkuhan Ayahnya.

Melihat Linggar kesal, sang ayah malah tertawa terbahak.

"Permisi..."

Suara itu membuat ketiga orang yang tengah bercengkrama di ruangan itu menoleh ke arah asal suara barusan.

Tampak Arga berdiri di depan mereka dengan memakai pakaian kasual khasnya.
Celana danim dan kaus yang di padu kemeja kotak yang tidak di kancingkan.

Linggar serentak berdiri, di ikuti sang Ayah dan juga Ibunya.

"Malem Om, Tante"
Sapa Arga lagi.

Linggar mencoba untuk tidak menunjukkan wajah bahagianya karena akhirnya yang di tunggu dari tadi datang juga.

"Arga...??"
Tanya Ayah Linggar dengan wajah kaget.
Buru-buru pria setengah baya itu berhambur memeluk pemuda jangkung di depannya.
Hal itu membuat Linggar dan Ibunya kebingungan.

"Yaampun...!! Kamu kok udah gede gini...??"
Tanya Ayah Linggar semeringah.

"Iya om"
Senyum kikuk tersungging di bibir Arga.

Linggar memicingkan matanya saat Ayahnya merangkul Arga dan mengajaknya ikut serta bergabung duduk di sofa.
"Papa udah kenal sama Arga...?"

"Yaudahlah, kamu itu gimana sih Gar"
Senyum lebar tersungging di wajah Ayah Linggar.
Pria itu menoleh ke arah sang istri yang tampak kebingungan.
"Mama pasti lupa juga sama Arga, ini anak sama Mamanya kok klop amat"
Ayah Linggar menatap Arga.
"Duduk dulu, kamu mau minum apa...?"

Truth or Dare (Selesai)Where stories live. Discover now