CHAPTER 2

10.9K 1.6K 144
                                    


Namjoon bergegas mengeluarkan kotak bekal milik Noora, mengisinya dengan nasi dan lauk seadanya. Bahan-bahan makanan hampir habis, Namjoon belum membelinya, masih harus menunggu beberapa hari lagi sampai gajinya keluar.

Uang jeri payahnya bulan lalu tinggal sedikit, mungkin hanya cukup memenuhi kantong celana putrinya untuk membeli permen kesukaannya. Namjoon sudah berhemat tapi kebutuhan di Amerika semakin melangit. Mungkin ia harus mencari pekerjaan tambahan bulan depan.

"Daddy!"

Namjoon menoleh ke bawah, melihat putri kecilnya yang hanya setinggi pahanya telah siap dengan tas sekolahnya.

"Hai, Sayang. Sudah pastikan tidak ada yang tertinggal?"

"Sudah!"

"Tugas sekolah sudah dikerjakan?"

"Sudah, Daddy! Sudah semua," jawab Noora dengan semangat.

Namjoon tersenyum lega, sepertinya ia sudah cukup baik untuk dikatakan sebagai orang tua yang berhasil menjaga buah hatinya. Ia memang bukan laki-laki serba bisa yang bagus dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak atau mencuci, Namjoon masih terus belajar. Seringkali ia justru mengacaukan pekerjaannya dan harus mengulang dari awal dengan sabar.

"Cepat duduk dan habiskan sarapanmu. Daddy masih harus menyiapkan bekalmu."

Noora mengangguk, segera mendudukkan diri di kursi yang di desain khusus oleh Namjoon untuk putrinya. Mata berbinar Noora langsung berubah sendu saat melihat makanan yang tersaji di meja makan. Hanya ada satu piring nasi beserta telur mata sapi dan segelas susu putih di sampingnya.

Bukannya tidak suka, Noora justru menyukainya. Tapi piringnya hanya satu, tidak ada milik ayahnya.

"Daddy sudah makan, Sayang. Cepat habiskan," ucap Namjoon setelah tanpa sengaja menangkap raut sedih putrinya.

Noora tahu, ayahnya berbohong. Jika tidak ada dua piring di meja makan, itu artinya Namjoon tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan lebih. Ayahnya pasti kembali menahan lapar untuk dirinya. Sudah biasa, teramat sering bahkan.

Tidak ingin membuat pengorbanan ayahnya sia-sia, Noora segera melahap sarapannya tanpa suara. Ia harus menghabiskannya tanpa bertanya apa pun pada Namjoon jika tidak ingin menambah beban pikiran ayahnya.

Namjoon yang melihatnya tersenyum, putrinya dapat makan dengan cukup. Tak apa jika ia tidak mendapatkan jatah makanannya. Ia tidak merasa lapar, melihat Noora makan sudah membuatnya merasa kenyang. Setidaknya di tempat kerja nanti mungkin ia bisa mendapatkan beberapa potong roti dari bosnya. Atasannya memang baik, sering membagikan makan ringan.

"Sudah siap?" tanya Namjoon.

Noora mengangguk. Sarapannya telah habis, begitu pula susu hangat yang dibuat ayahnya untuknya telah diteguknya sampai tetes terakhir. Ia tidak boleh membuang hasil jeri payah ayahnya walau hanya setetes.

"Ayo tuan putri, kendaraan labu siap mengantar ke istana."

Noora menyambar uluran tangan ayahnya, berjalan bersama-sama keluar dari rumah sewa yang telah ia tempati sejak kelahirannya. Sementara itu Namjoon tidak lupa memakai topi dan maskernya, menutupi wajahnya hingga hanya terlihat kedua bola matanya.

Noora pernah bertanya kenapa ayahnya selalu memakai kedua benda penutup itu, tapi Namjoon hanya menjawab dengan candaan; "Daddy terlalu tampan Noora, bagaimana jika banyak gadis yang mendekat?"

Kala itu Noora hanya tertawa geli, tapi mungkin ia akan menangis setelah mengetahui alasan yang sebenarnya.

[]

SWEET DADDY✓Where stories live. Discover now