#6

297 28 0
                                    

Pagi ini masih sama seperti kemarin. Evan dan Bion sudah mengungsi ke kamarku saat waktu baru menunjukkan pukul delapan pagi. Aku melongo kala melihat dua orang yang baru saja masuk itu. Evan, mukanya tampak sekali baru bangun tidur. Dia memakai t-shirt putih dengan celana selutut miliknya. Bahkan, aku sempat melihat air liur di sudut bibirnya! Evan, ya, memang selalu jadi Evan. Pemalas! Pintarnya main cewek! Kadang-kadang suka terbang jauh, alias menyombongkan diri! Tapi, grup yang kami bentuk ini juga tidak ada apa-apanya kalau tidak ada Evan, cowok paling kuat diantara kami. Dan otomatis, nama grup kami bukan lagi The Five.

Sedangkan Bion, dia sudah rapi dengan memakai kemeja hitam yang lengannya digulung sampai ke siku dan celana panjang jins berwarna biru tua. Tentu saja tidak lupa dengan laptop kesayangannya yang berada di tangan kanannya. Anak satu ini memang yang paling rajin diantara kami. Sudah rajin bangun pagi, rajin mencari informasi pula! Dan sialnya, aku tidak bisa mencabut kata-kata yang sudah kuucapkan barusan. Ternyata anak itu bukannya sedang mencari informasi, tapi sedang bermain game. Ah, aku tertipu. Langsung saja aku melempar bantalku ke depan wajah Bion.

Menautkan alisnya, Bion yang sudah duduk di atas sofa itu berdecak sebal sambil bangkit berdiri, lalu menghampiriku dan berniat memukulku. Aku langsung mengangkat daguku tinggi-tinggi. Kini, kami saling beradu pelototan.

Melihat itu, Ryan langsung mengangkat kedua tangannya yang membuat kami terdiam. Karena kalau sudah begitu, itu artinya dia menyuruh kami diam dan mendengarkannya berbicara.

"Jadi, apa yang harus kita lakuin hari ini? Kita nggak bisa biarin si penculik mulai aksinya lagi. Apalagi, kemarin dia udah tahu kalau ada banyak orang yang awasi dia. Gue rasa dia udah ganti strateginya. Sekali, dia bisa kalahin polisi-polisi itu. Tapi yang kedua kali, nggak mungkin dia nggak ganti strategi. Dia juga nggak sebego itu," ucap Ryan, membuka pembicaraan.

"Iya juga, sih. Tapi setelah kejadian kemarin, gimana kalau dia udah nggak culik cewek-cewek dari daerah situ lagi? Gimana kalau dia pindah ke tempat lain?" sahut Sasa.

"Terus, gimana kalau ternyata penculiknya itu salah satu pengunjung di sini? Dan gimana kalau dia mulai culik cewek-cewek itu dari dalam villa ini? Eh, tapi kan di dalam villa ada CCTV," asumsi Bion.

"Gini aja deh, gimana kalau gue sama Bion cari daftar nama pengunjung di sini yang cowok? Ryan ikut gue sama Bion, dia jaga-jaga keadaan sekitar dan lihat siapa yang mencurigakan. Dimi sama Sania, kalian beliin kita semua sarapan, ya. Di sini ada disediain breakfast, sih, tapi gue lagi pengin makanan luar aja, hehehe," ucap Evan dengan cengiran khasnya.

"Halah, bilang aja lo nggak mau keluarin duit, kan? Dasar pelit," cibir Sasa.

Evan hanya terkekeh sambil menggaruk hidungnya. "Entar gue bayar deh, tapi kalau punya duit, ya."

"Makanya duit tuh ditabung, bukan dihamburin nggak jelas bareng cewek lo," timpal Ryan.

"Setuju sama Ryan!" seru Bion. Mendengar itu semua, Evan hanya mengangguk-ngangguk saja.

Yes! Aku harus banyak berterima kasih sama Evan karena sudah membuatku bersama Sasa. Dari sejak Sasa pulang dari Singapura, aku tidak pernah benar-benar menghabiskan waktu bersamanya. Lagi pula, kasus ini kami terima tepat pada saat Sasa baru pulang dari liburan.

Setelah kami selesai dengan pembagian tugas kami, kami langsung bergegas ke arah resepsionis sebelum akhirnya kami berpisah di sana. Dalam perjalanan, Evan terus merapikan rambutnya karena dia mendapatkan bagian untuk tebar pesona di depan resepsionis itu supaya nanti setelah resepsionis itu benar-benar terbawa suasana, barulah Bion mulai melakukan bagiannya dengan mematikan CCTV yang ada untuk beberapa menit dan meng-copy nama-nama pengunjung yang ada. Untunglah villa ini tidak begitu ramai, jadi nanti nama-nama pengunjungnya pun bisa dengan cepat ter-copy.

Kasus RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang