[7] Siren Liar

1.3K 284 16
                                    

Hah, pikiran itu masih membayang di otakku. Dongeng Lucas yang membuatku merasa iba pada Simphony dan para siren ini.

Aku benci harus mengakui ini, tapi manusia itu makhluk yang egois. Tenanglah, maksudku bukan semua. Namun, beberapa seperti itu. Benar, aku juga manusia, hanya saja setelah mendengar kisah dari Lucas ....

Beberapa ratus tahun yang lalu. Saat itu, Lucas masih bayi dan Simphony baru saja dilahirkan. Jangan terkejut, para siren memang berumur panjang. Aku memilih untuk mengubur keingintahuanku tentang umur Lucas saat ini.

Portal dimensi bawah air belum terkunci, mereka bisa saling mengunjungi sesuka hati. Pada suatu ketika, dimulai oleh satu dua manusia, hingga hampir semuanya, mereka memburu para siren. Menjadikan mereka sebagai barang koleksi dan obat-obatan, karena konon, darah mereka bisa membuat manusia hidup abadi.

Saat kutanyakan, Lucas sendiri tidak mempercayainya. Bahkan para siren yang hidupnya ratusan tahun, ada yang ribuan, tetap akan tiada pada akhirnya.

"Lucas sedang apa, sih? Dia memintaku menunggu di sini saat air mulai terang, tapi ... dia yang terlambat." Aku berdecak.

Kulirik tanganku dan tidak menemukan jam di sana. Aku berharap punya jam tangan yang tahan air.

Lima menit.

Sepuluh menit.

Dua puluh menit.

Okay, itu hanya tebakanku saja.

Lucas ternyata tipe siren pemalas. Namun, baru saja aku berniat pergi untuk pulang ke rumah Bibi Deana, terdengar siulan seseorang yang semakin mendekat.

"Lucas, kamu lama seka-"

SRAASH.

"Eh, ada manusia?"

Aku terkejut. Siren itu bukan Lucas. Mereka mirip, tapi sangat berbeda. Sesosok siren melayang di depanku, bertelanjang dada dengan syal merah maroon yang menggantung di leher. Seharusnya aku sudah terbiasa melihat pemandangan tak senonoh ini. Namun, wajahnya menyeringai seolah akan menerkamku hidup-hidup.

"Siapa?" tanyaku nyaris berbisik.

"Kau tidak perlu tahu, Manusia. Tempat ini milikku. Aku yang tertampan dari yang tertampan," jelasnya.

Dia mungkin melihat lirikan tidak sukaku. Aku sudah akan beranjak pergi dari sana. Namun, tanganku dicengkram erat.

"Siapa kamu? Apa maumu?" tanyaku kesal.

"Manusia kadang tidak tahu diri," ujarnya. Pemuda siren itu menggelengkan kepala, lalu menatapku tajam. Tidak tahu mengapa, tapi aku merasa kalau dia bisa membunuhku jika mau.

Aku angkat bicara, "Aku tidak tahu apa alasanmu membenciku. Kamu tidak punya hak untuk mengintimidasiku."

Siren itu tersenyum sinis. Seringainya mampu membuat bulu kudukku berdiri. "Kaummu sudah banyak berdosa, kepada kaum siren.

"Oh, apa kau tahu? Beberapa dari kami juga ada yang menyantap daging."

DEG.

Jantungku berdetak semakin cepat. Spekulasi buruk mulai berhinggapan di pikiranku. Apa mungkin dia akan meneriakiku dengan, 'April Mop!' padahal kemungkinan besar tidak satupun siren memahami artinya?

Aku memekik ketika melihat gigi-gigi tajam yang muncul di mulut pemuda siren itu. Kakiku bergerak mundur. Namun, tangan berselaputnya itu menahanku

"Kau tidak bisa pergi, Manusia."

"Kumohon, biarkan aku pergi," ujarku lirih. Aku benci terjebak dalam maut.

"Sudah sangat lama, dari terakhir kali daging manusia menyapa lidahku."

Underwater World: Gate of Berry Head ArchWhere stories live. Discover now