BAB 25

170K 16.4K 885
                                    

Selamat membaca:*

***

Vexo, Vento dan Vasilla makan bersama diruang makan. Sepi, sunyi dan canggung karena kejadian antara Vento dan Vasilla tadi.

Vexo hanya menatap adik-nya dan gadis indigo itu dengan tatapan aneh sekaligus bingung. "Ini kenapa hening banget? Kalian berantem?"

Vento terkekeh. "Nggak lah! Mana mungkin gw berantem sama Vasilla, ya kan?" Vento tersenyum lebar sambil menatap Vasilla.

Vasilla hanya mengangguk pelan lalu tersenyum kecut. "Iya kak ..."

Vexo mendelik kearah Vento. "Bener nih? Dari tadi ada yang aneh, gw tau. Kalian kenapa sih?"

Vento dan Vasilla saling menatap, namun Vasilla lebih dulu memutuskan tatapan-nya. "Gapapa kak ... Beneran deh ..." gadis itu tersenyum tipis. "Kapan aku bisa pulang? Kak Gatha telepon lagi, gak?"

Vexo menggeleng. "Belum telepon lagi. Mungkin nanti siang, lagian kenapa buru buru? Ga betah disini, Vento ngapain kamu?"

Vasilla menoleh sekilas kearah Vento. "Disini, aura-nya beda ..." ucap gadis itu pelan, dengan harapan Vexo dan Vento tak mendengar ucapan-nya.

Vexo mengangkat sebelah alis-nya. "Disini emang-nya ada apaan?"

"H-hah?" Vasilla menatap Vexo, kebingungan. "Kakak dengar?"

"Gw ga tuli, pasti denger lah." Vexo terkikik.

Vasilla mengusap tengkuk-nya. "Ga ada apa apa. Cuma emang aku kurang betah kalau bukan dirumah sendiri."

Bel rumah berbunyi nyaring berkali kali. Vento membukakan pintu, mulut-nya terbungkam saat melihat tamu yang datang itu.

Vasilla dan Vexo menyusul, berdiri disamping Vento yang masih membeku. Tampak sosok Gatha yang babak belur ditangan Samuel. Samuel mencengkram erat lengan Gatha, sedangkan Agatha sedang bersender dimobil putih-nya, menatap Gatha dan Vasilla dengan senyuman mengejek.

"Papa, lepasin!" Vasilla menarik Gatha kearah-nya. Gatha terlepas dari Samuel dan terhuyung kearah Vasilla. Vasilla menduduk-an Gatha diatas sofa ruang tamu.

Vento dan Vexo masih terdiam, tak berani mengikut campuri urusan keluarga mereka.

"Pinter ya kamu, Silla? Berani kabur dari rumah sakit?!" bentak Samuel lalu dia tersenyum miring. "Kamu ikut papa kembali! Atau jangan salahin papa kalau kakak kesayangan kamu itu harus masuk keliang lahat-nya!" Samuel mencengkram lengan Vasilla dengan erat, setengah menyeret putri-nya keluar dari rumah itu namun gadis itu terus saja meronta ronta, tak mungkin meninggalkan Gatha yang sedang terbaring lemas diatas sofa karena papa kandung-nya sendiri.

Vento melangkah maju, melepaskan lengan Vasilla dari Samuel dengan kasar. "Om, jangan keterlaluan." ucap-nya pelan.

BUUKKK

Samuel menonjok wajah Vento. Vento terjatuh kelantai sambil memegangi wajah-nya yang kini lebam.

Vexo mendorong Samuel untuk menjauhkan monster itu dari adik-nya.

"Jangan ikut campur urusan keluarga saya!" Samuel menatap Vento dan Vexo dengan tatapan penuh amarah.

"Hai, kakek tua. Kalau mau berantem, inget ini rumah siapa. Kakek ga tau kalau ini rumah saya??" Vexo tersenyum miring. "Kakek mau saya laporkan kepolisi karena menggila disini? Datang tiba tiba dan memukul orang lain?"

"Laporkan saja kalau kalian benar benar mampu." Samuel membalas tersenyum. "Lagian disini siapa yang bisa melaporkan saya?"

Vasilla duduk didekat Gatha, memeluk kakak laki laki-nya yang kini terlihat lemah. Bahkan wajah-nya terdapat lebam dimana mana, sudut bibir-nya juga mengeluarkan darah. "Vasilla ikut papa." ucap gadis itu pelan lalu dia mengusap rambut Gatha. "Tapi jangan sentuh siapapun lagi."

Vento bangkit dan mendekati Vasilla. "Lo mau ikut bokap lo yang sakit jiwa ini? Sil, jangan gila!"

Tangan Gatha bergerak pelan, menggenggam tangan adik-nya. "J ... jangan ikut ..." ucap-nya pelan sekaligus terbata bata.

Vasilla tersenyum. "Aku ga mau kakak luka, kak Gatha." Vasilla tersenyum lalu dia bangkit dan berdiri tepat dihadapan Samuel. "Ayo ..."

Vento mencekal tangan Vasilla, Vasilla berbalik, menatap Vexo dan Vento secara bergantian. "Makasih ya, udah bantuin aku." Vasilla tersenyum tulus.

"Lo ga bisa ikut dia dong! Lagian lo ga gila, jelas jelas bokap lo yang gila!" Vento mendelik kearah Samuel, Samuel tersenyum miring lalu membuang muka.

Vexo melangkah mendekati Samuel. "Heh, KAKEK TUA?! Lo waras atau waras?! Anak sendiri dibikin babak belur terus dipaksa kepsikiater? Sumpah, disini siapa yang harus-nya kepsikiater?" Vexo mengangkat kedua alis-nya. "Bukan-nya, elo ya?" Vexo menekan jari telunjuk-nya didada Samuel.

Samuel menepis-nya dengan kasar. "Silla, ikut papa! Sebelum kedua teman kamu ini babak belur sama kayak kakak kamu!"

"Iya, pa." Vasilla tersenyum kecut lalu menatap Vento yang masih terdiam didepan-nya. "Kayak-nya, besok aku ga sekolah ... Maksud aku, mulai besok." bisik gadis itu pada Vento. Vento semakin tenggelam dalam lamunan-nya. Gadis itu berbalik, pergi bersama Samuel dan Agatha naik mobil.

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang