Enam

45 12 0
                                    

Setelah menikah, Adara pindah ke Australia bersama Daniel. Dua tahun berjalan, pernikahan ini masih tanpa anak. Adara mulai cemas. Gambaran masa lalu dicerai suami karena tidak bisa memberikan keturunan selalu menggelayut di pikirannya. Dadanya terasa terik setiap kali memikirkan itu. Daniel tetap hangat, tidak pernah membahas masalah anak. Mereka menjalani hari-hari dengan gembira. Tidak ada yang berubah.

Tujuh tahun pernikahan. Masih belum juga. Adara makin prihatin. 

"God. I need a miracle!" lirih Adara berharap kepada Tuhan.

Daniel selalu bersahaja dan tidak pernah mempersoalkan. "God can change things very quickly in our life, Adara. Nothing to worry about. I love you as always." Daniel mengecup lembut kening Adara dan mendekapnya kukuh.

Bahagia terasa. Adara akhirnya bisa menerima keadaan dirinya. Adara pasrah. Keinginannya untuk punya anak dihilangkan dari pikirannya. Dilepaskannya semua ketegangan tentang anak.

Di saat pernikahannya memasuki tahun ke sembilan, setiap pagi Adara merasa badannya tidak enak. Sudah hampir seminggu Adara merasa mual, pusing, dan lemas. Daniel memaksa dia untuk ke dokter.

Adara menolak. "Masuk angin saja. Untuk apa ke dokter?" 

Daniel mendesak.

Mereka pun pergi ke dokter.

"Congratulation, your wife is pregnant."

Celebrate The Wait  | ✓Where stories live. Discover now