16th Memory

3.7K 275 22
                                    

Meski sudah menjadi Putera Mahkota dengan kebebasan terbatas, Yong Goo tetap punya cara untuk menyelinap keluar. Tembok kokoh istana tidak dapat menghalangi niatnya untuk bertemu wanita yang dicintainya, meski wanita itu sudah menjadi milik orang lain.

Seperti saat ini, Yong Goo berdiri di balik pohon dengan seragam prajurit kerajaan, memandang sebuah taman bunga. Bukan bunga yang dilihatnya, melainkan wanita yang menari di tengahnya. Di dekat wanita itu, Yoon Shik berdiri memandangnya sambil tersenyum. Tiga setengah tahun yang lalu, Yong Goo-lah yang berada di posisi Yoon Shik, memandang kekasihnya menari. Tetapi kini keadaan sudah berubah, dan Yong Goo merutuki diri sendiri atas ketidakberdayaannya.

“Kalau Myung Geum belum jadi milikku, apa yang ingin kau lakukan? Menikahinya? Menjadikannya selir atau bahkan permaisurimu?” cibir Yoon Shik setelah Yong Goo menghajarnya habis-habisan, “Kalau kau membunuhku sekarang, percuma saja. Sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa memilikinya. Jarak yang terbentang di antara kalian sangat jauh. Dia gisaeng dari kasta paling rendah, sedangkan kau Putera Mahkota, yang akan menjadi Raja. Pikirkan reaksi rakyat jika raja mereka mengangkat gisaeng sebagai ibu negara. Kalaupun kau tetap menikahinya, dia hanya akan menderita dengan segala tekanan di istana.”

Yong Goo menghela napas panjang. Dia terpaksa hanya bisa memandang Myung Geum dari kejauhan. Dan rasanya…

“Sakit sekali, bukan, Yang Mulia?” Suara seorang perempuan mengejutkan Yong Goo.

“Eon Hwa, kau mengagetkanku!” Yong Goo mengelus-elus dadanya.

Eon Hwa memandang Yoon Shik dan Myung Geum sambil menyentuh dadanya, “Rasanya sakit sekali, setelah orang yang kita sukai menjadi milik orang lain. Meski aku sudah bisa menduga dan berusaha merelakan, karena aku sendiri terlarang untuk memilikinya, tetapi rasanya tetap sakit.”

“Kau menyukai Yoon Shik?”

Eon Hwa tidak menjawab. Yong Goo mengikuti tatapan Eon Hwa yang hanya menuju kepada satu orang di antara dua orang di taman itu. Kemudian dia terbelalak tak percaya.

“Ti… tidak mungkin… kau… kau menyukai Myung Geum?”

Eon Hwa hanya tersenyum tipis. Senyum yang tampak sedih dan tidak berdaya.

***

Jika ditanya sejak kapan? Entah kapan. Tiba-tiba saja dia muncul tanpa diundang dan tak mau hilang. Mula-mula dia berupa benih kecil tak kasat mata yang tak dianggap dan dibiarkan begitu saja. Namun lama-kelamaan dia tumbuh dengan sendirinya tanpa disiram, tanpa dipupuk. Dia berakar semakin kuat, menancap sedalam-dalamnya sehingga sulit untuk dicabut dan dibuang. Dia bernama cinta. Meski sesungguhnya cinta itu bukan dosa, melainkan anugerah, namun bagi Eon Hwa, rasa ini salah alamat.

Apa penyebabnya? Apakah mungkin karena kebencian terhadap ayah kandungnya yang membuat ibunya gila hingga bunuh diri? Eon Hwa tidak tahu.

Ketika pertama kali Myung Geum yang masih berstatus budak menginjakkan kaki di gibang dengan nama Kyung Ja, Eon Hwa sudah tergetar dengan kecantikan gadis itu. Ketika Myung Geum baru menjadi gisaeng cilik, Eon Hwa mulai mendekatinya sebagai teman. Dan rasa sayang antar sahabat itu semakin melenceng ke arah lain dan semakin dalam.

Eon Hwa sering memperingatkan Myung Geum agar tidak terlalu dekat dengan tamu lelaki, agar nasibnya tidak seperti ibu Eon Hwa. Namun selain hal itu, alasan sebenarnya adalah karena Eon Hwa tidak suka Myung Geum terlalu dekat dengan laki-laki. Apalagi saat Myung Geum sangat dekat dengan Yong Goo, yang ternyata saling mencintai, Eon Hwa marah. Tetapi dia tidak dapat melakukan apapun selain menelan kemarahan dan kecemburuannya. Dia pun berusaha mengalihkan kemarahan itu dengan membantu Yong Sook hingga sukses menjadi raja. Dia pikir, perasaan ini akan hilang dengan sendirinya, apalagi setelah membunuh ayahnya sendiri yang merupakan salah satu penyebab Eon Hwa memiliki perasaan terlarang ini. Tetapi tidak ada yang berubah. Perasaanya terhadap Myung Geum tetap ada, dan semakin dalam.

Memories of Gisaeng ✔Where stories live. Discover now