#5

338 35 0
                                    

Sebelum kami diberi tahu kamar kami, kami meminta kamar kami bersebelahan. Dan sekarang kami semua sedang berkumpul di kamar yang kutempati. Itu artinya Bion dan Evan mengungsi sebentar ke kamarku. Lalu, kami semua mulai membahas tentang pemilik villa ini. Tadi, kami sempat melihat bagaimana rupa si pemilik villa ini. Pemiliknya laki-laki, kisaran berumur empat puluh tahunan. Soal bodi, bodinya lumayan gagah, tapi dia sedikit buncit.

"Jadi, menurut lo pada, Pak Kumis itu mencurigakan, nggak?" tanya Sasa, salah satu tangannya terjulur untuk mengambil bantal yang berada di sampingnya, kemudian menaruhnya di atas paha.

Aku mengangguk singkat menanggapi pertanyaannya barusan. "Sedikit, sih. Dari cara dia pandang semua orang itu datar banget. Mukanya nyeremin! Mana jenggotnya tebal lagi."

Evan juga ikut menyahut, selagi dirinya sedang chat dengan pacarnya. "Tapi, kalau dibandingin sama bodi Ryan, kayaknya bapak itu kalah deh. Jadi, untuk berpikir bahwa bapak itu pelakunya, kemungkinannya kecil."

"Bodi nggak mencerminkan tenaga, sob! Bisa aja bodinya nggak segede Ryan, tapi tenaganya super," cetus Bion. Namun, kali ini ia berucap sambil menutup laptopnya.

"Tumben, belum dapat info, tapi udah tutup laptop," komentarku saat melihat tingkahnya yang tidak seperti biasanya itu.

"Gue bukan robot, Dim. Gue cuma manusia yang matanya juga bisa sakit kalau kelamaan lihat laptop." Bion menjawab sembari memejamkan kedua matanya. Tangan kanannya sibuk memijat kedua matanya.

Kasihan juga, sih, dia. Pikirku.

"Ah, coba aja ada kopi," lanjutnya.

Kami semua tahu bahwa ucapan Bion barusan adalah sebuah kode, dan kami pun tidak berniat menanggapinya.

"Tapi, kalau gaming semaleman nggak capek, ya, hehe." Aku tertawa keras, sengaja.

"Itu beda lagi, Dim. Gaming itu buat melatih otak. Asal kalian tahu, ya, gue bisa pintar, jenius, dan cepat tanggap itu gara-gara otak gue sering dilatih sama game-game yang bermanfaat. Emangnya Evan, main game cuma yang ada cewek-ceweknya aja! Dasar buaya lintah kodok darat!" semprot Bion. Detik selanjutnya, kami semua tertawa terbahak-bahak.

Evan langsung menampilkan tampang betenya, tapi pada akhirnya dia tidak tahan untuk tertawa juga mendengar ucapan melebih-lebihkan dari Bion itu.

"Kan buat cuci mata," jawab Evan sekenanya.

"Ya.. tapi nggak sama cewek yang ada di game juga kali! Lagian, itu kan fiksi, nggak nyata! Bisa-bisa lo dikira nggak waras, hihhh!" Bion bergidik geli, masih dengan suara yang menggebu-gebu seperti tadi.

"Iye-iye, ngomong, ya, ngomong aja. Ludahnya nggak usah muncrat ke mana-mana," sindir Evan, kedua matanya melirik Bion dengan sinis.

"Maaf deh, habisnya lihat lo tuh bawaannya pengin marah terus," jawab Bion. Namun, setelah itu dia menutup mulutnya dan cengengesan. "Sori ye, muncrat lagi ludah gue."

Memang dasar Bion! Kadang nyebelin, kadang enekkin, tapi bisa bikin orang sakit perut juga gara-gara tingkah dan sifat konyolnya itu. Karena saking ngakaknya, aku baru sadar kalau topik yang kami bicarakan sudah melenceng. Jadilah aku kembali ke topik pembicaraan lagi.

"Jadi, pemilik villa ini masuk ke dalam daftar tersangka nomor satu, ya. Perlu ditulis nggak nih siapa-siapa aja yang masuk ke dalam daftar tersangka kita?" tanyaku sembari menatap mereka satu-persatu.

"Nggak usah. Entar nama-namanya gue capture aja di dalam otak gue," jawab Bion spontan.

Aku mengangguk sambil mencibir. "Sok iye lo."

Kasus RahasiaWhere stories live. Discover now