1. Prolog

28K 784 13
                                    

"Evan!"

Suara panggilan itu kembali terdengar. Suara wanita.

Ini ketiga kalinya Ethan mendengar panggilan tersebut. Namun, Ethan tetap tak bergerak dari tempatnya. Saat itu, Ethan tengah asik duduk di kursi taman rumah orangtuanya, dengan laptop di hadapannya.

Ethan masih tetap fokus mengerjakan pekerjaan kantornya yang belum selesai, sampai harus dia bawa ke ruma. karna mengejar deadline.

Karena itu, Ethan mengabaikan panggilan itu untuk kesekian kalinya.

Dan lagi, dia itu bukan Evan, melainkan Ethan.

Memang ini buka pertama kalinya orang-orang salah mengenalinya menjadi Evan, saudara kembarnya sediri.

Dan begitu pula sebaliknya. Saking miripnya mereka, hingga semua orang sulit membedakan mereka. Tidak terkecuali orangtua mereka sendiri. Jadi, Ethan sudah terbiasa, dan lebih baik dia abaikan. Karna Ethan malas menjelaskan, lantaran pasti akan berbuntut percakapan yang membuatnya bosan. Terlebih, yang memanggilnya adalah wanita, seperti kali ini.

"Evan,"

Ethan terkesiap saat sebuah tangan menyentuh bahunya tanpa diduga, masih dengan panggilan Evan padanya. Membuatnya terpaksa mendongak dengan wajah kesal, guna melihat siapakah gerangan yang sudah berani menyentuhnya tanpa permisi. Karena pemilik suara itu sudah mengganggu konsentrasi kerjanya.

Apakah dia tidak merasa jika Ethan abaikan sedari tadi?

Tapi, kenapa dia begitu gigih dan tidak mau menyerah?

Kini, bahkan menghampirinya dan dengan berani menyentuh bahunya.

Sial!

Namun, Ethan tertegun sekian lama saat dia melihat wanita cantik—yang mungkin teramat cantik dan begitu sedap dipandang mata.

Sudah berdiri di sampingnya dengan senyuman teramat manis di bibir pink tipisnya. Wanita tinggi semampai, dengan kulit putih pucat, dan bermata coklat terang.

Rambut hitam panjangnya sedikit berantakan karena berayun, tertiup angin.

Dia cantik—ralat, sangat cantik.

Saking cantiknya, hingga mampu membuat jantung Ethan berdebar luar biasa berbeda dari biasanya.

Berbeda jika dibandingkan ketika dirinya bertemu wanita-wanita cantik di luar sana. Yang datang dan pergi di hidup Ethan.

Dia lain.

Benar-benar lain.

Lain karena Ethan bisa merasakan perbedaannya. Di detik pertama kali Ethan melihatnya.

"Evan?"

Ethan mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Terkesiap dan seolah kembali ditarik ke alam nyata setelah sekian lama tertegun, saat gadis itu melambaikan tangannya tepat di depan wajah Ethan yang masih bengong. Sibuk dengan pemikirannya sendiri.

"Maaf aku buk—"

"Aku Silver," sela gadis itu, seraya mengulurkan tangannya yang terlihat indah dan memiliki jari-jari yang lentik.

Silver?

Ethan kembali tertegun.

Jadi, ternyata gadis ini Silver?

Bagaimana mungkin?

"Kemarin, ayah kamu menghubungiku. Beliau menyuruhku datang kesini. Untuk bisa lebih mengenal kamu sebelum pernikahan kita."

Ethan mengerjap pelan.

Benar, gadis itu Silver.

Calon istri Evan—kembarannya—yang dipilihkan ayah mereka.

Atau, lebih tepatnya yang dijodohkan ayah mereka.

"Van, kamu baik-baik saja? Apa aku mengganggu kamu?" kening wanita itu berkerut, kedua alisnya pun sampai hampir tertaut.

"Ah.." Ethan mendesah pelan sembari menggelengkan kepalanya berulang kali, guna mengembalikan kesadarannya sepenuhnya, "tidak juga,"timpal Ethan buru-buru, "aku hanya... terkejut bertemu dengan kamu secara tiba-tiba." terang Ethan. Cepat-cepat memasang senyum menawannya setelah memberikan alibi. "Hai, Silver," Ethan balas mengulurkan tangannya, guna menyambut uluran tangan Silver yang masih terulur, "senang bertemu dengan kamu, Silver. Aku Evan." lanjut Ethan ramah, sembari mengulurkan tangannya.

Yah, Evan.

Ethan adalah Evan sekarang, sampai beberapa bulan dari sekarang.

***

Lies Over Lies✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang