PART 14 - SANG PENYELAMAT

1.6K 146 5
                                    

Jantungku berdegup sangat kencang ketika mendengar suara dobrakan itu semakin keras. Aku memejamkan mataku dengan erat. Sesekali aku mengencangkan kepalan pisau tajam di tangan kananku itu. Satu per satu tetesan keringat berhasil keluar dari pori-pori kulit hingga membasahi dahiku. Suara serpihan kayu yang retak akibat dobrakan itu semakin keras terdengar. Kuharap ini bukanlah akhir dari hidupku. Aku masih harus berjuang untuk terbebas dari teror biadab ini. Masih banyak masalah yang harus kuselesaikan disini sebelum melangkah ke dunia yang lebih abadi.

Aku benar benar terkejut ketika pintu itu berhasil terbuka lebar. Sebuah sepatu pantofel hitam mengawali langkahnya memasuki kamarku. Tubuhku semakin gemetar dibuatnya. Aku bersiap-siap dengan genggaman pisau di tangan kananku. Aku mengangkat dengan cepat kearah pintu. Namun, sebuah tepisan di pergelangan tanganku berhasil mematahkan seranganku dan membuat pisau itu terjatuh ke lantai. Aku terdiam ketika tangan pria itu menggenggam erat pergelangan tanganku. Aku menatap wajah pria itu. Senyuman menyeringai tercetak di wajahnya yang menyeramkan. Membuat kulit wajah bekas luka jahitannya itu terangkat. Aku tak bisa berkutik sedikitpun. Wajahnya yang menyeramkan itu membuatku takut.

Tak lama kemudian, aku merasakan putaran di lengan kananku. Pria itu memutar lenganku perlahan. Tanpa rasa bersalah, ia tersenyum lebar mendengar rintihanku. Putaran itupun semakin kencang. Aku hanya bisa berteriak ketika tulang-tulangku berbunyi. Urat nadiku serasa tertarik dan ini rasanya sangatlah linu.

Aku mencoba melawannya dengan menggigit tangan yang sedang menempel di pergelangan tanganku. Gigitan keras yang kukerahkan berhasil membuat dirinya melepaskan genggamannya. Aku berjalan menjauh ketika dirinya sedang meringis. Aku berjalan mendekati lemari. Sial! Aku salah langkah. Seharusnya aku tidak berjalan kearah lemari karena itu akan membuatku terjebak.

Ia menyudahi rintihannya itu.
Menatap tajam ke arah-ku.
Mataku terbuka lebar dan keringat terus menerus menetes di sekitar wajahku.

"Aku akan membalas dendamku terhadap keluarga sialan-mu!" Ucapnya dengan nada penuh ancaman.

Aku semakin panik dibuatnya.

"To-tolong jangan bunuh a-a-ku."

Ia berjalan mendekatiku. Aku berjalan mundur seakan beriringan dengan langkahnya.

"Tidak akan, aku hanya ingin bermain dengan-mu." ia berbicara dengan nada sayu ketika wajahnya terpatri di depanku.

Aku tidak tahan lagi.
Aku mengepalkan tangan dan mengarahkannya ke wajah buruk rupanya itu. Pukulan kerasku berhasil membuat dirinya terjatuh.

Aku berlari mendekat ke pintu. Kuambil pisau yang tadi terjatuh.

"Menjauhlah!" aku mengancamnya dengan nada bicara yang tinggi dan wajah sangarku yang biasanya membuat semua pria asing yang mendekatiku takut. Sambil mengangkat pisau kearahnya.

Ia hanya tersenyum lebar mendengar ancaman dan tatapan sangarku itu.

Ia berjalan mendekatiku. Hentakan sepatunya senada dengan suara detak jantungku yang terpompa cepat.

"Menyerahlah! Serahkan dirimu padaku." Ucapnya dengan senyuman mengerikan yang terlukis di wajah tuanya itu.

"Kau pikir kau siapa, pria tua! Aku bisa menghabisimu jika kau macam-macam denganku." nada bicaraku meninggi.

Tubuhnya semakin mendekat. Kini hanya tersisa sedikit ruang diantara kami. Ia menatapku tajam dengan matanya yang hitam pekat dan sisinya yang kemerahan.

"Tenanglah, Gadis cantik," tatapan matanya yang tajam semakin membuatku gugup sekaligus takut.

"Aku hanya ingin kau menuruti keinginanku, anggap saja sebagai penebus dendam-ku pada keluarga-mu." sambung-nya.

"Tidak!" aku membentak dengan mata yang terbuka lebar menatapnya.

"Hey!"

Tiba tiba saja suara seorang wanita menghentikan perdebatan kami. Pria tua yang tadi menatapku kini membalikan badannya menuju sumber suara.

"Rasakan ini!"

Sebuah ayunan gunting berhasil ditusukan ke bahu Pria tua itu. Tetesan darah mulai menetes di jubah hitam yang ia kenakan. Menambah motif bercak kemerahan pada lengan jubah detektifnya itu.

Kerja bagus, Lonia!

Aku bergumam di dalam hati. Senang sekaligus luwes ketika melihat Pria itu berlutut di lantai sambil mengeluarkan suara rintihannya, Rasanya seperti memenangkan kejuaraan Grand Prix dengan perolehan waktu tercepat.

"Cepatlah kita keluar!"

Lonia menarik tanganku dengan cepat dan menggiringnya keluar kamar. Ketika kami tiba di trotoar jalan, kami memberhentikan langkah. Aku memeluk Lonia dengan erat seakan terbebas dari beban berat yang baru saja menimpa. Tak lama kemudian, Lonia melepaskan pelukanku.

"Sudahlah, kau terlalu Dramatis," ucapannya membuatku sedikit geram. Biar bagaimanapun, ia tetaplah Sang Penyelamat bagiku.

"Tinggal-lah dirumahku untuk beberapa waktu, hingga semua teror hilang." sambungnya.

Lonia bukanlah orang yang sombong. Semua perkiraanku salah besar. Ternyata ia adalah orang yang baik, namun hanya saja aku benci cara bicaranya itu. Sangat Arogan.

Kami memberhentikan mobil taksi yang kebetulan melintas di jalan tempat kami berdiri. Tanpa pikir panjang, kami langsung menaiki mobil itu dengan perasaan gembira.

Sial!

Satu hal lagi yang kulupakan.

Stopwatch emas!!!!

Perasaan bahagia yang menyelimutiku berubah menjadi perasaan takut. Mungkin Pria Tua itu sedang berbahagia disana karena telah memiliki barang incarannya itu.

***

Hi Readers!
Terima kasih ya kalian masih antusias buat baca cerita super gabut ini. 😂

Selalu dan selalu.
Jangan lupa tinggalkan vote dan comment setelah membaca ya.

50+ votes for next part, agree?

Author minta kesan kalian dong selama membaca cerita ini, boleh kan? 😂

Sekali lagi, terima kasih.

Website Pribadi untuk Para PsikopatWhere stories live. Discover now