7 - Sebuah Ketulusan

Start from the beginning
                                    

"Wajib dong. Ini gue titipin di kantin sekolah. Tapi kalo lo mo pesen jumlah banyak, pesen langsung ke gue. Tar gue diskon. Resep keluarga ini makanya enak." Keke terus berpromosi.

Keke dan Lefina makan seperti korban bencana pangan. Lahap sekali. Sementara Gasta dan Aimee makan dengan santai, agar menikmati setiap suapannya.

"Ke, toilet yuk." ajak Lefina.

"Nape?"

"Lo kasih pelancar BAB ya puding lo? Langsung kebelet gue."

"Nah bagus dong, lo jadi lancar BABnya."

"Bacot. Yuk." Lefina tampak sudah tidak tahan. Gasta dan Aimee senyam-senyum. Tinggallah mereka berdua yang menjaga absensi di depan kelas tersebut.

"Enak ya, pudingnya Keke." Aimee menyodorkan sesuap puding coklatnya. "Coba deh ini yang coklat. Enak banget. Aaak..."

Gasta melahap sesuap puding dari sendok Aimee. Hati Gasta melayang-layang.

"Enak kan?"

"Iya. Hehehe. Sama enaknya Mee."

Keduanya lalu terdiam. Aimee menatap kosong lurus-lurus ke depan.

"Kamu tau ga, siapa yang paling ga bisa nolak kalo ada puding coklat kaya gini?"

"Bunda kamu?" canda Gasta.

Aimee menggeleng. "Bukan." sahutnya, masih dengan tatapan kosong.

"Terus?"

"Deon." jawab Aimee mantap.

Gasta langsung menunduk.

Teringat Deon saat bersamaku? batin Gasta pedih.

"Oh." sahutnya singkat.

"Yap. Deon dulu suka banget puding coklat. Makanya aku pilih yang ini. Biar keinget dia."

"Mee."

"Dia nggak pernah ngubah menunya kalo pergi ke kafe. Selalu ada puding coklat. Dia..."

"Aimee."

"Meskipun pesen apa aja, tetep, puding coklatnya nggak lupa." Aimee terus mencericip dengan tatapan kosong yang lurus ke depan.

"Aimee!"

"Hm?"

Kini Gasta yang menatap Aimee lurus-lurus.

"Jangan lah."

"Jangan apa?" Aimee tak mengerti.

"Jangan ngomongin hal-hal tentang Deon, seakan-akan kayak dia udah nggak ada, Mee." ucap Gasta.

"Ha?"

"Iya. Dia masih ada. Cuma masih belum bisa ada buat kamu. Itu aja. Jangan bilang kaya gitu lagi ya. Janji."

Aimee menghela napas panjang. Dia hendak protes, namun diurungkannya. Benar juga apa yang dikatakan Gasta. Kenapa aku bicara seolah Deon udah pergi untuk selama-lamanya ya?

Mereka berdua akhirnya tenggelam dalam kebisuan yang cukup panjang, seperti biasa. Aimee sedikit tersinggung, namun dia mencoba menahannya. Sedangkan Gasta, ucapannya tadi sebenarnya adalah bentuk kecemburuan yang tersirat, yang diam-diam membuat Aimee berpikir demikian sehingga mengurungkan niatnya untuk marah.

Gasta cemburu.

Akhirnya Lefina dan Keke datang setelah 5 menit berlalu. Suasana jadi cair lagi. Canda tawa mereka begitu mengalir seakan tidak ada ketegangan sebelumnya.

Aimee tahu bahwa Gasta sedikit cemburu. Namun, Aimee merasa Gasta tak berhak. Maka dari itu, Aimee diam saja. Tidak ingin memperpanjang obrolan tadi. Dia terus bersenda gurau dengan ketiga temannya tersebut, sembari menunggui absensi; dan langsung memasang pose jaim dan anteng saat seorang wali murid datang untuk tanda tangan absensi. Tak lama kemudian, Keke dan Lefina ke toilet lagi. Kali ini Keke yang ingin pipis. Tinggallah kini mereka berdua, lagi dan lagi. Aimee berniat membahas ucapan Gasta yang tadi. Namun semua kata-katanya seakan tertahan di ujung lidahnya tatkala Gasta terus mengajaknya bercanda. Dia tidak tega jika senyuman yang ada di bibir Gasta itu pudar begitu saja akibat bahasannya nanti.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now