PART 21 - PERLAWANAN

310 36 2
                                    

Denada's POV

Aku mengambil langkah pertama menuju asal suara, disusul Teodor dari balik bahuku. Aku menatap ruang itu tanpa memberikan sedikitpun kedipan, seakan tidak ingin kehilangan sedetik momen-pun.

Setelah teriakan keras tadi, tidak ada lagi raungan atau jeritan yang menyusul. Ruang itu kini sunyi, hanya suara ranting tertiup angin malam dari balik jendela yang memenuhi rumah tua ini.

Aku semakin mendekati ruangan itu, wajah kami berdua menegang. Menanti sesuatu yang aneh yang akan kami saksikan bersama.

Semakin dekat, hingga akhirnya aku menangkap bayangan Lonia sedang merangkul kedua bahunya di sudut ruangan. Di lain sisi, Marry Daisy tergeletak di lantai bersibak darah. Dengan sebuah pisau berlapis darah di sisi kanan tangan Lonia, ia tersedu dalam dekapan bahunya sendiri.

"Lonia!"

"Aku disini!"

ia masih mengacuhkan suaraku. Sambil terus menunduk dan tersedu, ia menyeramkan. Entah apalagi yang akan terjadi selanjutnya. aku harap Lonia akan sadar secepatnya.

"Lonia,"

Aku berjalan perlahan menghampirinya, ia masih tidak menghiraukan panggilanku. Entah apa yang terjadi dengan telinga dan kepalanya. Tapi melihatnya seperti itu, aku iba sekaligus ngeri. Aku antisipasi, bisa saja ia menikamku tiba-tiba, maka dari itu aku mendekat perlahan dan juga Teodor ada dibelakang sebagai opsi kedua.

"STOP!" tangan dan kepalanya sedikit demi sedikit mulai terangkat. Bercak darah terpampang nyata pada paras putihnya.

"Aku gak sanggup!" Kini ia mengangkat pisau dan mengarahkan ke perutnya sendiri. Sambil terus air matanya mengalir, ia setengah berteriak. Seketika aku bergidik ngeri melihatnya, mataku terbelalak seketika. Apa yang sebenarnya terjadi disini!

"TIDAK LONIA! JANGAN BODOH!" aku berteriak seraya mencoba menepis pisau ditangannya. Terjadi perebutan antara aku dengannya, seperti anak gadis sedang memperebutkan lolipop.

"Aku dis- ini, Dengarkan-" sambil terus mempertahankan agar pisau itu tidak mengoyak isi perut Lonia, aku mencoba menenangkannya. "Lon-, Kamu gak sendiri, arghh..." akhirnya pisau itu terjatuh setelah aku tarik lebih keras.

Tapi, kurasa bukan karena itu...

Lonia termangu menatap ke belakangku. Ia melotot sambil ingin mengatakan sesuatu tapi seperti tertahan. Aku terdiam memperhatikannya. Namun aneh, aku merasa sesuatu menempel di balik punggungku. Mungkin dia, dia yang membuat Lonia melepaskan pisaunya.

Aku tidak tau harus melakukan apa, kami saling menunggu, menunggu salah satu dari kami memulai. Tapi jujur sampai saat ini aku tidak berani menolehkan kepalaku ke belakang, biarkan ia menempel seperti itu.

Kulirik tangan Lonia mulai menghampiri pisau yang ia buang tadi. Wajahnya mengisyaratkan untuk diam. Ia melakukannya perlahan. Nampaknya, sesuatu dibalik tubuhku ini menunggu seseorang bertindak.

"PERGI KAU!!!!!"

Aku terpental kesamping. Teriakan Lonia bersamaan dengan raungan wanita tua itu. Aku bersumpah ini mengerikan. Aku menyaksikannya. Lonia baku hantam dengan iblis wanita itu. Berkali-kali Lonia menancapkan pisaunya ke tubuh wanita itu namun respon yang didapat hanya raungan dan darah bermuncratan.

Kemana Teodor? Aku melihat ke arah pintu, dimana Teodor berada sebelumnya. Namun ia menghilang.

Kakiku gemetar. Aku mencoba memikirkan bagaimana menghentikan wanita tua itu. Namun sulit rasanya berpikir dalam keadaan tertekan seperti ini.

Beberapa detik setelahnya pergumulan masih terjadi dan aku belum menemukan solusi apapun.

Ayo Denada gunakan otak dangkalmu!

Seketika kepalaku teringat akan satu hal,

Buku Diary Robert!

"Lon-Lon-ia!" Aku memberanikan diri untuk memanggil dengan setengah teriak. Namun Lonia masih terus baku hantam dengan monster di depannya. "Lonia!" Satu teriakan lagi berhasil ku lontarkan. Namun kali ini Lonia sedikit menolehkan kepalanya, pertanda ia merespon panggilanku.

"Dimana Buku Diary itu!?" Tanyaku setengah teriak. Lonia masih menggeram kesal sambil menusukkan bilah pisau ke tubuh wanita itu. Sungguh aku sedih, jika membayangkan bahwa tubuh itu adalah tubuh ibu. Namun, aku kesal saat tersadar jiwa yang ada di dalamnya bukanlah ibu.

Tak lama setelah pertanyaan itu wanita tua itu tersungkur. Melihatnya terjatuh dengan bersibak darah, aku sedih sekaligus ngeri. Lonia pun terkulai lemas dan menjatuhkan tubuhnya perlahan, sambil tersedu.

"Dena-da, cepat selesaikan semua ini!" ucap Lonia setengah menangis.

Aku perlahan menghampirinya, "Tenang Lonia, aku sudah membawa pria tua itu kesini. dia sudah diikat di ruang tengah dengan Teodor. Kurasa dia sedang mengamankannya."

"Siapa Teodor?" Lonia bertanya masih dengan nada sedihnya.

"Teman baru kita, kurasa," Jawabku. "Ia baru saja membantu menyelamatkanku dari pria tua itu, ceritanya panjang Lonia. Yang terpenting sekarang kita tidak berdua."

"Tapi, Nad. Jangan percaya dengan siapapun. Dunia ini semakin hari semakin menggila. Orang yang baru saja kita temui bisa saja menjadi orang yang terakhir kita jumpai," ujar Lonia membuatku tertegun. "Setelah kejadian gila ini aku belajar banyak hal yang nantinya bisa kubagikan ke orang-orang terdekatku, itupun jika aku masih diberi kesempatan untuk menghirup udara bebas." sambungnya.

"Awalnya akupun begitu kepadamu, tapi sekarang aku sadar, kita disini dituntut untuk bekerjasama menyelesaikan ini semua." ucap Lonia lagi sedikit memberikan harapan dan motivasi.

"Baik, stop main-mainnya. Kita hadapi ini semua!" Ujar ku setelahnya dengan semangat baru. Seakan semangat lama ber-reinkarnasi yang membuatku kembali hidup.

"Tunggu, Nad. Kita jangan gegabah," bantah Lonia. "Kita harus pikirkan rencananya matang-matang agar tidak jatuh pada lubang yang sama." sambung Lonia.

"Baik, apa rencanamu?" tanyaku. ia langsung menghampiri telingaku seraya berbisik. seperti biasa, kepalaku tidak bisa mengingat semua perkataan Lonia yang melesat cepat, yang aku bisa hanya menarik kesimpulan dari semua perkataannya itu.

"Baik aku paham!" Aku berdiri setelahnya, menyalami Lonia dan berjalan perlahan. Kami meninggalkan wanita tua itu sendiri. Lonia menyelesaikan rencana yang lain.

***

Haii semuanya, maaf banget untuk part ini singkat.

Sekali lagi terima kasih buat yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca.

Sedikit bercerita, Ini sebenernya masih draft. Masih mau bikin yang lebih panjang lagii. Berhubung udah hiatus lama banget dan kalian juga udah nagih. Yaudah akhirnya ku post.

Enjoy!

Maaf kalo di part ini ada kekurangan.

Dan buat yang lagi puasa semoga dilancarkan dan diberkahi puasanya

See you next part! 😚😚

Website Pribadi untuk Para PsikopatWhere stories live. Discover now