CHAPTER 3

9.3K 1.5K 84
                                    


Angin kencang menerpa wajah bersamaan dengan pedal sepeda yang dikayuh kuat oleh Namjoon. Duda beranak satu itu memang selalu diburu oleh waktu. Namjoon harus mengantar putrinya ke sekolah lalu segera memutar arah menuju tempatnya bekerja. Perbedaan jaraknya cukup jauh, apalagi jika hanya ditempuh menggunakan sepeda tua yang dibeli Namjoon dari tempat loak, sungguh membutuhkan waktu.

Orang lain di luar sana mungkin tidak akan tahan menjalani kehidupan seperti Kim Namjoon. Hidup berdua dengan seorang putri yang masih kecil, tinggal di tempat yang jauh dari kata nyaman, dan hanya bekerja sebagai penjaga keamanan di sebuah apartemen kecil di pinggir kota. Tentu gajinya juga tidak seberapa, apalagi jika harus diukur dengan taraf kehidupan orang Amerika, tentu jauh sekali.

"Sudah sampai tuan putri." Namjoon segera memarkirkan sepeda tuanya di pinggir gerbang dan segera membantu putrinya untuk turun. "Belajar yang benar. Jangan nakal, dengarkan apa yang dikatakan pengajar. Bekalnya jangan lupa dihabiskan," pesan Namjoon, yang selalu sama setiap harinya. Noora bahkan sudah hafal betul apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ia sebenarnya anak baik, hanya nakal pada waktu-waktu tertentu sebagai kesenangannya.

"Daddy cepat pergi. Nanti terlambat bekerja," ucap Noora mengingatkan.

Namjoon mengangguk, ia memang harus segera pergi atau ia akan mendapatkan pemotongan gaji karena terlambat bekerja. Tapi sebelum itu, seperti hari-hari biasanya, ia akan menundukkan sedikit tubuhnya untuk menerima beberapa kecupan sayang dari putrinya. Lalu bergantian membalasnya dengan sayang.

"Hati-hati, Daddy!" pekik Noora saat melihat punggung ayahnya menjauh dari pandangannya.

Noora segera memasuki bangunan di depannya, berbaur dengan teman-teman seusianya. Hari ini sepertinya ia tidak akan membeli permen cokelat. Noora tidak akan menggunakan uang sakunya. Ia akan menyimpannya lalu diam-diam memasukkannya kembali pada kantong celana ayahnya seperti yang sering ia lakukan.

Namjoon itu terkadang pelupa, tidak ingat dari mana uang yang selalu memenuhi kantong celananya yang digantung.

Di lain tempat, Namjoon sudah sampai pada bangun bertingkat lima yang harus ia jaga. Terkadang ia tertawa setiap mengingat cita-citanya saat kecil—menjadi seorang penjaga keamanan apartemen, dan ya, mimpi siapa yang tahu? Sekali pun aneh bisa saja menjadi kenyataan.

"Good morning, Joon!"

Suara berat langsung menyapa rungu Namjoon begitu ia sampai di ruangan kecil tempat penyimpanan seragam hitam kebanggaannya. Teman satu profesinya, namanya Mark, pria asal Kanada yang merantau ke Amerika. Sayangnya pria itu sama seperti Namjoon, kurang beruntung dalam perekonomian.

"Morning, Mark!"

"For you." Mark menyerahkan satu bungkusan plastik hitam pada Namjoon. "From Miss Laura," sambungnya dengan senyuman menggoda.

Laura, perempuan penghuni kamar 23 yang sudah lama menaruh hati pada Namjoon. Beberapa kali dalam seminggu gadis itu memang sering menitipkan sesuatu untuk Namjoon, sekedar sarapan atau makan ringan yang sering Namjoon bawa pulang untuk Noora. Sayangnya pria itu tidak terlalu menganggap serius perasaannya. Namjoon masih mengutamakan Noora daripada kisah percintaannya.

[]

SWEET DADDY✓Where stories live. Discover now