Aga : 12

877 68 11
                                    


Evan mengerutkan keningnya sambil menatap Aga. Ada yang aneh dengan adiknya itu. Dia sebenarnya sudah menyadarinya sejak pagi, tapi keanehannya baru terlihat jelas siang ini, tepat saat di duduk berhadapan dengan Aga seperti sekarang ini.

"Ngapain sih Bang ngeliatin mulu? Aga salah ya?" tanya Aga takut-takut. Evan menggeleng pelan sambil tersenyum, meminta Aga untuk melanjutkan pekerjaannya. Aga menurut, tapi tidak beberapa lama Aga kembali menatap Evan yang tengah menatapnya lekat-lekat.

"Abang tumben gak kerja? Ini kan hari kerja, bolos ya? Kata Bu Guru bolos itu gak baik loh Bang," celetuk Aga, mencoba mengalihkan pandangan Evan darinya. Tapi bukannya menjawab pertanyaannya, Evan hanya tersenyum tipis sambil menatap Aga, terus menatapnya.

"Kenapa sih Bang? Abang sakit ya makanya gak masuk kerja? kalo Abang sakit pergi ke dokter, atau telpon Om Ganteng biar diperiksa," lanjutnya lagi, tapi Evan masih tetap tidak menjawab pertanyaannya dan terus menatapnya.

"Ih Abang! Jangan ngeliatin terus! Aga kan jadi takut!" teriak Aga kesal, sudah tidak betah dipandang terus menerus oleh Evan, "kerja sana, jangan ngeliatin Aga terus!" tambahnya.

"Emang kenapa sih kalo Abang gak kerja? harusnya Aga seneng dong kalo Abang gak kerja, kan bisa temenin Aga main seharian, lagi kantornya kan punya Abang, jadi terserah Abang dong mau kerja apa enggak, di kantor juga gak ada yang penting, bisa dikerjakan Bella sm Marcel."

Evan berbohong, sebenarnya ada beberapa urusan yang harus dia selesaikan hari ini, tapi melihat keanehan Aga sejak pagi tadi, Evan sengaja meliburkan diri dan meminta Bella membatalkan jadwalnya dan menyerahkan jadwal-jadwal penting yang tidak bisa dibatalkan pada Marcel.

"Ih Abang gak boleh gitu ah, gak baik tau bolos-bolos gitu, Aga bener kan Bu Guru?" tanya Aga pada guru privatnya yang tengah menikmati teh dan sepotong biskuit. Guru itu tersenyum kikuk sambil mengangguk tak kalah kaku, tidak menyangka akan dimasukkan dalam pertengkaran kakak-adik ini. Evan akhirnya ikut tersenyum, sama kikuknya dengan Guru privat Aga yang jauh lebih tua darinya itu.

"Bu Guru, ini berapa lama lagi waktunya?" Aga memang tengah menjalankan ujian semester seperti anak-anak di sekolah umum, jadwal dan soalnya bahkan sama seperti sekolah umum. Lembaga homeschooling Aga bahkan mendatangkan pengawas yang sekarang mengawasi Aga mengerjakan soal sambil sesekali menahan senyum mendengar pertengkaran Aga dan Evan.

"Ini masih 30 menit lagi, kenapa?"

"Bosan, kalo udah selesai boleh dikumpulkan duluan gak Bu?" Guru privat Aga terlihat berbincang dengan pengawas yang duduk di sebelahnya, mendiskusikan pertanyaan Aga. Setelah sepakat, guru privat itu akhirnya mengangguk pada Aga. Aga tersenyum lebar, dia segera mengerjakan soal-soal yang ada di layar laptop itu teliti. Tidak sampai 10 menit kemudian Aga sudah menyelesaikan semua soal-soalnya.

"Selesai, Aga mau main!" teriak Aga sambil meraih Bunny yang duduk di sampingnya dan berlari ke luar ruang belajarnya.

"Eh Aga, periksa dulu, siapa tau ada yang belum dikerjakan!" teriak Guru privat Aga. Dari ambang pintu Aga tersenyum sambil menggeleng, "udah semua, kalo gak percaya tanya Bunny nih!" jawab Aga menunjukan Bunny di depan dada. Kali ini guru privat itu memandang Evan sebelum mengangguk, mengizinkan guru itu untuk mengakhiri ujiannya. Evan tidak perlu khawatir dengan hasil ujian Aga, atau kemungkinan Aga tidak menyelesaikan soal-soal ujiannya. Aga tergolong cerdas untuk anak seumurannya meskipun sifatnya seperti anak-anak.

"Baiklah kalau begitu kami permisi dulu pak Evan, hasilnya akan saya kirim lewat E-mail paling lambat 2 minggu lagi."

"Iya Bu, terima kasih banyak."

Setelah mengantarkan guru dan pengawas tadi ke depan dan melihat mobil mereka menghilang di tikungan jalan, Evan kembali ke dalam rumah, menyusul Aga yang mungkin tengah bergelantungan di bawah pohon Mangga, kebiasaan barunya.

NEVERLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang