part 13

7.7K 412 2
                                    

"Yaa Allah, Yaa Rabb! Aku tahu ini terlalu dini tapi do'aku hari ini adalah demi kebaikan di masa depan. Jodohkanlah hamba dengan Moreno Kertajaya. Tolong bimbing Reno ke jalan yang benar, jangan sampai saat kami berjodoh di kemudian hari dia masih menjadi playboy seperti sekarang."

"Kamu berdo'a seperti itu?" Dinda terbelalak tak percaya. "Egois," pungkasnya.

"Kenapa? Bukankah do'a juga harus spesifik?"

"Spesifik banget itumah, cuma egois aja minta orang lain berubah jadi lebih baik tapi...." Dinda menatap Bila dari atas ke bawah.

"Ada yang salah?"

"Enggak, gak ada. Yuk ah kita ke perpus aja!"

"Perpus mulu Dinda. Bete ah, mending gangguin orang pacaran di belakang kantin Mang Ucun."

"Katanya udah pensiun, dasar tobat sambel terasi!"

"Kok pakai terasi?"

"Pedesnya udah lewat baunya masih kecium. Awet banget. Bikin nagih."

Hahahahahahaha~

Mereka tertawa meninggalkan kelas menuju kantin. Sisa waktu istirahat tinggal sepuluh menit lagi.

"Mang, ada siapa di belakang?" Tanya Bila.

"Ada Reno. Jangan ganggu!" Bisik lelaki paruh baya dengan kumis di sudut kiri kanan bibirnya seperti pelawak Tukul Arwana.

Wow! Ada Reno di belakang dan Mang Ucun bilang jangan ganggu. Hallo! Mamang pikir aku bakal nurut.

Bila menerobos pertahanan Mang Ucun, ia sampai di pintu belakang. Di halaman belakang pasti ada kakak sepupunya. Pintu terkunci dari luar. Ia mendobrak pintu yang tidak terlalu kokoh itu.

Braaak!

Reno terperanjat.

"Woi santai! Ngapain lo?"

Bila melihat tak ada sosok Fahi di sana. Kini di hadapannya berdiri sosok yang selalu diamatinya dari kejauhan, Sensasi hangat menjalar di pipi dan telinganya.

"Astaghfirullahaladzim!" Bila menutupi wajahnya, sekilas ia melihat tubuh kekar Reno di balik pakaian seragam yang terbuka semua kancingnya. Ia berbalik arah dan sempat beberapa kali menabrak lemari dan benda-bena di sekitarnya. Reno hanya menggelengkan kepalanya meski di hatinya ada rasa kesal.

"Kenapa?" Dinda yang hanya menunggu di luar begitu penasaran karena melihat sahabatnya begitu gemetaran dan terus beristighfar.

"Yaa Allah! Aku gak pernah sedekat itu sama Reno, ditambah astaghfirullahaladzim, no, I'm shaking Dinda."

"Ya udah nih mimi dulu!" Dinda memberikan susu kocok miliknya. "Tadi aku dengar dari temannya kak Fahi, dia sakit, udah pulang dijemput paman kamu."

"Oh ya! Yakin dijemput paman?"

"Kan kamu lihat sendiri Reno ada di kantin."

"Oh iya. Syukur deh kalau udah diantar pulang. Kamu emang pintar Dinda. Sahabatku yang paling top. Minggu depan kita ke hutan yuk! Ikut anak pecinta alam."

"Jangan maksa kali ini ya, aku gak bisa ikut."

"Yaaah mau ya? Plis, kita kan darahnya sama."

"Ya terus?"

"Kan kalau ada apa-apa sama aku kamu bisa donorin darah kamu buat aku."

"Pikiran kamu jauh banget kalau soal ini, nyadar sekarang nyai sembrani. Suka sembrono jadi selama ini kamu cuma manfaatin aku doang."

"Iya."

Dinda melotot

"Eh enggak"

Dinda tersenyum kecut.

"Tapi iya."

Dinda menoyor kepala Bila pelan.

💗💗💗

Sepulang sekolah Bila berjalan kaki menuju toko buah dekat sekolahnya sambil menunggu pamannya menjemput. Dinda mengikutinya dari belakang.

"Asam banget sih ni jeruk ah! Gak jadi beli."
Terlihat Reno melepehkan jeruk yang telah dikunyahnya dan melempar sisa yang yang belum ia makan ke pedagang buahnya.

Melihat kejadian itu Bila segera berlari ke arah Reno. Baru saja cowok itu membuat pipinya merah merona sekarang berubah jadi merah padam karena amarah.

"Heh! Kalau mau buah manis jangan makan jeruk. Aneh!" Seru Bila pada Reno yang terkejut karena Bila menepuk pundaknya dengan keras.

"Lo siapa? Main pukul pundak orang aja. Gak usah ikut campur deh lo! Yang beli kan gue, ngapain lo sewot?"

"Ampun deh ditepuk segitu doang bilangnya dipukul. Lemah banget. Eh! Lagian dari zaman Aladar kawin sama Neera, jeruk itu rasanya ya emang kayak gitu, kecut-kecut seger. Ngapain rusuh kalau gak niat beli?!"

"Siapa juga Aladar?"

"Cari tahu sendiri! Point nya bukan itu ya elah. Bayar!"

"Lo sendiri gaje. Pembeli adalah raja, suka-suka gue dong mau beli kek enggak kek."

Kedua orang itu kini saling berhadapan sambil berkacak pinggang. Dinda yang teralihkan karena asyik mengobrol dengan temannya di sebrang toko buah segera tersadar saat mendengar suara Bila dengan nada tinggi yang khas.

"Iih Bila, mulai lagi deh ah," Dinda menyebrangi jalan.

"Bayar gak jeruk yang kamu makan!" Tuntut Bila.

"Ogah, penjualnya sendiri yang minta gue cicip dulu," sergah Reno.

"Udah neng, tidak apa-apa." Pedagang buah berusaha melerainya.

"Lihat!" Bila menunjuk beberapa buah jeruk, korban yang telah dicicipi Reno. Bukan hanya satu tapi banyak.
"Kamu bilang nyicip?"

"Nyai Sembrani! Mulai lagi deh kamu gak ada kapok-kapoknya dimarahi paman kamu!" Teriak Dinda lalu mencubit tangan Bila yang membuat ia meringis kesakitan.

"Aw waw waw! Dinda jangan bikin wibawa aku turun dong!" Bisik Bila di telinga Dinda yang sudah pasti terdengar oleh Reno.

"Ckckck! Lo malah mikirin wibawa. Gak pantes lo jadi cewek. Petantang petenteng sok jagoan. Pikirin tuh yang nemplok di kepala lo! Masih pantes gak lo pakai itu?" Reno berlalu pergi tanpa mengindahkan perintah Bila untuk membayar buah jeruk yang dia korbankan.

Pluk!!!

Buah jeruk mendarat di kepala Reno.

💗💗💗

TBC















TasabilaWhere stories live. Discover now