[24] Siren Liar

632 128 1
                                    

Suasana mendadak berubah mencekam. Hembusan air menggigilkan kulit-kulit mereka. Sebabnya adalah, sekitar dua ratus meter lagi mereka akan sampai ke Siren's Region. Perkampungan para siren liar. Keadaan yang sepi membuat mereka semakin waspada. Tidak ada ikan sama sekali. Namun, beberapa menit setelah mereka berenang. Pemandangan menakjubkan tersaji di hadapan mereka. Hamparan batu karang putih, serta bebungaan laut tersaji begitu saja. Sayangnya Maureen tidak dapat menikmati keindahan itu, dikarenakan matanya yang tidak berfungsi dengan baik tanpa kacamata.

Entah di mana kacamata tersebut sekarang. Maureen ataupun Lucas tidak tahu. Ya, biarlah itu menjadi rahasia alam. Maureen mengeratkan pelukan tangannya pada leher Lucas. Berenang pelan, Lucas membawa mereka semakin dekat ke perkampungan siren.

"Seandainya kamu lihat pemandangan di sekitarmu. Sangat menakjubkan," ujar Lucas. Ya, memang menakjubkan. Namun, sayangnya aura yang dipancarkan di tempat itu terasa ... mencekam. Maureen merasa sesak di sana.

"Benar ini jalannya?" tanya Maureen ragu-ragu.

Maureen dapat perasakan pemuda siren tersebut mengangguk. "Ya, ini siren region. Kamu tahu, 'kan? Tempatnya para siren liar diasingkan jaman dulu. Sekarang menjadi perkampungan para siren. Tetaplah berpegangan. Jangan takut, aku bersamamu."

Maureen mengangguk.

Mereka semakin berenang mendekat. Pemandangan indah tanpa penghuni. Sangat aneh. Tidak ada bangunan atau bentuk-bentuk yang dapat dikatakan sebagai rumah. Hanya terdapat karang-karang raksasa di sekitar sana. Maureen memekik merasakan kakinya menyentuh sesuatu. Lucas berhenti.

"Ada apa?"

"A-ada sesuatu, yang menyentuh kakiku tadi. D-di belakang." Maureen menoleh ke belakang dan tidak mendapati apa pun di sana.

"Sudahlah, mungkin kena ikan-ikan kecil. Jangan takut, tenanglah ...."

SRAATT.

SRASHHH.

Lucas bahkan tidak dapat melihat bagaimana ini terjadi. Dalam sekejap Maureen dan Lucas dikepung. Nampak beberapa siren liar keluar dari persembunyian mereka, yaitu di antara karang-karang. Jangan tanyakan bagaimana keadaan Maureen saat ini. Gadis itu merasa syok. Ia bersembunyi di belakang Lucas. Dengan tangan gemetar gadis itu diam tanpa suara. Lucas terlihat tidak gentar. Entah seberapa banyak pun kumpulan siren liar yang mengelilingi mereka, pemuda siren itu tetap terlihat tidak putus asa.

Seorang siren yang sepertinya ketua kumpulan maju mendekat. Siren liar yang berjenis kelamin pria itu tertawa terbahak-bahak. "Ada nyali kalian datang ke sini. Apa mau kalian?"

Tampang pria siren itu mengerikan. Sisik ekornya seolah-olah teraba tajam. Matanya membelalak dengan telinga runcing. Gigi-giginya tajam dengan dua taring di depan. Ini baru monster sesungguhnya. Mungkin siren ini yang pernah dilihat Richard. Tapi bagaimana mungkin? Bukankah siren liar tidak dapat menyentuh daratan, dengan kata lain tidam dapat melewati portal seperti siren lainnya. Terkecuali untuk para tetua siren yang memang dapat menembus daratan.

"Kami hanya lewat sebentar. Tujuan kami sebenarnya adalah mencari berystone. Kalau kalian berkenan, bolehkah kami—"

"Pergi, huh?" sambung pria siren tersebut sinis. "Kalian tidak dapat pergi setelah 'mampir' rumah kami. Kami harus menyambut kalian terlebih dahulu. Kita sejenis bukan, sama-sama siren. Eh, sebentar ... kau membawa manusia." Pria tersebut menatap tajam, seringainya terlihat memperlihatkan deretan gigi-gigi tajamnya. "Cakarku, lama tidak mencabik. Aku rindu rasanya.

"Bagaimana dengan kalian teman-teman?" tanya pria tersebut kepada seluruh siren liar yang berdiri mengepung. Siren-siren tersebut tertawa mencekat.

Mereka dalam keadaan yang gawat. Sedikit kesalahan akan membawa mereka menuju ajal.

"Tolong, ijinkan kami pergi. Kami sungguh-sungguh hanya ingin lewat. Bukan bermaksud mengganggu kalian," ujar Maureen pelan.

"Eum." Pemuda siren tersebut mengendus tertarik. "Aku rindu bau ini, darah segar. Satu goresan saja, boleh?"

Maureen bergetar di belakang Lucas. Ia menutup mata.

Semua siren tersebut mendekat dan memisahkan Lucas dengan Maureen. Dengan gembira serta terbahak mereka menari-nari dengan ayunan ekor yang sama sekali tidak seiras. Seorang siren mengeluarkan cakarnya. Dengan cermat diarahkannya cakar itu ke wajah Maureen.

Gerakan tersebut terhenti dalam jarak dua senti ketika terdengar bentakan keras, "Apa yang kaulakukan?!"

Itu si ketua siren pria. Wajahnya mengeras dengan mata membelalak lebar, seakan bola matanya akan keluar dari tempatnya. Namun, seringainya terlihat kemudian. "Kalian tahu tahu aturannya. Dengan perlahan." Pria tersebut terkekeh disusul siren yang lain.

Alunan lagu bernada sumbang terdengar, "Ayo kita mulai. Perlahan, namun terasa. Gores demi gores. Jangan tergesa, kita nikmati perlahan."

Maureen memekik menyadari seorang siren mulai menyerangnya. Maureen dengan sigap memutar tubuh Maureen ke posisi aman. Kekehan kembali terdengar.

"Lihatlah tikus-tikus ini. Apa yang kalian lakukan, huh? Ingin melawan rupanya. Patut diapresiasi nyali kalian. Tapi, hanya saja,"-Maureen memekik kesakitan ketika segores luka menghujam lengan kanannya-"kalian lambat, lemah. Dua tikus kecil tidak akan menang melawan kami. Apalagi salah satu dari kalian adalah manusia, makhluk terlemah."

"Hentikan semuanya. Sterogin, apa yang  kamu lakukan kepada tamu-tamu kita?" ujar seorang siren wanita mendekati kumpulan. Wajahnya berwarna ungu dengan garis-garis putih bersinar menghiasi. Kuku runcing serta iris merah mengkilat.

"Melani!" sorak semua siren liar di sana.

To be continued.
802 word.

Underwater World: Gate of Berry Head ArchWhere stories live. Discover now