CHAPTER 4

8.5K 1.5K 23
                                    


Ada kalanya Namjoon berpikiran bodoh. Seperti kembali mengingat masa lalunya lalu berandai-andai; "mungkin seharusnya dulu begini, andai kata aku seperti itu, seharusnya aku jangan," semuanya bodoh! Apa yang didapat dari beranda-andai selain rasa penyesalan di hati?

Namjoon punya prinsip; apa yang ia putuskan tidak akan disesalinya di kemudian hari. Biarlah ia menanggung akibatnya, setidaknya ia bangga atas keputusan yang diambilnya.

Orang-orang berkata Kim Namjoon itu gila, bodoh karena melepaskan ingar bingar dunia mewah yang diimpikan semua orang. Tapi Namjoon justru akan balas mengatai orang-orang yang bermimpi kemewahan itu berotak udang, bodoh karena hanya memikirkan enaknya saja.

Setiap kenikmatan yang diterima tentu ada harga yang harus dibayar, jika hanya diam dan menatap langit jangan bermimpi tinggi! Semua butuh usaha. Lalu, jika sudah tercapai, tentu ada resiko yang harus diwaspadai. Banyak godaan yang akan mengusik jiwa, setan berkeliaran di mana-mana.

"Sudah makan, Nak?"

Namjoon menoleh, menatap wanita paruh baya yang berjalan ke arahnya. Penghuni kamar 22, tepat di sebelah kamar Laura. Namjoon memanggilnya Ahjumma Hwang, karena memang asalnya sama-sama dari Korea. Sudah hampir tiga tahun wanita tua itu pindah ke Amerika dan menetap di apartemen yang Namjoon jaga, tapi masih belum bisa berbicara Bahasa Inggris. Beruntungnya ada Namjoon yang menjadi teman mengobrolnya.

"Sudah. Ahjumma sudah makan?" tanya balik Namjoon.

"Sudah," jawabnya lalu tiba-tiba menyerahkan bingkisan kecil kepada Namjoon. "Nasi goreng khimchi, untuk makan siangmu."

Namjoon menerimanya, mengucapkan terima kasih dan memperlihatkan lesung pipitnya. Wanita yang sudah dianggap Namjoon sebagai ibunya itu memang memiliki hati yang baik, memperlakukannya seperti putra kandungnya. Terkadang, saat Namjoon mengajak Noora, wanita paruh baya itu akan berteriak senang seperti lama tidak bertemu cucunya.

"Aku membuatnya dua. Untuk Noora di kotak yang berwarna merah muda, hanya perlu di panaskan lagi," kata sang bibi pada Namjoon, menepuk-nepuk pundaknya lalu kembali berucap, "Jika kekurangan makanan, ketuk saja pintuku. Jangan memaksakan diri. Noora masih sangat kecil."

Namjoon hanya tersenyum tipis, ternyata ia belum mampu menjadi orang tua yang berhasil.

[]

SWEET DADDY✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن