[20] Dorongan

637 157 6
                                    

Entah sudah berapa lama mereka diam di sini setelah menghilangnya pasukan ubur-ubur bening tersebut ke arah berlawanan. Mereka mempertipis waktu yang tersisa untuk mencapai Berry Head Arch. Masih dalam posisi yang sama, Maureen terbaring lemah di atas ekor Lucas. Penyusutan tubuh cukup menguras energinya. Jika ia berada di darat, peluhnya setidaknya mencapai seperempat ons dalam timbangan. Tubuhnya menciut lagi, yang dapat diartikan bahwa waktu mereka semakin menipis untuk mencapai tujuan.

Melihat segala musibah yang menimpa, tidak aneh jika ia merasa lelah serta putus asa seperti ini. Jika darat bukan jalannya, Maureen akan tetap di sini. Namun, jika air mengusirnya, Maureen akan kembali ke darat. Di saat seperti ini Maureen sangat merindukan keluarganya. Si pintar Alex, ibu, kakek, serta ayahnya. Maureen berharap dapat menemui mereka walau hanya sebentar. Berpisah dengan ayahnya saja Maureen merasa sangat tersiksa, apalagi saat ini. Ketika bahkan nyaris semua masalah diembannya.

Satu hal yang patut disadari, bagaimana pun Maureen hanyalah gadis remaja sekolah menengah atas yang labil. Belum dapat mencari jalan sendiri untuk suatu masalah besar. Seperti saat ini, beruntung Lucas menemaninya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Lucas ketika melihat pergerakan Maureen. Gadis itu menggeleng lemah, badannya bangkit hendak duduk. Namun, rintihannya membuat Lucas kembali membaringkan tubuh renta Maureen. Tidak ada yangpernah berpikir bahwa semua akan serumit ini pada akhirnya. Andai saja ketika itu terjadi badai besar dan Maureen serta Richard batal memancing, maka semua ini tidak akan terjadi. Termasuk, Maureen tidak akan pernah tahu bahwa siren nyata. Pun soal monster danau yang dilihat Richard ternyata seorang siren. Siren pun baginya seperti manusia.

"Biarkan aku duduk," ujar Maureen sedikit tercekat. Tubuhnya sempoyongan. Namun, ia berhasil untuk duduk. Ah, ia kembali tersadar, bahwa kacamatanya hilang di hari itu. Bahkan kakinya terdapat luka lecet serta lebam karena melewati daerah ekstrim tanpa alas kaki. Apalagi setelah insiden ubur-ubur tersebut, untuk berdiri saja rasanya gadis itu tak mampu.

Sementara itu, air di negeri bawah air semakin keruh. Jika dibiarkan akan mengganggu sistem pernapasan para makhluk air. Teruntuk siren khususnya sebagai penguasa perairan. Dengan begini hanya akan mengancam kehidupan makhluk air. Maureen menyapukan pandangan ke sekeliling. Buram, semua buram. Hanya Lucas satu-satunya yang dapat menuntun jalannya.

"Kacamataku," lirih Maureen. Gadis itu masih duduk terpaku dengan kepala menunduk. Kedua kakinya ia tekuk dengan lutut yang digunakan sebagai sandaran dagu.

"Hei, ada aku di sini. Sekarang aku matamu, juga ...,"-potong Lucas menatap lekat Maureen-"ekormu.

"Tahu, kah? Kalau siren kabarnya makhluk air yang paling lihai berenang di air. Kami spesies terhebat di perairan ini. Jangankan membawamu berenang, kami bahkan tidak pernab melihat daratan. Kecuali para tetua siren."

Maureen menatap penuh minat. Kadang ia memang penasaran dengan sejarah negeri bawah air ini.

"Tetua siren, ya." Maureen berpikir sejenak
"Ada yang aneh sih menurutku. Tapi jangan bilang siapa-siapa soal ini, ya," peringat Maureen. "Pernah berpikir kalau Mathias terlalu muda untuk menjabat sebagai tetua?" tanyanya.

Lucas menatap Maureen sejenak dan tertawa keras. Gadis itu menatap bingung. "Terlalu muda, ya?" tanyanya di sela tawa. "Kalau saja kamu tahu umur Tetua Mathias, pasti kamu terkejut."

"Berapa umurnya?" Maureen kembali bertanya.

"Kalau tidak salah, sih, eum ...." Lucas mencoba mengingat-ingat. "Yah, Tetua Mathias memang jarang merayakan ulang tahunnya. Ah, tepatnya tidak pernah. Umurnya kira-kira tujuh puluh tahun ke atas. Atau delapan puluh tahun, ya, aku lupa."

Maureen melotot tak percaya. Matanya nyaris meloncat keluar kelopak. Itu sungguh-sungguh tidak masuk di akal. Bahkan Maureen akan lebih percaya jika Lucas mengatakan bahwa umur Tetua Mathias dua puluh tahunan. Sungguh di luar dugaan menyadari unur Mathias yang sesungguhnya. Lagi pula ini dunia bawah air, tidak dapat disamakan dengan bumi.

"Lalu ..., berarti Shimpony ...."

Lucas memotong, "Sekitar empat puluh tahun. Yang ini mungkin kamu enggak terkejut, berhubung sifatnya memang menyamai nenek-nenek sensitif."

Empat puluh tahun. Seorang gadis cantik--Shimpony--yang begitu membencinya, walau Maureen tidak mengerti apa yang telah diperbuatnya, ternyata lebih tua dari ibunya sendiri. Maureen kembali mengalami kekagetan seperti yang dirasakannya ketika pertama kali datang kemari. Siapa yang menyangka umur Shimpony telah setua itu. Jika dibandingkan dengan umurnya sungguh tidak masuk akal.

"Ha ha ha ha." Lucas tertawa lagi. Suara baritonnya terdengar keras. "Mau tahu berapa umurku sekarang?"

"Enam puluh?" tebak Maureen. Tawa bariton Lucas kembali menggema. "Enak saja, aku enggak setua itu. Umurku dua puluh tahun."

Baiklah, kini Maureen benar-benar tidak mengerti. Lebih tepatnya tidak percaya.

"Jadi begini. Sebelumnya aku akan memberikan sedikit kuliah. Tetua siren bukan sekedar Tetua, mereka orang-orang terpilih yang dapat mengendalikan serta menguasai berystone. Kemampuan yang didapatkan sejak lahir. Bukan merupakan kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Semua siren yang dapat mengendalikan berystone akan diangkat menjadi tetua siren.

"Sebagai Tetua tentu banyak kelebihannya. Memiliki umur yang lebih panjang dari siren lainnya dengan bantuan kekuatan berystone. Mereka bahkan dapat menembus portal dimensi bawah air dan menuju permukaan," jelas Lucas.

"Bagaimana dengan Shimpony? Dia kan bukan Tetua siren." Maureen mengajukan ketidaksesuaian pendapatnya.

"Bukan rahasia lagi, soal serpihan berystone yang bersarang di tubuh Shimpony. Beberapa saat ketika Shimpony dilahirkan, tabib menyatakan bahwa dia meninggal dalam kandungan. Tetua Doti, yang tidak lain adalah ayahnya tanpa ragu memasukkan serpihan berystone ke tubuh anaknya menggunakan kemampuannya. Semasa itu umur Mathias masih tiga puluh tahunan, atau setara dengan umur lima belas tahun siren biasa. Dengan begitu nyawa Shimpony dapat diselamatkan. Aku tidak ingin melihat reaksi Tetua Doti jika saja dia masih hidup dan melihat kelakuan anaknya ini."

Maureen memilih menyimak dalam diam. Ini semacam pengetahuan baru untuknya.

To be continued.
900 word.

⚪Dyahputri⚪
(24/08/2018)
18:17

Underwater World: Gate of Berry Head ArchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang