#8

274 30 1
                                    

Pagi ini kabut menyelimuti pepohonan, aku dapat merasakan diriku merinding kedinginan. Selama satu jam ke depan, kami gunakan untuk breakfast dan tetap mencari informasi. Karena saking kekenyangan dan kemarin malam aku insom, tanpa kusadari, aku ketiduran. Evan yang pamit untuk pergi ke tempat-tempat bela diri untuk menyelidiki sendiri itu pun tidak kusadari karena saking kelelahan dan tidurku terlalu nyenyak. Ryan menemani Bion ke kamarnya, karena cowok itu takut gara-gara perkataan Evan tadi. Jadilah sekarang di kamar ini tinggal aku dan Sasa.

Setelah tertidur selama hampir satu jam, aku terbangun. Mataku menatap Sasa yang sedang duduk di ujung sana. Sasa tampak bosan, dia terus melihat ke arahku. Saat mata kami hampir bertemu, buru-buru aku menutup mataku rapat-rapat. Seharusnya aku pergunakan waktu ini untuk mengobrol dengannya, tapi karena aku terlalu canggung dengan suasana saat ini, jadilah aku memilih untuk menutup mataku kembali.

Tanpa kusadari, aku kembali tertidur selama empat puluh menit. Saat terbangun, aku melihat ke sekeliling. Sasa tidak ada di kamar. Ke mana dirinya pergi? Aku bangkit berdiri dan menuju ke kamar mandi lalu mengetuk pintunya, tidak ada jawaban. Kubuka pintu, ternyata kosong. Lantas, aku langsung bergegas ke kamar sebelah dan mengetuk pintunya dengan keras. Saat pintu terbuka, aku hanya melihat Ryan dan Bion yang sedang menonton televisi. Awalnya, aku kira Evan juga hilang seperti Sasa, tapi ternyata dia pergi untuk menyelidiki orang-orang sendiri.

"Sasa hilang," ucapku, wajahku sudah panik. Kenapa bisa-bisanya dia pergi tanpa membangunkanku? Aku takut jika dia sendiri, penculik itu kembali melakukan aksinya.

Bion dan Ryan sama-sama melongo. Aku berdecak, mengacak rambutku frustasi sambil menggigit bibir bawah. Dengan cepat aku menyuruh mereka menemaniku untuk mencari Sasa.

***

Sania tengah berjalan gontai di sepanjang villa. Villa ini terlihat sangat asri dan segar karena banyaknya pepohonan yang ada. Sudut bibirnya membentuk sebuah senyum tipis. Namun, kesenangan itu langsung pudar begitu seseorang menabraknya dari depan dan akhirnya ponsel yang berada di tangannya itu jatuh dan hampir saja dirinya jatuh ke belakang kalau tidak ada yang menahan tangan kanannya.

Sania mendumel dalam hati. Orang yang menabraknya tadi benar-benar tidak sopan. Meminta maaf juga tidak dan langsung pergi begitu saja. Dia mengambil ponselnya yang agak lecet dan untung saja masih bisa berfungsi dengan baik. Sambil mendongak, dirinya mengucapkan terima kasih pada orang yang telah menolongnya barusan.

"Makasih ya." Sania kembali melihat ponselnya dan alisnya bertaut sambil celingak-celinguk.

"Kenapa? Ada yang hilang?" tanya cowok itu.

Dia mengangguk singkat. "Gantungan hape gue."

Cowok itu langsung bergerak mencari gantungan hape itu di sekitar dan akhirnya dia menemukan gantungan itu disamping rumput, kemudian mengembalikannya pada Sania. Cewek itu menerimanya sambil tersenyum lega dan mengucapkan terima kasih lagi. Cowok dihadapannya ini bukan hanya ganteng, tapi baik juga.

Pandangan matanya tertuju pada baju yang cowok itu kenakan dan manggut-manggut. Ternyata cowok ini kerja di sini. Karena penasaran, dia bertanya.

"Lo kerja di sini?"

Cowok itu melihat bajunya, sambil tersenyum, ia mengangguk. "Iya, gue lagi coba-coba kerja," jawab cowok itu. Sama dengan Sania, dia juga langsung memakai kata gue-lo.

"Tapi, kok lo pilih tempatnya di daerah kayak gini? Ini kan daerah yang gak begitu dikenal dan terpencil lagi," sahut Sania penasaran.

Kasus Rahasiaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें