Empat

32 8 0
                                    

Waktu berjalan begitu cepat. Kemarin sepertinya baru hari Minggu, eh, sekarang sudah berganti Minggu lagi. Liburan begini biasanya aku gunakan untuk bermalas-malasan di kamar. Setiap hari, aku sudah terlalu penat dengan rutinitasku.

Semalaman aku tidak bisa tidur. Aku merindukan sosok Bayu. Sejak pertemuan pertama kali, dia tidak pernah memberi kabar satu kali pun. Setiap malam, aku gelisah. Tidak bisa menepis pikiranku terhadapnya. Aku blingsatan setengah mati. Antara ingin menceritakan apa yang aku lihat saat meditasi dan melepaskan rasa yang menghimpit di dada. Aku seperti gadis remaja yang menantikan sapaannya. Sayangnya, Bayu tidak pernah menghubungiku. Jika memang kami kekasih di kehidupan lalu..., mengapa dia tidak ada respon terhadapku......?

Menghubunginya duluan? Bukan pilihan yang bijaksana.... Kriiinggg!

Aku mengerutkan kening. Siapa yang menelepon sepagi ini? Bayu?

"Ya, Bay...? Tumben sepagi ini? Ada kabar baikkah?" tanyaku sambil tersenyum, berusaha menenangkan degup jantung yang berloncatan.

"Kabarnya kangen sama Permaisuri kerajaan Tiongkok, he he he.... Ketemuan, yuk?" Suara Bayu terdengar setengah memohon.

Jantungku berdegup makin kencang. Mimpikah ini?

"Ngobrol di rumah aja, ya? Karena orang tuaku lagi ke luar kota." "Oh, baiklah. Aku ke rumahmu nanti sekitar jam sebelas, ya!"

Aku langsung siap-siap. Mandi, lalu berdandan semanis mungkin. Sambil menunggu Bayu datang, aku bermeditasi di kamar.

Suara mobil Bayu yang memasuki pekarangan rumah menyadarkanku dari meditasi. Aku bangkit untuk menyambutnya.

Bayu keluar dari dalam mobil dalam ketampanannya ketika aku menghampirinya. Wajahnya tampak bersih dan segar.

"Haiii.... Pagi, Kaisaaarrrr," sapaku riang.

Matanya kelihatan berbinar-binar menyambutku. Dia memperlihatkan senyumnya yang khas.

"Cantik banget dirimu hari ini...," seloroh Bayu, menatapku tajam. "Terima kasih, Kaisar...," aku tersenyum memandanginya.

Kami sama-sama diam beberapa menit. Ada rasa kangen yang luar biasa menyusup ke dalam kalbu. Ada rasa tak ingin berpisah lagi. Tiba-tiba, tangan Bayu meraih tanganku dan meremasnya.

Aku terkesiap. Kalau bukan Bayu, sudah aku tarik tanganku. Namun, ada kekuatan sangat besar yang membuat tanganku kelu. Aku tak kuasa menggerakkannya.

"Permaisuri..., maafkan aku karena baru kontak sekarang.... Aku belum pernah merasakan apa yang aku rasakan sekarang ketika ada di dekat kamu.... Aku harus memastikan perasaanku.... Nyatanya..., aku nggak bisa jauh dari kamu.... Ini perasaanku yang sesungguhnya.... Aku sayang permaisuri." Lalu dia menciumi punggung tanganku berkali-kali.

Irama jantungku tambah tak beraturan. Rasa haru menyelimuti hati dan membuat mataku berkaca-kaca. Begitu hebat Kaisar ini mendominasi perasaanku.

"Permaisuri, semalam aku bermimpi. Mimpinya sangat jelas, aku sampai mampu mengingatnya karena sangat berkesan."

"Apa itu?" Alisku naik tanda ingin tahu.

Kami duduk di sofa.

