Empat

69 13 12
                                    

Adara tidak pernah membicarakan masalah rahimnya pada Daniel, pria yang sedang dekat dengannya. Adara masih trauma. Apalagi dengan kondisi rahimnya. Tidak pernah terpikir untuk menikah lagi. Menurut Adara, orang menikah untuk punya keturunan.

"Sementara aku? Bagaimana mungkin ada pria yang mau menikahiku, kalau mereka tahu aku tak akan bisa memberikan buah hati."

Adara senang dengan perlakuan santun Daniel. Daniel adalah teman sekolahnya dulu. Sudah lama tidak jumpa. Liburanlah yang mempertemukan mereka kembali. Dua tahun bercerai, Adara baru bisa memutuskan untuk mengambil cuti dan pergi liburan selama satu bulan ke Australia. Ingin melupakan segala masalah di Jakarta. Masalah yang sudah sangat lama terkubur di dadanya.

Dari awal perceraian, Kirana selalu membujuk Adara untuk ambil cuti. Tetapi Adara tidak pernah menghiraukan. Adara berpendapat, sibuk kerja adalah cara terbaik melupakan kemalangannya. Ternyata tak efektif.

Di saat liburan itulah, awal Adara dan Daniel saling sapa kembali. Tidak ada getar-getar hebat yang dirasakan Adara saat bertemu Daniel. Mereka hanya asyik berceloteh dan bernostalgia zaman sekolah. Lulus SMA, Daniel melanjutkan sekolah ke Melbourne. Makanya, mereka tidak pernah bertemu. Daniel lalu menikah dengan perempuan Australia. Istrinya meninggal karena sakit, satu tahun setelah pernikahan.

"Sakit apa?"

"Ah, sudahlah, aku tidak mau membicarakan itu. Terlalu mellow. Kamu, kan, lagi liburan. Yuk, aku ajak keliling. Aku rela deh jadi tour guide kamu. Gratisssss."

Daniel adalah idola sekolah. Paras menarik, tubuh jangkung, mata cokelat, senyum manis, humoris, pintar! DUH! Dream lover deh pokoknya.

Sifat Daniel yang ceria membuat Adara merasa tenteram. Adara sangat menikmati liburannya. Saat itu di Australia sedang musim gugur. Daniel membawa Adara ke Botanical Garden yang terletak di tengah kota Melbourne. Musim gugur adalah musim yang paling disukai Adara. Di saat inilah, Adara bisa melihat betapa indahnya makhluk hidup yang bernama pohon. Hari itu, angin berhembus sepoi-sepoi hingga cuaca menjadi lebih sejuk.

Punggung mereka membelakangi rumput yang terhampar luas. Mata mereka menatap cakrawala. Adara merasa takjub karena dedaunan saat musim gugur bisa berubah menjadi sangat cantik. Bukan hanya warna hijau segar, tapi daun-daun itu berganti menjadi kuning, merah, orange, cokelat, gold...

"Oh, my goodness! Autumn is a second spring when every leaf is a flower. Such beautiful!"

"Berarti kamu suka ngeliat orang lain menderita dong, Ra?" "Loh? Kenapa?"

"Kamu, kan, suka ngeliat daun-daun berguguran."

"Aku suka sama daunnya yang warna-warni."

"Berarti lebih parah lagi."

"Hah!?" Adara melirik aneh ke arah Daniel. "Kenapa?" 

"Warna-warni daun itu, kan, indah. Tapi mereka berguguran. Berarti kamu bahagia di atas penderitaan orang lain."

"Gosh! Daniel! Kamu pasti kebanyakan baca romance! Apakah gugur hanya berarti menderita?"

"Hahaha..."

Mereka pun tertawa lepas. Tanpa disadari, hati Adara terasa release. Dadanya terasa plong. Sudah dua tahun lebih dia tidak pernah merasa serileks ini.

Selama liburan di Australia, Daniel berusaha untuk bisa menemani Adara di sela-sela kesibukannya bekerja. Di saat weekend, Daniel mengajak Adara untuk makan malam di rumahnya. Di sana Adara dikenalkan dengan ibunya, yang memang sudah menetap di Australia. Adara merasa nyaman berada di antara mereka.

"Sering-sering main ke sini, Mbak Adara. Biar Ibu ada temen ngobrol. Daniel itu selalu sibuk sama kerjaannya. Kalau bukan Ibu yang paksa untuk libur, nggak pernah dia mau ambil cuti."

Keramahan Daniel dan ibunya justru membuat Adara merana. "Kenapa dulu mantan suami dan mertuaku tidak bisa sehangat ini?"

Celebrate The Wait  | ✓Where stories live. Discover now