Chapter 17

984 158 155
                                    

Calum's POV

Keadaan di rumah sakit di bilangan pusat kota masih sangat ramai. Tadi, pas gue tau Valerie ngonsumsi obat yang nggak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil, gue langsung bawa dia ke rumah sakitㅡtepatnya klinik di sekitar apartemen untuk dapet pertolongan pertama. Tapi, selama lima belas menit diperiksa di klinik 24 jam itu, Valerie keluar lagi bersama dokternya.

"Maaf, Pak. Anda bisa bawa Ibu ini ke rumah sakit besar saja atau rumah sakit spesialis ibu dan anak."

Begitu katanya. Pas gue tanya juga, dokternya nggak ngejawab dan malah ngerujuk Valerie ke rumah sakit besar. Artinya, Valerieㅡbisa jadiㅡatau kemungkinan kenapa-kenapa, kan? Tapi kenapa gue liat dia santai-santai aja?

Di rumah sakit udah ada Mali, Thalia, Tante Melisa, dan Om Harris aja. Mereka juga masih nunggu di ruang tunggu. Gue bisa liat mereka baru banget bangun tidur jadi cuma pake baju tidur sama jaket doang, dan ditambah masih ngantuk.

"Kenapa nggak langsung dibawa kesini aja? Daridulu kan lo gapercaya sama klinik 24 jam," ucap Mali pedas tepat di telinga sebelah kiri gue. Bener, dulu, waktu Shadia cuma pingsan aja gue langsung bawa dia ke rumah sakit besar. Tapi sekarang, nyawa dua anak gue terancam, gue masih bawa Valerieㅡcuma ke klinik 24 jam yang dokternya pun masih praktek, kayaknya.

"Tadi gue panik, lah. Cari yang terdekat aja," balas gue sesantai mungkin.

Seraya nunggu, otak gue berputar akan kejadian tadi pagi yang melibatkan gue sama Shadia. Gue bahkan nggak chatan sama dia dari setelah gue anterin lari pagi.

Ngomong-ngomong soal lari pagi, gue sama sekali nggak ajak Shadia buat ikutan lari pagi sama gue dan Valerie. Sama sekali nggak. Di hari itu pun, gue pegang hp jarang. Mana mungkin, kan, gue se-spontan itu ngajak Shadia lari pagi?

Tadi pagi setelah lari pagi, gue anterin Shadia. Sebelum gue nanya siapa yang ngajak dia lari pagi, pun, dia udah duluan ngejawab.

"Kemarin Aqilla ngajak aku lari pagi, Cal. Eh, pas aku tau kamu mau lari pagi juga, why not? Malah lebih sehat, kan, kalo lari pagi sama seseorang yang spesial?" ucap Shadia.

Pagi itu, gue langsung mendecak heran. "Aku cuma minta waktu sehari aja buat senengin Valerie sebentar, Shadia."

"Seriously, Calum? Kamu bener-bener udah nganggep aku yang kedua? Bagi waktu sama Valerie yang notabene nya istri kamu?"

Tanpa basa-basi, gue langsung akhirin pembicaraan kita yang makin rumit kalo diselesaiin. "Yaudah, aku minta maaf. Kamu bisa ketemu aku dan jalan sama aku kapan aja, Di. Jadi, tolong ngerti, ya?"

Shadia melemah. "Iya. Tapi lain kali jangan diem-diem gini, ya, kalo mau berduaan sama Valerie?"

"Iya, Di."

Dan setelah itu, Shadia keliatan lagi mikir karena nggak keluar-keluar dari mobil. "Calum."

Gue noleh ke Shadia. "You promise me," ucap Shadia lagi. Gue mengernyit. "Apa?"

"Leave her soon. Kamu pernah janji ke aku, kan? Does it even exist? Jangan jadi pecundang buat ngingkar janji kamu sendiri, Calum. Aku tau kamu bukan orang yang suka ngingkar janji. Sekali kamu bilang, you meant it."

Dan gue ngerasa, baru kali ini gue ragu sama perkataan gue sendiri. Janji gue sendiri.

〰〰

Daritadi, gue cuma bisa nunduk sambil mikirin gimana Valerie di ruang UGD. Tante Melisa juga keliatannya udah capek banget sambil nyender ke Om Harris.

Tapi, nggak lama berselang, dokter dari ruang UGD keluar sama susternya. Kali ini mereka nggak sama Valerie.

Thalia yang tadinya ngantuk-ngantuk sambil mencoba membuka matanya, langsung berlari ke arah dokter yang ada tepat di samping gue. "Gimana, dok?"

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Untungnya langsung cepat ditangani. Saya akan beri Bu Valerie vitamin sama susu. Setiap hari disarankan meminum susu, wajib, itu akan cepat memulihkan kesehatannya," kata dokter itu jelas. Semua bernafas lega, kecuali Thalia.

"Bu Valerie tahu mana yang baik mana yang buruk, dia seorang calon dokter. Pantas saja dia tidak terlihat khawatir. Ah, ya. Dan satu lagi, Bu Valerie boleh pulang, saya permisi dulu."

Selepas dokter itu pergi dan kami semua berterimakasih, Mali dan lain-lain masuk ke ruang UGD menyisakan gue sama Thalia. Thalia langsung nyamperin gue dengan wajah sadisnya.

"Maaf, gue sama sekali nggak diajarin sama keluarga gue buat nggak sopan sama orang lain. Tapi, gue bener-bener nggak percaya sama lo, Kak Calum," Thalia ambil nafas panjang setelah ngomong.

Tapi tibatiba, tatapannya melembut seakan nyari ketulusan di mata gue. "Loㅡsumpah, gue bosen banget setiap malem neriakin kata ini. Tapi gue benci banget sama lo. Lo udah buat hidup Valerie ancur, tau gak? Kenapa, sih, nggak pacar lo yang mukanya tua aja yang dapet musibah ini? Kenapa harus Valerie yang bahkan umurnya belum genap 22."

Dan setelah kata itu terlontar dari mulut Thalia, giliran tatapan gue yang mengeras. Gue marah, semua orang cuma ngeliat satu pihak aja, yaitu Valerie. Oh, ya, dia juga bawa-bawa Shadia ke masalah ini. Mereka semua nggak tau kalo disini yang korbannya itu gue. "Kurang ajar mulut lo, Thalia."

Tapi gue salah sangka, gue kira Thalia bakalan takut sama gertakan halus dari gue. Ternyata tatapan dia lebih parah dari gue. "Emang itu kenyataannya. Lo pengecut. Nggak bisa diandelin. Lo nggak pantes jadi laki-laki."

Tangan gue terkepal kuat dan langsung narik lehernya Thalia ke atas tanpa sadar. "Anjing. Sakit. Lepㅡlepasin tangan lo,"

Lima detik kemudian ketika gue sadar kuku gue udah hampir ngelukain leher Thalia, gue lepasin tangan gue dari Thalia dan ngeliat di pergelangan tangan gue udah penuh air mata.

Apa yang baru aja gue lakuin?

Thalia masih ngatur nafasnya sambil sesegukkan dan megangin dagu dan lehernya yang tadi hampir gue cekik. "Mㅡmaaf. Gue harap lㅡlo nggak ngelakuin ini ke Valerie. Gue harap, Valerie dan semua orang nggak tau apa yang baru aja lo lakuin ke gue," ucapnya lemas. Thalia langsung jatuh lemas ke tempat duduk ruang tunggu dengan masih memegang leher nya yang memerahㅡhampir berdarah. Karena ulah gue.

"Lㅡlo, astaga, maafin gue, Thal."

Gue duduk disamping Thalia sambil miringin kepala gue buat liat luka yang gue buat di leher Thalia sampe dia meringis kesakitan. Bener aja, lehernya merah lecet.

Sampe gue nggak sadar, suara wanita paruh baya yang sangat gue kenal dateng dari belakang gue ngeliat posisi gue sama Thalia yang bisa dibilang mencurigakan dan nggak pantes di muka umum.

"Serius, Mr. Hood? Kemarin baru aja Kakaknya kamu hamilin. Sekarang, giliran adiknya? Dan hey, Thalia. Sebenernya, kalian keluarga apa, sih?"


〰〰

aq tau kalian semua jomblo ga malming jd ku apdet midnight ya

e btw ada yg lebih serem dari film iblis2an!!

ngeliat mantan mention gebetan barunya di ig lawak bangijal_tv!!

ck pansi nis

kenapa mantan mulu dah nis HHHHHHH

unintended ✖️ 5sosWhere stories live. Discover now