13. Where are u

312 51 11
                                    

Memasuki minggu ke-12 kehamilannya. Kim Yoonbi masih menyembunyikan perihal kehamilannya dari sang paman, ia juga meminta pada Jungkook untuk tidak membicarakan soal kehamilannya kepada ayahnya.

Padahal Jungkook mencak-mencak ingin pamer jika ia akan menjadi seorang ayah sebentar lagi. Tapi karena Yoonbi meminta untuk merahasiakannya, Jungkook tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Morning sickness Yoonbi masih terus berlanjut membuat Jeon Jungkook terus menerus menaruh khawatir padanya. Ia bahkan sering datang terlambat ke kantor karena harus memastikan Yoonbi baik-baik saja setelah morning sickness efek kehamilannya.

"Kau harus segera ke kantor" Ujar Yoonbi pada Jungkook yang sedang duduk di pinggiran ranjang menunggui Yoonbi yang sedang berbaring.

Sedari tadi ponsel Jungkook berdering. Ada panggilan dari ayahnya. Yoonbi pikir mungkin itu adalah sesuatu yang penting mengingat ayah Jungkook tidak hanya sekali menelfonnya melainkan bolak-balik dan terus menerus dibiarkan oleh Jungkook. Tidak diangkat.

"Aku akan disini sampai kau benar-benar baik-baik saja" Celetuk Jungkook sambil menggenggam tangan Yoonbi.

"Aku baik-baik saja. Ada bibi Han juga" Yoonbi mengusap pipi Jungkook berusaha meyakinkan pria itu.

"Morning sickness itu wajar Jung"

Yoonbi tersenyum ke arah Jungkook berharap pria itu segera ke kantor. Mungkin di kantor ada sesuatu yang sangat penting. Yoonbi meraih ranum merah Jungkook. Memberi lumatan singkat disana.

Yoonbi memejamkan matanya sebentar lalu mengangguk pada Jungkook, memberi isyarat jika ia sudah merasa enakan. Pun akhirnya Jungkook beranjak dari sana.

***

Sampai di kantor, Jungkook menghela nafasnya melihat begitu banyak berkas yang menumpuk di meja kerjanya

"Akhir-akhir ini kenapa kau sering terlambat?" Tanya Seokjin- Sekretaris pribadi Jungkook sekaligus teman terbaiknya.

"Kau mengerti kan hyung aku sudah beristri sekarang" jawab Jungkook santai sambil membaca berkas-berkas yang berada di mejanya.

Seokjin memutar bola matanya jengah. Berstatus sebagai direktur membuat Jungkook bersikap seenaknya sendiri. Keterlambatan Jungkook benar-benar membuatnya menjadi terbebani. Bahkan dengan seenaknya Jungkook sering membatalkan jadwal rapat membuat Seokjin harus berpikir ekstra untuk mengatur jadwalnya lagi.

Lalu apa hubungannya dengan kau yang sudah beristri dengan jadwal kerja? Dasar bocah!

Braakk..

Pintu ruangan Jungkook dibuka dengan begitu keras. Jungkook bersumpah akan memecat orang yang masuk tanpa sopan santun itu jika saja yang muncul bukan ayahnya.

Seokjin begitu kaget karena tiba-tiba saja Tuan Jeon datang ke kantor yang dikendalikan oleh Jungkook.

"Ayah tidak bisakah kau masuk dengan mengetuk pintu?" Ujar Jungkook dengan kesal.

Wajah tuan Jeon begitu merah. Dari tatapannya saja sudah dipastikan Tuan Jeon sedang marah besar.

Melihat itu Seokjin buru-buru pamit keluar.

"Kenapa kau tak mengangkat telfon ku?" ujar Tuan Jeon seraya melempar sebuah map berwarna coklat ke meja Jungkook.

Jungkook melihat sebuah map yang dilempar ayahnya.

"Apa ini?" Tanya Jungkook

"Surat ceraimu"

Mata Jungkook mendelik lebar. Giginya menggertak. Menatap sang ayah kebingungan. Apa maksudnya?

"Ceraikan isterimu"

Tangan Jungkook mengepal. Wajahnya berubah merah. Menahan emosi untuk tidak memukul sang ayah.

Jungkook tertawa lebar "apa maksudmu? Kau bercanda ayah? Dengar, kau yang membuatku menikahinya. Kau yang sudah membuatku mencintainya. Lalu sekarang kau menyuruhku meninggalkannya? Gila sekali"

Plakk..

Tamparan keras mendarat di pipi Jungkook. Saking kerasnya pipi Jungkook menjadi merah.

"Cih! Kau sudah menyuruhku untuk meninggalkan ibu lalu kau menyuruhku lagi untuk meninggalkan noona? Aku tidak ingin mengulangi rasa sakit untuk yang kedua kalinya karena sudah meninggalkan wanita yang kucintai"

Bukk..

Satu pukulan mendarat di wajah Jungkook. Sudut bibirnya sudah berdarah.

"Jungkook dengar! mereka menipu kita. Pamannya sudah kabur sekarang dan isterimu dimana dia sekarang? Kita harus menangkapnya"

Jungkook menyeringai ke arah ayahnya.

"Jangan harap kau bisa menyentuh noona. Dia sama sepertiku. Hanya dijadikan boneka mainan."

Jungkook segera pergi meninggalkan ruangannya. Memacu gas mobilnya dengan kecepatan tinggi. Berkali-kali Jungkook berusaha menelfon Yoonbi tapi tak diangkat. Jungkook memukul stir mobilnya dan semakin menekan gas mobilnya ia ingin sampai di rumah dengan segera, memastikan keadaan Yoonbi.

Jungkook berlari mencari sosok Yoonbi di rumahnya. Tapi nihil dia tak menemukannya. Jungkook berteriak bertanya pada para pelayan.

"Nyonya bilang dia menemui pamannya setelah menerima panggilan"

Jungkook sudah menduganya.

"Apa sebelumnya ada orang yang datang kesini?" Tanya Jungkook memastikan jika orang suruhan ayahnya belum datang mencari Yoonbi.

Para pelayan menggeleng.

Bagus!

"Pastikan jika nanti ada orang yang datang dan mencari noona katakan jika ia sedang bersamaku"

Dengan segera Jungkook melesatkan mobilnya menuju rumah paman Yoonbi.

Keadaan rumah itu benar-benar kacau. Beberapa pelayan disana tergeletak di lantai. Jungkook menelusuri sekitar rumah itu tapi sama seperti di rumahnya sosok Yoonbi tidak ada disana. Pamannya juga menghilang. Bisa dipastikan keduanya kabur atau Yoonbi dipaksa ikut. Dan Jungkook percaya dengan yang kedua.

Jungkook mengusap wajahnya frustasi. Matanya berair. Ia duduk di lantai bersender pada dinding.

Ia mencintai Yoonbi. Ia percaya Yoonbi tidak akan pernah menipunya. Jungkook tahu Yoonbi mungkin belum menyukainya tapi ia percaya gadis itu tidak akan pernah menipunya.

"Dimana kau noona?"

***

SERENDIPITY ✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें