PART 17 - IPOVLOPSYCHOPHOBIA

1.8K 129 9
                                    

Kami berdua telah berhasil menuruni setapak demi setapak anak tangga. Kini aku dan Lonia sudah berada di depan jalan menunggu mobil taksi untuk kami tumpangi. Lonia fokus menatap jalan besar di depannya. Sementara aku, Entahlah. Pikiran-ku sangat kacau dan tubuhku terasa amat letih akibat perlakuan pria tua itu. Aku berharap bisa menghabisi nyawanya secepat yang ku bisa. Mataku menatap ke depan dengan tatapan kosong. Aku sendiri tidak tahu apa yang sedang kulihat. Kurasa aku mulai gila.

Tak lama setelah itu, sebuah mobil kuning berhenti di hapadan kami. Aku tersadar dari lamunan yang tidak berguna. Aku merasa seseorang sedang memperhatikanku, langsung saja aku menoleh ke arah yang ditunjuk instingku. Ternyata benar saja. Lonia menatapku dengan tatapan bingung.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Lonia memastikan.

Aku hanya mengangguk.

"Oh, ayolah! Ku tau harimu sangat berat. Bersabarlah."

"Terima kasih atas semua bantuanmu, Lonia."

Sebuah pelukan berhasil mendarat di tubuh Lonia. Aku tidak peduli dengan pria yang sedang mengendarai mobil taksi di depan kami. bisa kurasakan tubuh Lonia menegang dan sedikit risih dengan pelukanku. 

"Baiklah sudah cukup."

Lonia menjauhkan tubuhnya dariku. wajahnya mengeluarkan rona merah yang setara dengan warna tomat segar. Bisa kulihat dari kaca diatas sang pengemudi, ia hanya menoleh ke arah kami sebentar kemudian tersenyum dan pandangannya kembali terfokus pada jalan.

"Selama aku hidup, baru kali ini seorang wanita memelukku sangat erat."

"Benarkah? Bagaimana dengan ibu-mu?" Tanyaku polos.

Lonia terkekeh dan mengeluarkan senyuman khasnya, Senyuman arogan. setelah itu ia hanya terdiam membisu.

"Ada apa dengan ibumu?"

Aku terus mendesaknya dengan pertanyaan. Berharap ia mempercayai diriku untuk menuangkan segala cerita masa lalunya.

"Ayolah! walaupun kita belum lama saling mengenal. tapi aku orang yang bisa dipercaya. Aku janji."

Pada akhirnya, Lonia luluh dan menceritakan semua kisahnya di masa lalu. Aku sempat tidak percaya, wanita sempurna sepertinya memiliki masa lalu yang kelam. Ayahnya pergi ketika usianya menginjak 8 tahun. semenjak itu, ibunya lah yang harus menjadi tulang punggung untuk menghidupi Lonia. Tapi pada kenyataannya, kehidupan tak semudah meremukkan kertas dengan tangan telanjang. Ibunya terlibat kasus pembunuhan seorang anak dari pria nomor satu di Amber Town. Semenjak itu, sikap ibunya berubah drastis. Ia sering mengucapkan kalimat aneh di kamar ketika malam. Dan titik puncaknya ketika ibunya sering bertingkah tidak masuk akal dan mencoba membunuh Lonia yang masih berusia sekitar 9 tahun ketika itu. Kemudian ia tidak melanjutkan ceritanya setelah itu.

"Tampilan seseorang bisa saja menipu, Nad."

Kurasa Lonia baru saja memberikan satu lagi pelajaran yang berharga untuk diriku. walaupun sosoknya sedikit angkuh, Lonia tetaplah Lonia yang banyak memberikan pelajaran tentang kehidupan bagiku.

"Baiklah kita sampai," teriaknya semangat.

"Ini adalah rumah nenek-ku. setelah kepergian ibu, aku dirawat oleh sosok wanita yang hebat yaitu nenek." timpalnya lagi.

Mobil taksi kami berhenti tepat di depan rumahnya. Rumah yang cukup besar dihiasi dengan pagar kayu jati yang mendulang sebagai pembatas. 

"Kau tahu, nenek pasti khawatir denganku. sejak teror bodoh itu, aku belum bertemu dengannya lagi."

Wajahnya kini sangat ceria. aku sangat senang melihat wajah cerianya, karena sangat Limited untuk melihat hal tersebut.

"Kalau begitu langsung saja kita masuk."

Website Pribadi untuk Para PsikopatWhere stories live. Discover now