2. Gilang datang, Agi Senang

4.2K 259 41
                                    




Hari ini Agi malas sekolah, kemarin Agi membohongi Bunda. Agi bilang bahwa Agi sedang terkena nyeri haid. Padahal Agi sudah haid tiga hari yang lalu. Sekarang penyakit malasnya mulai kambuh, Agi selalu bangun pas tepat pukul 07.00, sedangkan sekolah masuk pukul tujuh juga. Agi juga belum mengerjakan PR matematika dan fisika. Ditambah tadi malam Agi menonton film Thailand sampai larut malam, jadilah dia terkapar seperti ikan paus yang terdampar dipinggir kasur.

Mata Agi melirik sebal jam yang bertengger manis di dinding kamar.

"Mau ngejek, gitu heuh?!" Agi memusuhi jam yang ada di dinding, matanya melotot dan memasang kuda-kuda. Agi memang gila, tidak. Dari dahulu Agi memang gila.

"Jadi...Aku harus bohong lagi?" Tanyanya pada diri sendiri.

Agi menggeleng keras, dia baru ingat ada ulangan Bahasa Indonesia, Mampus. Gurunya killer. Agi menepuk Dahinya keras, segera Agi meluncur ke kamar mandi.

Gerbang sekolah ditutup, Agi memelas didekat pos Satpam. Rambutnya acak-acakan, tasnya lupa diresleting sedangkan kaos kakinya panjang sebelah. Tragis memang.

"Pak buka lah, saya bunuh diri disini nih!" Ancam Agi sok dramatis, Pak Hendri selaku satpam SMA Maungiri kebal terhadap ancaman Agi. Satpam itu hapal betul seluk beluk bocah yang kini tengah memelas di depan posnya sambil berjongkok memainkan kerikil dan pasir seperti anak TK membentuk pola Abstrak yang aneh.

"Pulang saja sana!" usir Pak Hendra kejam nan bengis.

"Ada ulangan tau gak sih!" Agi terlanjur badmood, dia berbalik pulang karena terlalu emosi. Pak Hendra mencibir, tak sengaja Agi melihat segrombolan anak laki-laki tengah berkerumun, salah satu dari mereka membawa tangga. Agi tersenyum licik. Segera dia mengeluarkan ponsel dari saku, lalu diam-diam merekam mereka.

"Woy! Anjing, jangan direkam!" Agi bersorak, mereka terpancing. Itulah maksud Agi.

"Iya nggak bakal gue bocorin, asal gue boleh gabung sama kalian buat masuk ke sekolah." Mereka nampak menimang-nimang.

"Boleh."

Mereka menggerutu, siapa sih anak cewek yang berani menegur mereka. Padahal setau mereka anak cewek bakalan canggung kalo minta tolong sama cowok. Katanya gengsi. Huh, di dalam kamus Agi, nggak ada yang namanya gengsi.

"Gue dulu yang naik, Oke?" Tangan Agi mengangkat ponselnya sebagai ancaman jika tidak menyetujuinya maka akan Agi bocorkan kelakuan mereka. Tentu saja mereka tunduk.

"Jangan ngintip, nanti mata lo belekan. Segede gaban mau?" ucap Agi.

Sampai di puncak tembok Agi menghadap ke bawah, tanganya melambai. Agi nyengir tanpa dosa.

"Mau bikin geng nggak? gue jadi ketuanya." Tawar Agi lalu menaik turunkan alisnya.

"Nggak, masa ketuanya lo, mana sudi gue!" yang bersuara tadi namanya Fadil, orang yang berpengaruh di dalam sekelompok manusia yang masih setia menunggu di bawah sana untuk bergiliran naik tangga.

"Ngga boleh gitu cong, namanya diskriminasi wanita." Bela Agi penuh jiwa nasionalisme.

"Halah tai," ucap teman fadil.

"Bye kalo gitu." Muka Agi tertekuk, tiba-tiba Agi jadi merasa kesal karena omongan Fadil. Agi itu pantas jadi ketua geng tahu!

Dengan brutal Agi turun, merapikan rok dan kemejanya yang kusut. Agi sempat tertawa bodoh saat menyadari tasnya belum diresleting, kaos kakinya juga panjang sebelah. Segera Agi memperbaikinya.

GILANG, Will You Marry Me?Where stories live. Discover now