[8] Shimpony

1.1K 231 8
                                    

Kira-kira tiga hari rumah ini terasa hening. Bebungaan indah yang semula terjaga tiap harinya mulai terlihat kering. Tak ada seorang pun yang kini menyirami serta memberi pupuk. Mawar merah yang sebelumnya terlihat menyala mulai memudar warnanya, dan kelopak lili putih sebagian rontok di tanah. Semua terjadi akibat ketidakhadiran Maureen. Begitu pun dengan kekosongan rumah.

Di ruang keluarga juga tidak seceria sebelumnya. Ethan pergi keluar kota untuk mengurus pemindahan kerjanya kemari. Ayah satu anak itu ingin menghibur istrinya yang akhir-akhir ini terlihat murung. Kemurungan Sasi berdampak pada makanan yang dimasaknya. Seringkali karena kurang fokus, Sasi menggosongkan salmon yang di gorengnya. Berbicara tentang salmon, semua warga rumah tahu selain Alex, yang menyukai salmon hanyalah Maureen.

Kebiasaan Sasi dengan masakan gosongnya tidak terlalu dipermasalahkan. Richard dan Ethan makan dalam diam tanpa berkomentar. Malahan mereka khawatir dengan mental Sasi yang semakin memburuk. Hanya Alex yang kadang-kadang terlihat bermasalah dengan makanannya.

Sasi baru-baru ini menjadi lebih sering berbohong kepada Alex, karena anak itu tak henti-hentinya menanyakan keberadaan Maureen. Sasi tersenyum manis dengan jawaban andalannya. "Kakakmu sibuk, Sayang. Dia menginap di rumah temannya."

Sayangnya Alex sudah terlalu besar untuk dibohongi. Anak itu akan menginjak bangku Sekolah Dasar tingkat lima sebentar lagi. Pernah sekali Alex mengeluhkan Sasi yang terus-terusan berbohong kepadanya. Namun, segalanya berakhir dengan buruk. Sasi yang tak kuasa dengan segala kesedihannya malah membentak Alex yang selalu menghunjaminya dengan pertanyaan yang sama. Benar-benar buruk, karena setelah itu Alex tidak berani dekat-dekat dengan Sasi. Bahkan jarang berkunjung ke rumah itu sehari setelah kejadian.

Sasi yang penyayang dan lemah lembut. Alex merasa sedih diperlakukan seperti itu oleh wanita yang telah dianggapnya ibu. Richard menjadi lebih sering mengajak Alex bermain di danau agar tidak ikut larut dalam kesedihan. Richard juga mengawasi Sasi agar tidak lepas kendali kepada Alex. Namun, jangan salahkan Sasi untuk sikapnya. Ia seorang ibu. Seorang ibu yang khawatir dengan keadaan anaknya yang menghilang.

Mereka melaporkan hilangnya Maureen saat itu juga ke kantor polisi terdekat. Nahasnya, tubuh Maureen tak kunjung ditemukan walau para polisi sudah menginvestigasi danau. Sampai saat ini pencarian masih dilaksanakan.

Richard menatap menantunya yang tengah menghangatkan makan siang. Iris wanita itu kosong, sesekali terlihat histeris. Akhir dari semua itu adalah, hidangan makan siang yang berubah gosong.

***

Seharusnya aku tidak menuruti keinginan Shimpony untuk datang kemari.

Beberapa saat yang lalu, Shimpony mendatangiku dengan wajah pucat. Pandanganku tentangnya jadi berbeda ketika mengingat kisahnya dari Lucas. Shimpony tetap terlihat cantik dalam situasi apa pun. Kembali ke topik, terlihat buih-buih hangat meluncur dari mata Shimpony, pertanda gadis itu tengah menangis.

"A-aku," ujar Shimpony terisak. "A-akan kujelaskan ketika kita s-sampai."

Tak terbesit sedikit pun dalam pikiran bahwa Shimpony akan menjebakku seperti ini. Gadis siren itu ingin mempermalukan diriku di depan umum. Wajahku terlalu memerah dan panas untuk mendongak, kepalaku tertunduk seperti pengecut. Siren-siren lainnya mengelilingiku, tapi tidak ada yang ingin berdiri terlalu dekat. Shimpony lagi-lagi menyuruh anak buahnya untuk menuangkan tinta gurita itu ke tubuhku.

Di negeri bawah air ini, tinta gurita berbau busuk dan berwarna lebih pekat. Mungkin jika terkena tumpahannya, tidak akan hilang dalam sehari. Perutku merasa mual dengan aroma amis yang selalu datang ini. Siren-siren lain berlindung dari cairan tinta dengan balutan pelindung transparan yang terbuat dari cangkang lobster. Jika di darat sering disebut 'payung'. Hanya saja di sini bentuknya lebih seperti tabung yang dapat menutupi kepala sampai lutut.

***

Maureen mengernyit menghirup aroma tubuhnya. Gadis ini bahkan tak mengetahui di mana letak kesalahannya. Siren-siren di sekitar saling berbisik. Ada yang menampakkan raut kasihan, tapi tidak kunjung menolong. Ada pula yang mendukung perilaku tidak bermoral yang dilakukan Shimpony, sedangkan Maureen masih terdiam. Gadis itu merenungi besarnya kebencian yang dimiliki Shimpony terhadapnya.

Bahkan ia tidak pernah mendapat perlakuan keji ini di sekolah, di mana Maureen ketahui banyak diantara teman sekelasnya juga membenci dirinya. Dirinya salah apa?

"Nah, kalian lihat seberapa hina manusia ini? Mereka berani-beraninya menginjakkan kaki ke wilayah kita yang suci. Mereka mencemari laut, sungai, dan danau tanpa mempedulikan makhluk yang hidup di dalamnya. Manusia makhluk hina," ujar Shimpony.

Maureen merasa darahnya mendidih. Ia tidak pernah meminta untuk terjebak di negeri bawah air ini. Gadis ini bahkan ingin segera kembali ke daratan agar keluarganya tidak cemas dengan kepergiannya.

"Tuangkan lagi," titah Shimpony kepada salah seorang kacungnya. Cairan itu kembali mengenai pucuk rambut Maureen. Hanya satu keanehan yang tidak dapat masuk logika, cairan itu bergerak dalam air. Tinta gurita itu tidak menyebar layaknya cairan lain jika dimasukkan ke dalam air. Mereka jatuh begitu saja seolah meluncur di darat.

Maureen merasakan rasa pahit saat mengecap cairan itu. Seumur hidup baru kali ini gadis itu merasakan tinta gurita hitam.

"Lagi! Tuangkan lagi!" seru Shimpony. "Dia manusia hina!"

Plakkk.

Suasana menjadi hening dan menegangkan. Beberapa siren lain nampak memekik terkejut melihat Shimpony yang mendapat tamparan dari Deana, sedangkan Maureen menatap dengan mata menyala-nyala. Seandainya ia berada di darat, genangan air matanya pasti telah nampak membasahi pipinya. Maureen tidak pernah merasa seburuk ini.

"Apa yang kamu banggakan, huh? Siren makhluk yang mulia? Mereka berakal dan berpengetahuan tinggi? Tidak mencemari lingkungan?

"Lihat wajahmu di cermin. Sudahkah kamu jadi siren yang mulia? Jangan-jangan pengetahuan dan akal tinggimu yang merencanakan hal serendah ini?" Deana menodong. Tak peduli gadis siren di hadapannya ini merupakan adik tunggal dari tetua para siren, yaitu Mathias.

Shimpony diam di tempatnya, mungkin merasa direndahkan.

"Bubar kalian semua. Bubar!" bentak Deana kepada siren-siren yang mengelilinginya. Jiwa keibuannya merasa tersakiti melihat keadaan Maureen--yang telah dianggapnya sebagai anak--berakhir mengenaskan. Tanpa mengatakan apa pun lagi Deana membawa Maureen hengkang dari tempatnya. Karena apa pun yang diucapnya tidak akan dimengerti oleh gadis muda naif seperti Shimpony, yang selalu menganggap benar apa yang diinginkan.

Sesampainya di rumah dengan telaten Deana membersihkan cairan pekat yang menempeli kulit Maureen. Entah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan kulit Maureen, Deana akan terus menggosoknya. Namun, memang benar tinta tersebut berbeda dengan yang biasa dilihat oleh Deana.

"Tinta ini, dari mana dia dapat tinta langka ini?"

To be continued.
1016 word.

[A/N]

Aku ingatkan sekali lagi, ini langsung ku-publish setelah ketik, jadi ga sempet edit-edit syantik. Tolong maklumi tebaran typo yang tak disengajai.

Tinggal dua part lagi hutangku 😌. Bah, semoga bisa nyusul temen-temen yang lain 😂. Ayo ayam, semangat!

Tertanda,
Ayam imut 🐣🐥

⚪Dyahputri⚪
(10/08/2018)
19:32

Underwater World: Gate of Berry Head ArchWhere stories live. Discover now