2 - Welcome to London

7.4K 596 11
                                    

Gemi mengerjapkan matanya beberapa kali saat dirasanya seseorang menepuk pelan pundaknya. "I'm sorry to wake you, Miss. But we have arrived in Heathrow Airport, London," ucap seorang pramugari. (Maaf membangunkan Anda, Nona. Tapi kita sudah sampai di bandara Heathrow London.)

Mendengar kalimat sang pramugari, Gemi langsung tersadar bahwa atasannya bahkan sudah tidak ada di sampingnya. Ia melihat Arles berdiri di pintu keluar pesawat, sedang merekamnya dengan ponsel pria itu sambil menertawainya.

Ingin rasanya Gemi mengata-ngatai Arles, namun apa dayanya? Arles tetap atasannya, meski hubungan mereka semacam sahabat-tapi-musuh.

Tanpa mengucapkan terima kasih pada sang pramugari, Gemi dengan kesal berjalan menuju Arles yang sudah mematikan ponselnya namun masih terus cekikikan.

"Puas ya, Pak, malu-maluin saya di depan orang bule?" sindirnya.

Arles terkekeh, "Baperan amat sih kamu, Lang."

Gemi hanya diam, malas menanggapi atasannya yang sangat menyebalkan itu.

"Kamu laper gak? Di bandara ini ada kedai kopi yang punya banyak varian kue. Kamu pasti suka," ucap Arles. Kemudian pria itu mengamit tangan Gemi dan menuntunnya ke sebuah kedai kopi.

Gemi membeku. Kepalan tangan Arles di tangannya terasa sangat hangat, hingga kakinya terasa seperti jelly. Bahkan perutnya geli seperti dihinggapi kupu-kupu. Dan, oh, apa ini?! Sebuah sengatan listrik seakan mengalir di darahnya dan membuat jantungnya membuncah hebat. Ada apa dengannya?

Gemi terjatuh, saking kakinya lemas. Dan itu membuat Arles menengok dan kaget. "Kamu kenapa?!" paniknya lalu membantu Gemi berdiri. Namun yang hendak dibantu menolak pertolongannya. "Jangan pegang saya, Pak!"

Arles mengernyitkan dahinya. "Lah, kenapa? Kamu phobia sama saya?"

"Bapak nyetrum!"

---

Sementara gadis di hadapannya sedang asik update di dunia maya, Arles menatap aneh kedua tangannya. Jangan-jangan benar dia ini manusia listrik seperti musuh Spider-Man? Ah tidak mungkin! Itu hanya cerita fiksi. Bahkan anak-anak tidak percaya pada cerita itu.

Lagipula, bisa-bisanya tangannya yang kata Gemi nyetrum ini, merusak suasana. Dia sudah sangat senang bisa memegang tangan sekretarisnya yang telah lama ia puja—namun tak pernah ada pergerakan. Bahkan tampaknya Gemi tak ada masalah dengan tangan mereka yang tadi gandengan. Kenapa bisa nyetrum dan bikin cewek itu jatuh segala?!

Apa tadi Arles baru saja mengakui sesuatu? Baiklah, baiklah, ia akui ia memang jatuh cinta pada Gemilang saat pertama kali melihatnya. Tapi karena salah tingkahnya itu, ia malah bersikap menjengkelkan. Dan ia agak sedikit bersyukur tentang itu, karenanya Gemi bersikap tak segan padanya. Akan lebih sulit mendekati Gemi jika ia bersikap layaknya atasan-atasan lain. Untunglah Tuhan membuat pertemuan pertamanya dan Gemi sangat tidak elegan.

"Astaga! Pak! Saya lupa koper kita di bagasi!" teriak Gemi tiba-tiba membuat lamunan Arles buyar.

"Jangan khawatir. Orang saya udah saya suruh urus. Kita tinggal naik mobil yang jemput aja," jawab Arles santai.

---

"Seinget saya, saya belum pesen hotel, lho, Pak? Kita mau dibawa ke mana coba?" tanya Gemi untuk kesekian kalinya.

Arles menghela nafas dan tersenyum. "Ya ke rumah keluarga saya lah, Lang. Masa ke hotel. Memang kalau saya ke Inggris, kamu pesenin hotel? Wong saya ke Bogor aja kamu gak pernah pesenin hotel, apalagi ke sini."

"Hah?! Ke rumah keluarga bapak?! Lah, meeting-nya gimana, Pak?!"

"Meeting apaan sih kamu ini."

"Kata bapak kita mau ketemu orang penting dan berpengaruh pada perusahaan—"

"Ya keluarga saya toh? Mereka yang paling berpengaruh di Mahapahit Textile. Gimana sih kamu ini. Oh iya, satu hal lagi, jangan panggil saya bapak kalau tidak di kantor atau urusan pekerjaan. Panggilnya Arles aja."

"Lah? Kok gitu, Pak? Bapak kan atasan saya."

"Itu kan kalau lagi kerja, Ilang. Kalau di luar pekerjaan, kita teman, oke?"

Gemilang mengangguk-angguk paham. Terserah apa yang atasannya katakan saja. Yang penting gaji ngalir.

---

Gemi menatap wah rumah di hadapannya ini.

"Saya tau bapak pengimpor tekstil nomor satu di Indonesia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Saya tau bapak pengimpor tekstil nomor satu di Indonesia. Rumah bapak juga gak lebih dari sepetak apartemen di Jakarta. Tapi saya gak tau bapak sekaya ini! Bapak mau nyaingin istana Buckingham ya?!"

Arles tertawa, "Ini semua warisan kakek buyutku. Jadi ini bukan punyaku. Jangan pake bapak, Ilang! Kita kan gak lagi kerja."

"Eh iya, maap." Tampaknya Gemilang tak menyadari perubahaan perkataan Arles yang tadinya saya-kamu menjadi aku-kamu.

"Arles!" Seorang gadis kecil berlari ke luar pintu dan langsung memeluk Arles.

"Kiara!"

"I miss you so bad!" seru gadis itu dengan logat British-nya yang sangat kental. "Me too," jawab Arles.

Kemudian seorang wanita yang tampak dewasa dengan wajah oriental keluar dari pintu rumah megah itu dengan senyumannya yang merekah.

"Kiara sangat merindukan pamannya."

Arles melepas pelukannya dengan Kiara dan tersenyum. "Hai, Sis."

Kakak Arles memeluk sang adik dan mengambil putrinya dari gendongan Arles. "Inikah wanita yang kau maksud?" tanyanya dengan aksen Indonesia yang terdengar sangat baku.

Gemilang terdiam kaku. Apa maksud wanita cantik ini?!

"Ya. Ini Gemilang. Gemilang, ini kakakku, Gemma, dan anaknya, Kiara."

Gemma tersenyum. "Senang akhirnya bisa bertemu denganmu, Gemilang. Ayo masuk, Papa dan Mama sudah menunggu."

Sementara Arles tersenyum dan mengamit tangan Gemi, wanita itu tampak gugup. Kenapa atasannya memperkenalkannya ke keluarganya? Dan apa maksudnya Gemi adalah wanita yang dimaksud?!

Her BossWhere stories live. Discover now