10th Memory

4.4K 303 1
                                    

Bulan purnama malam ini pasti indah.

Mengapa Daegam tidak singgah sejenak,

untuk menikmatinya berdua dengan hamba,

sampai matahari yang baru menggantikannya?

Begitu Yong Sook menginjakkan kaki di gibang Bu Yong, orang pertama yang dia cari adalah Eon Hwa. Dia menemukan Eon Hwa sedang bermain gayageum sendirian di sebuah gazebo. Yong Sook berdiri di hadapannya, namun Eon Hwa masih bermain sambil memejamkan mata, meski sebenarnya Eon Hwa sudah tahu, tamunya sudah datang. Yong Sook mengambil sebuah amplop berisi surat, lalu melemparkannya ke atas gayageum. Eon Hwa menghentikan permainannya.

“Selamat datang, Daegam.”

Eon Hwa meminggirkan gayageumnya, kemudian mempersilakan Yong Sook duduk di depan meja kecil yang telah penuh oleh kue dan botol arak. Eon Hwa menuangkan arak kepada Yong Sook.

“Ada yang ingin kau bicarakan?”

“Saya hanya ingin menikmati rembulan bersama Daegam,” kata Eon Hwa sambil meletakkan telunjuk di bibirnya.

Eon Hwa meleaskan tali jeogori, sehingga Yong Sook dapat melihat kulit dadanya yang mulus. Tetapi yang seharusnya Yong Sook bukanlah kulit, melainkan sebuah kertas terlipat yang terselip di antara buah dada yang masih ditutupi oleh lilitan chima. Yong Sook mengambil kertas itu secepat kilat dan memasukkan ke balik bajunya.

“Sebenarnya apa tujuanmu? Kau pasti menginginkan sesuatu,” tanya Yong Sook sambil meminum araknya.

Eon Hwa merangkak dan bersandar di dada Yong Sook, “Perlindungan. Bukan hanya untukku, tetapi juga untuk seluruh gisaeng di gibang ini, tanpa peduli mereka akan memihak siapa.”

“Itu sulit. Maksudku, jika mereka tidak memihakku.”

“Minimal, biarkan kami tetap hidup.”

***

Yong Sook meremas surat dari Eon Hwa dengan gusar, kemudian surat itu dibakar menjadi abu. Kemarin Eon Hwa menemani Haengsu Baek melayani Perdana Menteri Kim dan beberapa menteri. Di sanalah Eon Hwa mendengar pembicaraan mereka, meski tidak secara tersirat membicarakan Yong Sook.

“Apa benar putra Daegam akan menikah dengan Tuan Putri?” tanya Haengsu.

“Benar.”

“Tapi bukankah setahu saya, putra Daegam itu sudah ditunangkan dengan orang lain?”

Perdana Menteri Kim menggeleng sambil terbahak, “Kalau bisa mendapatkan Putri Raja, kenapa harus dinikahkan dengan putri bangsawan biasa?”

“Dia kan bukan bangsawan biasa.”

“Tetapi kalau aku menikahkan anakku dengan anaknya, itu berarti aku memihaknya. Meski tidak pernah berkata apapun, tetapi aku tahu apa yang ada di otaknya. Tahta.”

Haengsu menggenggam tangan Perdana Menteri, “Daegam, hati-hati, jangan menuduh sembarangan.”

Perdana Menteri mengangguk-angguk, “Ya, kau benar, tidak boleh menuduh sembarangan.”

“Lalu, kapan hari baik itu, Daegam?”

“Secepatnya. Seung Ho harus secepatnya menikah dengan Tuan Putri. Mungkin awal musim semi ini. Dengan begitu, aku dapat melindungi milik Yang Mulia dan Putera Mahkota, dari tangan orang-orang yang ingin merebutnya. Mereka harus dibasmi.”

Memories of Gisaeng ✔Where stories live. Discover now