"Aku melihat seorang Kaisar di zaman Tiongkok dengan baju kebesarannya. Dia mengenakan jubah warna kuning terang dengan kombinasi sabuk warna merah darah. Bagian dada dan punggungnya dihiasi naga bersulamkan benang emas. Dia kelihatan begitu berwibawa dan berkarisma. Kaisar itu berjalan menuju taman teratai yang sangat indah. Aneka bunganya yang berwarna-warni mempercantik kolam itu. Lalu, aku melihat seorang wanita cantik duduk di pinggir kolam yang penuh dengan teratai. Wanita itu mengenakan gaun warna biru muda dan jubahnya bersulamkan burung merak, dengan anting dan tusuk kondenya yang serba biru berhiaskan berlian, membuat wanita itu semakin cantik dan menarik. Sayangnya, wajahnya sangat pucat. Kaisar mendekati wanita itu sambil menyematkan bunga cempaka merah yang merupakan simbol bunga kerajaan yang penuh mistis di telinga kanannya, seakan ingin melenyapkan seluruh kesakitannya." Mata Bayu tampak bercahaya sekaligus berkabut. "Sayangnya, aku terjaga saat alarmku bunyi." Dia meringis.

Aku mengangguk. "Ya.... Kalau kita tidak bisa menembus dimensi masa lalu, biasanya petunjuknya melalui mimpi."

"Iya...," Bayu tertawa.

Aku mengernyitkan kening sambil tersenyum. "Kaisar.... Suara tawa dan senyummu khas sekali lho.... Aku sangat mengenalnya, mirip sekali dengan apa yang aku lihat dalam meditasiku. Aneh, ya.... Semua tanda itu muncul begitu saja. Ya, inilah Bahasa Allah yang tersirat. Kita harus bijak dalam membaca tanda-tandaNya."

Bayu mengangguk, lalu menggodaku, "Yang namanya Kaisar biasanya istrinya banyak loh...."

Aku tersenyum sambil mendorong bahunya perlahan.

Dia menyeringai sambil mengaduh.

Ketika tawa mereda, Bayu menatapku sambil berujar, "Permaisuri.... Getaran di diriku jika dekat denganmu luar biasa. Jantungku seperti diperes. Coba dibayangkan sendiri gimana rasanya.... Aku yakin, pertemuan ini adalah janji kita di masa lampau. Kabarnya, untuk melihat reinkarnasi, kita bisa terbantukan dengan beberapa metode seperti hipnotis regression."

Aku menganggukkan kepala. "Iya, salah satu metode itu sangat membantu juga, Kaisar.... Ada satu temanku, Citra, anak indigo juga, udah jawab tentang pertanyaan mengenai kita berdua. Bentar, coba baca WA-nya."

Bayu membaca informasi yang dikirim oleh Citra. Kalau yang aku lihat, kalian ini seperti sudah saling kenal sebelumnya dan familiar. Makanya, tidak butuh waktu lama untuk dekat secara formal. Rasa respek sudah ada sejak awal bertemu. Mungkin secara fisik baru kenal, namun secara hati sudah saling mengenal. Nah, pertemuan yang sudah lama tak terjadi akhirnya seperti bendungan pecah. Banyak hal mengenai perjalanan masing-masing yang perlu diceritakan selama ini. Setiap pertemuan selalu menimbulkan kesan dan semangat untuk menjalani hidup.

Bayu menghela napas pelan, seperti melegakan sesuatu. "Permaisuri, akhirnya kita berjumpa lagi." Dipeluknya tubuhku erat-erat.

Perasaanku langsung tak karuan. Sungguh sulit diterangkan dengan kata-kata. Ada rasa haru, senang, dan khawatir berbaur menjadi satu.

Kaisar membisikkan kata-kata di telingaku, "Jangan tinggalkan aku lagi." Suaranya stabil dan ada sedikit nada perintah. Khas pemimpin kalau ada maunya.

Aku semakin merinding ketika menatapnya. Mata kami berkaca-kaca.

Tanpa butuh kata-kata, kami berdua sudah sama-sama mengerti.

Celebrate The Wait  | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang