1. Awal Segalanya

119 5 0
                                    

Klik ⭐️ nya ya ! Terimakasih dan Selamat Membaca !!

________________________

"Help, I have done it again. I have been here many times before. Hurt myself again today and the worst part is there's no one else to blame.."

-Breathe Me by Sia-

Semenjak Ibu meninggal karena menderita penyakit TBC kronis,  Ayah melampiaskan kesedihanya dengan cara selalu pulang larut malam dalam keadaan setengah sadar karena pengaruh alkohol. Hari-hari ku bagaikan mimpi buruk.

Disaat anak-anak lain mencicipi masakan buatan Ibunya, Ayah yang pulang kerja dengan senyum hangat langsung memeluk anak-anaknya dengan kasih sayang atau hanya sekedar berkumpul untuk menonton tv bersama. Aku tidak merasakan itu, tidak lagi.

Di pagi hari, sebelum aku berangkat sekolah aku harus membiasakan diri dengan bentakkan Ayah yang menyuruhku memasak makanan untuknya. Ayah yang dulu, jika aku melakukan sebuah kesalahan dia akan memberiku nasihat dengan lembut, atau jika aku sedang ketakutan dia akan memeluk dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi kini Ayah berubah.

Aku juga pernah mengalami masa paling terpuruk disaat aku sudah benar-benar lelah dengan kenyataan. Saat itu aku mencoba untuk mengakhiri hidupku, aku menyayat pergelangan tanganku menggunakan pecahan kaca. Di saat aku kira semuanya akan mulai baik-baik saja, tetapi nyatanya 3 hari kemudian aku terbangun disebuah ranjang rumah sakit, ternyata aku masih hidup.

Kak Dimas, Kakak ku satu-satunya itu menemukan diriku bersimbah darah dengan luka sayatan di lengan dan sudah tak sadarkan diri di lantai kamarku, bergegas ia membawaku ke Rumah Sakit. Saat itu pertama kali aku melihat Kak Dimas sangat ketakutan, dengan badan yang gemetaran dia memelukku erat dan aku bisa merasakan kalau Kak Dimas sedang menangis. Saat itu Kak Dimas tidak marah, dia hanya mengelus rambut ku dan berkata,

"Kamu nggak sendiri, kamu punya kakak. Kakak sayang sama kamu, bakal jagain kamu dan nggak bakal ninggalin kamu. Kamu adik kakak yang kuat."

Sedangkan Ayah? Jangankan untuk datang menjenguk, dia malah pergi dari rumah selama seminggu lamanya dan pulang dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat terlalu banyak mengonsumsi minuman haram itu. Dia tidak peduli.

Semenjak Ayah menjadi seorang pemabuk, ia tidak mempunyai pekerjaan. Kak Dimas lah yang kini menjadi tulang punggung keluarga, Ia bekerja di sebuah Kantor Kecamatan di daerah kami tinggal. Berangkat pagi dan pulang sore hari untuk membiayai kehidupan kami serta sekolah ku.

Di sekolah juga sama, tidak ada yang bisa membuat ku merasa bahagia dan aman. Hampir semua orang mengenal diriku sebagai anak dari si pemabuk dan tidak ada yang ingin berteman atau hanya sekedar dekat dengan ku. Sejak saat itu aku mulai menutup diri, enggan untuk berteman dengan siapa pun dan jika kalian tanya apa aku kesepian, tentu aku kesepian.

Tetapi jika kamu sendirian bukankah berarti tidak akan ada yang bisa menyakiti dirimu?

Dan kini aku hanya berteman dengan kesunyian. Sampai pada hari itu Semesta mempertemukan ku dengan dirinya, Kalandra Adhitama.

***

Jakarta, 9 Juli 2012

"Kenapa meja makan masih kosong? Mana makanan saya?!" Ayah berteriak marah, tercium bau alkohol yang sangat tajam menguar dari dirinya. Dengan badan gemetar aku yang sudah rapi mengenakan seragam putih abu-abu, segera menuju dapur dan menyiapkan makanan. Setelah membuat nasi goreng, aku meletakkan piringnya di meja makan dimana Ayah dengan tatapan nyalangnya telah menunggu.

Ayah menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya. "Kamu mau ngebunuh saya?! Makanan apa ini, rasanya nggak karuan. Kamu makan itu nasi goreng! Dasar anak nggak berguna, nggak becus." Ayah meninggalkan diriku sendirian yang sedang gemetar ketakutan.

Kak Dimas yang telah rapi menggunakan seragam kerjanya datang dan menenangkan diriku. "Udah dek, jangan di dengerin apa kata Ayah. Ayah cuma lagi pusing. Sekarang Kakak bikinin kamu sarapan ya, kamu duduk dulu."

Aku duduk menatap ke arah Kak Dimas yang sedang berkutat di dapur. Jika bukan karena Kak Dimas, aku mungkin sudah lama kabur dari rumah ini.

Setelah sarapan, Kak Dimas pamit untuk berangkat bekerja. Aku pun berjalan kaki mencari Angkutan Umum untuk berangkat ke Sekolah.

Saat itu, aku berpikir untuk mengakhiri hidupku lagi. Aku berjalan pelan menuju jalan raya dimana banyak kendaraan yang berlalu lalang dengan harapan akan ada sebuah kendaraan yang menghantam diriku dan merenggut nyawa ku.

Suara klakson mobil dan motor mulai memasuki pendengaran ku. Aku pun menutup mata, beberapa detik terlewat tetapi aku tidak merasakan apapun. Apakah mati tidak ada rasanya? Batinku.

"Woi, lo gila ya? Mau mati lo? " Suara seorang laki-laki memasuki indra pendengaran ku. Aku pun membuka kedua mataku, mendapati diriku sudah berada di pinggir jalan dan melihat laki-laki itu berdiri tegap di depan ku. Mata nya menatapku tajam.

"Lo siapa sih? Ngapain lo nyelamatin gue, gue nggak minta pertolongan. Minggir lo!" Ucapku sembari menjauhkan tubuhku darinya.

"Kalau lo punya masalah, mati bukan solusi. Lo pengecut kalau cuma bisa lari dari masalah." Dia pun beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan diriku yang terdiam membeku.

Aku termenung menatap kendaraan yang berlalu lalang, mungkin belum saatnya.

Aku pun memutuskan untuk pergi dengan menaiki salah satu Angkutan Umum menuju Sekolah.


Republished on 31st March 2021.

IfWhere stories live. Discover now